Pemerintah Resmi Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan Minerba
Utama

Pemerintah Resmi Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan Minerba

Pemerintah menegaskan tidak berlaku semena-mena saat memutuskan untuk mencabut ribuan IUP Minerba. Setidaknya terdapat lima kriteria pencabutan IUP Mineral dan Batubara yang tidak berkegiatan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Pada Januari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap perizinan usaha sektor tambang, kehutanan dan hak guna usaha (HGU) perkebunan. Dari hasil evaluasi tersebut pemerintah memutuskan akan mencabut sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja.

Selain itu pemerintah juga akan mencabut sebanyak 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare. Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan. Dan untuk Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektare juga akan dicabut. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi Bahlil Lahadia menyampaikan bahwa pemerintah sudah melakukan realisasi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebanyak 1.118 dari 2.078 rekomendasi pencabutan IUP. Adapun 1.118 pencabutan IUP meliputi 102 IUP di pertambangan Nikel (161.254 Ha), 271 IUP di pertambangan Batubara (914.136 Ha), 14 IUP di pertambangan Tembaga (51.563 Ha), 50 IUP di pertambangan Bauksit (311.294 Ha), 237 IUP di pertambangan Timah (374.031 Ha), 59 IUP di pertambangan Emas, dan 385 IUP mineral lainnya (365.296 Ha).

Sementara itu untuk realisasi pencabutan izin penggunaan Kawasan hutan hingga 24 April tercatat 15 izin yang telah dicabut dari total 192 izin berdasarkan rekomendasi izin penggunaan Kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebanyak 15 izin tersebut terdiri dari 3 Pelepasan Kawasan Hutan (PKH), dan 12 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

Baca Juga:

“Dari 2.078 izin, baru 1.118 izin yang dicabut dan berarti masih ada 900-an lebih. Target harusnya selesai April ini, tapi karena kita harus dengan hati-hati, kita harus cek betul, maka kami butuh waktu sampai dengan bulan depan,” kata Bahlil dalam konferensi pers, Senin (25/4).

Bahlil juga menegaskan bahwa pemerintah tidak berlaku semena-mena saat memutuskan untuk mencabut ribuan IUP. Setidaknya terdapat lima kriteria pencabutan IUP Mineral dan Batubara yang tidak berkegiatan, yakni perusahaan dinyatakan pailit, masa berlaku izin sudah habis, dan sudah ada Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) namun tidak mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) per bulan Juni 2021. Kemudian izin sudah lengkap namun tidak berkegiatan di lapagan/tidak direalisasikan, pemilik tidak jelas, dan izin hanya digunakan sebagai jaminan di Bank dan tidak direalisasikan.

“Karena harapan kita dengan diberikan izin ini maka kita bisa memacu proses percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan hilirisasi, sekaligus menciptakan nilai tambah di kawasan ekonimi baru, ini alasan dan tujuan dari pencabutan izin tersebut.” tambah Bahlil.

Ke depannya, Bahlil menyebut Presiden Jokowi akan mendistribusikan lahan dengan memberikan prioritas kepada organisasi kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah, organisasi gereja, dan organisasi kemasyarakakatan lainnya yang memiliki kontribusi terhadap negara.

Selain itu lahan-lahan tersebut juga akan didistribusikan kepada BUMD, BUMDes, koperasi, UMKM yang ada di daerah, yang bertujuan untuk mencapai asas keadilan dan kemerataan.

“Saat pencabutan izin selesai dilakukan, Presiden akan melakukan distribusi untuk mencapai keadilan. Jangan sampai IUP hanya dikuasai kelompok tertentu termasuk Kawasan hutan. Kalau lahan di Sulawesi diupayakan teman-teman di Sulawesi, tentunya profesional yang mengelola, yang punya kapasitas. Jangan pengusha yang cuma jual izin saja. Jadi kolaborasi dengan orang di daerah supaya orang daerah itu bisa kaya, jangan yang itu-itu saja yang kaya, sehingga pemerataan tehadap ekonomi terjadi,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring, berpendapat pencabutan izin tetap harus memperhatikan tanggungjawab hukum lainnya yang harus dipenuhi oleh korporasi, terutama bagi korporasi yang pernah dilakukan penegakan hukum.

Mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdapat beberapa korporasi yang pernah dijatuhkan sanksi maupun digugat oleh Pemerintah, bahkan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Raynaldo menambahkan terhadap korporasi yang masuk daftar evaluasi, penting untuk terus dipantau dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan HAM. “Tentunya ini untuk semua sektor termasuk pertambangan dan perkebunan karena hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan,” tandasnya.

Sedangkan peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, mengatakan langkah pemerintah mencabut ribuan izin perusahaan tambang tersebut sudah tepat. Dia menilai perusahaan tambang yang tidak melakukan kegiatan usaha sesuai perizinan tersebut dinilai tidak mendukung program pemerintah atau menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan sektor pertambangan.

Tags:

Berita Terkait