Pemerintah Sederhanakan Regulasi Tingkat Kesiapan Teknologi
Berita

Pemerintah Sederhanakan Regulasi Tingkat Kesiapan Teknologi

Tujuannya untuk mendorong pemanfaatan teknologi yang dikembangkan sendiri. Jika ada regulasi yang menghambat, akan disederhanakan.

ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline
Pemerintah akan menyederhanakan regulasi untuk mempermudah produk hasil riset mencapai Tingkat Kesiapan Teknologi (Technology Readiness Level/TRL) tertinggi. "Peningkatan TRL yang kita incar. Yang level 7-8 itu yang kita matangkan supaya bisa masuk level 9 dan ke industri," kata Plt Sesmenko Maritim Ridwan Djamaluddin kepada Antara di Jakarta, Rabu (26/4).
Ia mencontohkan mobil listrik nasional yang TRL-nya sudah pada level 7 dan hanya tinggal memerlukan durasi uji jalan dan penyempurnaan, karena alasan regulasi sulit berlanjut hingga ke level 9. "Regulasi-regulasi yang menghambat mau kita sederhanakan. Seperti soal sertifikasi salah satunya, apa susahnya ikut sertifikasi, kalau memang harus ya dilaksanakan saja," ujar Ridwan.
Ia menyayangkan pihak-pihak yang karena alasan syarat sertifikasi justru urung memilih teknologi hasil inovasi anak bangsa tapi justru mengimpor teknologi milik asing. "Ada orang yang senang mengimpor ya sekarang tidak bisa lagi".
Fungsi Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim memang salah satunya mendorong pemanfaatan teknologi yang dikembangkan sendiri. "Barang yang sudah jadi kenapa tidak kita pakai? Kalau ada kendala kita cek persoalannya apa, apakah kurang dana, soal sertifikasi atau apa," lanjutnya. (Baca Juga: 4 Fokus Simplifikasi Regulasi Pemerintah di Tahun 2017)
Selain itu, Ridwan mengatakan Kemko Maritim juga berkewajiban mendorong Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada teknologi yang dihasilkan di dalam negeri meningkat. "Kita paksa gunakan teknologi sendiri kalau memang sudah ada, kita buat impor teknologi dilarang. Intinya apa yang sudah kita buat di sini harus kita pakai, namun tidak boleh meninggalkan sisi kesiapan produk," katanya.
Cara seperti ini, menurut Ridwan, juga dipakai negara lain dalam rangka melindungi industri mereka. Karenanya Indonesia perlu melakukan hal yang sama. Koordinasi yang baru-baru ini dilakukan Kemko Maritim dengan Kementerian Perhubungan terkait percepatan proses sertifikasi radar navigasi pesawat atau Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) yang dikembangkan BPPT.
"Sekarang sertifikasi sudah selesai, bayangkan jika kita tidak punya radar di bandara-bandara yang sedang kita dorong peningkatan pariwisata. Dengan ADS-B yang sudah kita kembangkan sendiri bisa jauh menghemat, dari Rp10 miliar jadi hanya sepersepuluhnya saja yang harus dikeluarkan," ujar dia.
Sebelumnya di sela-sela peluncuran rangkaian peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-22, Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Jumain Ape mengatakan berbagai hal memang menghambat hasil riset bisa mencapai hilir, TRL mencapai level 9. Salah satunya pendanaan yang selesai hanya pada level prototipe.
Zaman Berubah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dalam persaingan global dan teknologi pada saat ini tidak zamannya lagi negara besar mengalahkan negara kecil. "Dunia sudah berubah sekarang ini, dipikir masih yang kuat makan yang kecil? Tidak, tetapi yang cepat yang akan mengalahkan yang lambat," katanya saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2017 untuk Rencana Kerja pemerintah (RKP) 2018 di Jakarta.
Menurut Jokowi, menghadapi perubahan saat ini kuncinya adalah harus cepat menyesuaikan diri dalam segala hal dan tidak lagi terjebak pada mengulang-ulang rutinitas. "Kita jangan berpikir linier, lupakan, karena banyak negara besar sekarang justru mengalami masalah dan tantangan yang luar biasa, karena mereka sudah kehilangan greget. mereka sudah tidak cepat, sudah nggak lincah, hati-hati, masalah ini," katanya.
Ia berharap Indonesia harus melihat negara-negara yang sukses, seperti Dubai, Uni Emirat Arab, negara-negara di Skandinavia, dimana mereka sangat cepat mengikuti perubahan. "Mereka cekatan, mereka cepat, mereka lincah. sekarang di negara besar tidak seperti dulu, dan kita tidak bisa mengandalkan besarnya pasar domestik," kata Jokowi.
Menurut dia, jika cara berfikir Indonesia punya pasar domestik, maka perlu hati-hati karena justru bisa dijadikan pasar oleh negara-negara yang lain. "Kalau cara berpikir kita tidak diubah akan dijadikan ajang produk-produk negara luar," katanya.
Jokowi mengakui bahwa Indonesia adalah negara besar, bangsa besar, pasar yang besar merupakan sebuah keunggulan, namun sekarang ini mengalami ancaman, yaitu pragmentasi menjadi suatu pasar-pasar kecil terbagi dari provinsi, kabupaten dan kota yang ada.
"Bayangkan dari pusat, masing-masing provinsi, masing-masing kabupaten, masing-masing kota, membuat aturan sendiri-sendiri, membuat standar-standar sendiri-sendiri, membuat format-format formulir sendiri-sendiri. Bayangkan betapa pusingnya yang namanya investasi, investor menyelesaikan izin-izinnya," katanya.
Ia mengingatkan bahwa kita harus sadar sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, jangan terpecah-pecah oleh peraturan-peraturan di setiap daerah. "Saya perintahkan pada menteri agar standar-standar nasional itu diberikan panduanya kepada daerah. Syukur-syukur acuan kita sudah mengacu pada standar internasional, baik dalam administrasi maupun di dalam kecepatan pelayanan," kata Jokowi.
Jokowi berharap kepada para menteri, dan kepala daerah untuk bekerja keras mengintegrasikan antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota supaya terhubung dengan baik.
Tags:

Berita Terkait