Pemerintah Siapkan Laporan UPR 2022 untuk Dewan HAM PBB
Terbaru

Pemerintah Siapkan Laporan UPR 2022 untuk Dewan HAM PBB

Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan, telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan dalam penyusunan bahan laporan UPR ke-4 dengan mengundang Kementerian/Lembaga, lembaga HAM nasional serta organisasi masyarakat sipil.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber bertema 'Strenthening The Role of Multistakeholder on the Fulfilment of Human Rights in Indonesia', di Jakarta, Senin (18/7/2022). Foto: ADY
Narasumber bertema 'Strenthening The Role of Multistakeholder on the Fulfilment of Human Rights in Indonesia', di Jakarta, Senin (18/7/2022). Foto: ADY

Pemerintah Indonesia telah 3 kali mengikuti sidang tinjauan berkala universal atau Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM PBB. Rencananya November 2022 pemerintah Indonesia akan kembali mengikuti UPR siklus keempat. Sejumlah lembaga HAM, seperti Komnas HAM, dan Komnas Perempuan telah menyampaikan laporan alternatif kepada Dewan HAM PBB. Sementara sampai saat ini pemerintah Indonesia masih menyusun laporan pelaksanaan HAM yang akan disampaikan dalam sidang UPR.

Direktur Instrumen HAM Kementerian Hukum dan HAM, Betni Humiras Purba, mengatakan UPR merupakan laporan implementasi berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Laporan itu disampaikan secara berkala setiap 4 tahun sekali kepada Dewan HAM PBB. Indonesia setidaknya telah menjadi negara pihak dalam 8 instrumen internasional HAM utama dan 2 instrumen HAM tambahan.

“Indonesia sudah meratifikasi berbagai instrumen HAM. Sebagai negara pihak harus melaksanakan susbtansi instrumen HAM internasional tersebut,” kata Betni dalam diskusi yang diselenggarakan Imparsial bertema “Strenthening The Role of Multistakeholder on the Fulfilment of Human Rights in Indonesia”, Senin (18/7/2022) kemarin.

Baca Juga:

Berdasarkan Keputusan Dewan HAM No.17/119, Betni menyampaikan laporan yang disampaikan oleh negara anggota sedikitnya 6 hal. Pertama, kerangka normatif dan institusional untuk pemajuan dan perlindungan HAM (legislasi, kebijakan, yurisprudensi, dan infrastruktur HAM).

Kedua, implementasi kewajiban HAM negara berdasarkan basis of review (aktivitas institusi HAM nasional, program peningkatan kesadaran HAM, kerja sama dengan mekanisme HAM, legislasi nasional, dan komitmen sukarela). Ketiga, tindak lanjut atas hasil review UPR sebelumnya.

Keempat, identifikasi capaian, praktik terbaik, tantangan, dan hambatan dalam mengimplementasikan rekomendasi yang telah diterima dalam siklus sebelumnya dan perkembangan situasi HAM nasional. Kelima, prioritas, inisiatif, dan komitmen nasional yang telah atau akan dilakukan untuk menghadapi tantangan dan hambatan. Keenam, permintaan peningkatan kapasitas dalam hal bantuan dan dukungan teknis jika diperlukan.

Betni menjelaskan pada siklus pertama UPR tahun 2008 ada sebanyak 10 rekomendasi. Siklus kedua UPR tahun 2012 Indonesia menerima 180 rekomendasi dari 74 negara. Kemudian setelah dikaji kembali pemerintah menerima 150 rekomendasi dan menolak 30 rekomendasi lainnya. Siklus UPR ketiga tahun 2017 Indonesia menerima 225 rekomendasi dari 101 negara. Kemudian setelah rekomendasi tersebut dikaji kembali akhirnya pemerintah Indonesia menerima 167 rekomendasi dan mempertimbangkan 58 rekomendasi sisanya.

Dari 167 rekomendasi yang diterima pemerintah dalam UPR siklus ketiga itu, Betni menyebut rekomendasi itu dikelompokan dalam 14 klaster. Antara lain hak kelompok rentan; penguatan institusi HAM, pendidikan, dan pelatihan HAM, RANHAM, dan Kemitraan; pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, lepas dari kemiskinan, dan hak ekonomi dan sosial.

Dalam menyusun laporan UPR Betni mengatakan sedikitnya ada 5 tahap. Pertama, melakukan sosialisasi terhadap 225 rekomendasi UPR siklus ketiga tahun 2017. Kedua, Kementerian Hukum dan HAM telah menyusun rekomendasi UPR ke-4 dalam matriks pemetaan yang terdiri dari beberapa klaster dan sub klaster kementerian/lembaga teknis serta tindak lanjut dari rekomendasi tersebut.

Ketiga, mengumpulkan masukan berupa data dan informasi. Menyampaikan kepada kementerian/lembaga teknis untuk menjawab tindak lanjut rekomendasi UPR. Keempat, melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait baik dalam bentuk rapat atau FGD untuk membahas dan menyusun bahan laporan tindak lanjut dari rekomendasi UPR.

Kelima, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan membuat narasi atas jawaban rekomendasi dalam bentuk draft laporan UPR. Sampai saat ini, pemerintah masih menyelesaikan penyusunan laporan UPR siklus keempat tahun 2022 yang akan diserahkan kepada Dewan HAM PBB.

Bukan berarti penyusunan laporan UPR itu tanpa kendala, Betni menyebut beberapa persoalan seperti cakupan isu sangat luas, sehingga perlu melibatkan berbagai kementerian/lembaga. Masih terbatasnya pemahaman dari kementerian/lembaga terkait tindak lanjut dari rekomendasi laporan UPR. “Pembatasan sosial selama masa pandemi Covid-19 juga membatasi para pihak untuk melakukan koordinasi langsung.”

Tags:

Berita Terkait