Pemerintah Sepakati Besaran Iuran Jamkes
Berita

Pemerintah Sepakati Besaran Iuran Jamkes

Pemerintah siapkan cadangan dana sebesar Rp2,7 triliun untuk menanggulangi kemungkinan kekurangan dana jaminan kesehatan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Sepakati Besaran Iuran Jamkes
Hukumonline

Setelah sekian lama membahas ramuan yang pas terkait Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam BPJS, akhirnya pemerintah menemui kata sepakat jua. Pemerintah menyepakati besaran iuran yang harus dibayarkan sebanyak Rp15.500 perbulan/orang. Besaran iuran yang disetujui ini adalah tawaran yang diajukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Besaran disepakati 15.500 tetapi dengan catatan," kata Kepala Pusat Pembiayaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Usman Sumantri kepada hukumonline usai menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di Jakarta, Rabu (10/4).

Catatan yang dimaksud Usman adalah pemerintah masih akan menanggung biaya kesehatan jika besaran iuran tersebut ternyata tak mencukupi. Adapun dana yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk menanggung kemungkinan kekurangan biaya kesehatan adalah sebesar Rp2,7 triliun.

Namun besaran PBI ini tidak bersifat mutlak. Setelah pemerintah menerapkan besaran PBI pada tahun pertama, lanjut Usman, akan ada perubahan besaran PBI sesuai dengan fakta dilapangan pada tahun berikutnya. Pemerintah tak mau menerapkan anggaran yang terlalu besar dengan pertimbangan menumpuknya uang pada program BPJS sehingga dana cadangan menjadi jalan keluar untuk menanggulangi kemungkinan terburuk.

"Ini baru eksperimen, nanti kalau ternyata tahun pertama jumlah tersebut tidak cukup, pasti akan ada pembenahan tahun berikutnya. Hal ini untuk menghindari menumpuknya uang pada satu sektor padahal disektor yang lain membutuhkan biaya," imbuhnya.

Kendati pemerintah telah sepakat soal besaran PBI, persoalan ternyata belum selesai. Hingga saat ini, belum ada keputusan yang pasti dari pengusaha dan buruh terkait besaran iuran yang akan dibayarkan untuk jaminan kesehatan pekerja. Sejauh ini, kata Usman, pemerintah mengusulkan iuran dibayarkan oleh pengusaha dan buruh sebanyak 5 persen dari total salary. Lima persen tersebut dibagi atas 2 persen ditanggung oleh pekerja sedangkan 3 persen dibayarkan oleh pengusaha.

Hal ini menjadi polemik antara pengusaha, buruh dan pemerintah. Pasalnya, buruh masihmempersoalkan  jumlah PBI yang ditentukan pemerintah sebesar 86,4 juta orang. Tuntutannya, PBI harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan UU BPJS. Namun Usman memastikan bahwa buruh tetap memiliki hak untuk menerima bantuan PBI. Hanya saja, PBI diberikan kepada buruh yang belum memiliki jaminan kesehatan dari perusahaan.

"Ada kategorinya dan perhitungan, nanti kalau buruh tersebut belum memiliki jaminan kesehatan dari perusahaan, itu bisa mendapatkan PBI. Tapi kalau sudah memiliki, ya tidak bisa punya dua. Harus pilih salah satu," jelasnya.

Pembayaran besaran iuran bagi karyawan swasta pun ternyata juga dibatasi oleh pemerintah. Besaran gaji yang wajib dibayarkan iuran maksimal tiga kali pendapatan tidak kena pajak (PTKP) atau berkisar Rp7 juta. Usman menjelaskan, jika seorang pegawai swasta memiliki gaji sebesar Rp20 juta, maka 2 persen dari Rp7 juta yang akan ditarik iuran. Mekanisme ini, lanjutnya, merupakan bentuk subsidi silang. "Konsepnya solidaritas sosial, cm rawat inapnya yang Rp7 juta itu di kelas satu memang," ungkapnya.

Berdasarkan jumlah besaran iuran yang telah disepakati oleh pemerintah dan hanya akan diberikan kepada 86,4 juta orang miskin dan hampir miskin, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan dibebani sebesar Rp16,7 triliun. Kategori penerima PBI, lanjut Usman, akan diukur secara ekonomi oleh badan yang ditunjuk untuk melakukan perhitungan.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono membenarkan kepastian besaran PBI. Saat ini, pemerintah masih menunggu kesekapatan besaran iuran yang akan dibayarkan oleh perusahaan dan pekerja. "Penentuan besaran iurannya kalau ga empat persen ya lima persen," jelasnya.

Menurut Agung, beban biaya kesehatan sudah selayaknya ditanggung oleh kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha. Agung mengharapkan persoalan besaran iuran dapat diselesaikan oleh pengusaha dan pekerja pada akhir April ini.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pekerja yang terkesan sulit diajak untuk berdialog. Menurut Sofjan, setiap kali pengusaha dan pekerja duduk bersama untuk membahas persoalan iuran jaminan kesehatan, tidak pernah menemukan jalan keluar yang ideal. "Deadlock terus, karena buruh mintanya mereka tidak bayar iuran," kata Sofjan.

Guna mendapatkan kesepakatan yang baik untuk kedua belah pihak, Sofjan memastikan akan kembali bergabung dalam dialog tripatit. Sejak Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta menetapkan besaran UMP, APINDO memboikot tripartit dengan tidak ikut terlibat dalam pembahasan tripartit.

"Sudah lima bulan kita boikot, tapi kali ini kita akan coba dialog kembali ke tripartit," pungkasnya.

Tags: