Setelah melakukan roadshow menggelar dialog publik menyerap aspirasi atau masukan masyarakat terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), berimplikasi terhadap perubahan jumlah pasal. Sebelumnya draf RKUHP versi per 6 Juli 2022 yang diserahkan pemerintah berjumlah 632 pasal, namun setelah menggelar dialog publik mengalami perubahan menjadi 627 pasal berdasarkan draf versi 9 November 2022.
“Ada perubahan versi RKUHP yang paling akhir per 9 November dengan jumlah 627 pasal, sebelumnya versi 6 Juli dengan 632 pasal,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat rapat kerja dengan Komisi III di Komplek DPR, Rabu (9/11/2022).
Menurut Wamenkumham, dialog publik yang digelar di 11 kota menghasilkan sejumlah masukan dari masyarakat. Mulai kota Medan, Padang, Bandung, Denpasar, Surabaya, Pontianak, Samarinda, Makassar, Manado, Ternate, dan Sorong. Dampak dari banyaknya masukan masyarakat berimplikasi terhadap adanya perubahan frasa atau kata, penambahan, atau penghapusan pasal.
Baca Juga:
- Menkopolhukam: RUU KUHP Disahkan Jadi UU Akhir Tahun
- Dialog Publik Terbuka Terbatas untuk 14 Isu Krusial RKUHP
- Babak Baru, Begini Penjelasan 14 Isu Krusial RKUHP
Dia menerangkan draf RKUHP per 9 November 2022 mengadopsi dari 53 item masukan masyarakat yang dituangkan dalam batang tubuh. Masukan-masukan publik yang ada, diformulasikan menjadi 4 bagian. Pertama, reformulasi yakni menambahkan kata “kepercayaan” pada pasal-pasal yang mengatur mengenai agama.
Kemudian, mengubah frasa “pemerintah yang sah” menjadi “pemerintah”. Bahkan mengubah penjelasan Pasal 218 draf RKUHP tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden maupun wakil presiden. Menurutnya, tim penyusun RKUHP pemerintah memberikan penjelasan agar tidak terjadi multitafsir berdasarkan masukan dari dialog publik.
Kedua, penambahan. Menurutnya, adanya penambahan satu pasal dan ayat baru terkait penegasan beberapa tindak pidana dalam RKUHP sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Hal ini penegasan dan bentuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.