Pemerintah Super Prioritaskan Pembahasan Dua RUU Omnibus Law Ini
Berita

Pemerintah Super Prioritaskan Pembahasan Dua RUU Omnibus Law Ini

Menurut Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, meskipun pemerintah menyebut RUU Omnibus Law sebagai super prioritas, namun belum tentu pembahasannya cepat dan segera disahkan menjadi UU.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan pemerintah akan segera mengeluarkan dua Surat Presiden (Surpres) omnibus law, RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan setelah penetapan perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 disahkan DPR dalam rapat paripurna.

 

"Mudah-mudahan bisa segera disahkan, dan saya dengar pekan depan, Selasa (20/1), DPR melaksanakan rapat paripurna. Kalau itu diserahkan maka pemerintah akan memasukkan dua Surpres tentang omibus law itu," kata Yassona usai Rapat Kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas perubahan 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020  di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (16/1/2020) seperti dikutip Antara.

 

Dia menegaskan RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan ditargetkan selesai dalam waktu 100 hari kerja. Yassona berharap akhir pekan ini draft dan naskah akademik RUU Omnibus Law sudah sempurna, sehingga paling tidak sudah menjadi draf RUU yang nanti mendapatkan persetujuan menjadi UU.

 

“Pemerintah fokus pada dua RUU omnibus law yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan. Kalau RUU Bakamla ada beberapa rencana UU yang harus kita publikasi dan kita masukkan, tapi nanti kita lihat dulu draftnya. Tapi yang super prioritas dua ini dulu (Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan, red)," tegasnya.

 

Yassona memastikan pemerintah akan berkoordinasi dengan DPR untuk pembahasan dua RUU Omnibus Law tersebut karena menjadi RUU super prioritas, sehingga bisa diselesaikan dengan cepat. Baca Juga: Pembentuk UU Revisi Prolegnas Prioritas 2020, Ini Daftarnya!

 

Belum tentu cepat

Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi menilai dua RUU omnibus law yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan yang masuk Prolegnas Prioritas 2020, jangan hanya memikirkan aspek investasi saja. "Jangan hanya memikirkan aspek investasi, tapi mengorbankan manusianya atau tenaga kerjanya," kata Baidowi di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

 

Dia menuturkan F-PPP setuju kalau omnibus law bertujuan untuk memperlancar investasi dan perekonomian, tapi harus berkeadilan bagi para tenaga kerja. Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini, meskipun pemerintah menyebut RUU Omnibus Law sebagai super prioritas, namun belum tentu pembahasannya cepat dan segera disahkan menjadi UU.

 

Baidowi menilai cepat atau lambat pembahasannya, bergantung dari komunikasi dan kesepahaman antara pemerintah dan DPR. "Sebenarnya di ketentuan UU tidak ada istilah super prioritas, yang ada hanya prioritas, paling yang membedakan hanya urutannya saja," ujarnya menerangkan.

 

Sebelumnya, Raker Baleg bersama Menteri Hukum dan HAM, dan DPD RI pada Kamis (16/1) menyetujui 50 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020.Dalam raker ini, dari 9 fraksi sebanyak 6 fraksi bulat memberi persetujuan terhadap 50 RUU tersebut. Sementara 3 fraksi menyetujui, tetapi memberi catatan yaitu Fraksi NasDem, Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Misalnya, Anggota Baleg dari Fraksi NasDem Taufik Basari meminta agar RUU berstatus carry over yang sudah masuk pembahasan tingkat I dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2020.

 

Dari 50 RUU tersebut, terdapat dua RUU omnibus law yang menjadi prioritas untuk segera dibahas yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Selain itu, ada RUU omnibus law lain yaitu RUU Kefarmasian dan RUU Pemindahan Ibukota Negara.  

 

Seperti diketahui, sejumlah serikat pekerja kompak menolak materi muatan draf RUU tentang Cipta Lapangan Kerja yang merupakan omnibus law dari sejumlah UU, salah satunya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

“Serikat pekerja meminta agar seluruh cluster tentang ketenagakerjaan dikeluarkan (ditarik, red) dari omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja,” ujar Bendahara Umum Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi Pertambangan (FSP KEP) Zainudin Agung dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi IX DPR, Kamis (16/1/2020) kemarin. Baca Juga: Presiden Minta Omnibus Law Rampung dalam 100 Hari Kerja

 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (Sekjen Aspek) Indonesia Sabda Pranawa Djati melanjutkan sejak awal pihaknya menolak pembentukan omnibus law yang menarik pasal-pasal UU Ketenagakerjaan. Sama halnya dengan FSP KEP, Aspek menolak 11 cluster dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.

 

Sementara dua organisasi serikat buruh/pekerja lainnya yakni Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun menolak pasal-pasal ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja yang diperkirakan bakal semakin menurunkan tingkat kesejahteraan buruh dan masyarakat secara umum.      

 

Karena ada sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang bakal dicabut atau diubah dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. Misalnya, penghapusan upah minimum (UMP); perubahan ketentuan PHK, pesangon, jaminan sosial; penghapusan sanksi pidana bagi pengusaha; perluasan jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing, PKWT (kontrak kerja); masuknya TKA uskill.    

Tags:

Berita Terkait