Pemerintah Pastikan Ambil Inalum
Berita

Pemerintah Pastikan Ambil Inalum

Jika Inalum dilepas begitu saja, negara akan merugi hingga AS$1,2 miliar.

MVT
Bacaan 2 Menit
Agus Martowardojo pastikan pemerintah ambil alih proyek<br> Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Foto: Sgp
Agus Martowardojo pastikan pemerintah ambil alih proyek<br> Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Foto: Sgp

 

Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan pemerintah mengambil alih proyek Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) paling lambat tahun 2013. “Jika tidak diambil pemerintah, nanti menjadi satu kehilangan besar bagi Indonesia,” ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (27/4).

 

Agus mengatakan, pengambilalihan ini penting karena Inalum memberikan nilai tambah yang baik bagi bangsa Indonesia. Jika Inalum dilepas begitu saja, negara akan merugi hingga AS$1,2 miliar.


Menurutnya, pemerintah akan mengambil alih perusahaan itu melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Setelah kembali ke tangan Indonesia, lanjut Agus Marto, pemerintah akan menjual kembali Inalum melalui proses tender.

"Akan kita tenderkan lagi untuk mengundang siapa yang berminat, tapi yang penting menjaga kontrak-kontrak yang jatuh tempo seperti ini kembali ke Indonesia," lanjutnya.

 

Inalum merupakan sebuah perusahaan patungan antara Indonesia dengan Jepang, yang bergerak dalam industri aluminium dengan kapasitas produksi sekitar 230.000-240.000 ton per tahun.


Pemerintah Indonesia menguasai kepemilikan sebesar 41,13 persen saham di perusahaan itu, sementara sisanya sebesar 58,87 persen dikuasai Jepang.


Inalum merupakan satu-satunya perusahaan lokal yang bergerak di sektor produksi aluminium. Selama ini, hasil produksi Inalum sebagian besar dikirim ke Jepang, dan Indonesia sendiri harus mengimpor alumunium dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.


Meski demikian, perundingan dengan Jepang terkait proyek Inalum masih berjalan. Proses negosiasi awal antara Indonesia dengan Jepang sudah dijajaki sejak Januari 2011 lalu setelah keluarnya Keputusan Presiden  No 27 Tahun 2010 tentang Tim Perundingan Proyek Asahan.


Negosiasi dengan Jepang akan menentukan apakah PT Inalum setelah 2013 akan dikuasai oleh Indonesia seluruhnya atau porsi saham Jepang akan tetap ada di Inalum atau kerja sama akan terus dilanjutkan.

 

Sebelumnya, Ketua Tim Teknis Negosiator Perundingan Indonesia-Jepang, Agus Tjahajana menegaskan dalam master agreement Indonesia-Jepang, sudah diatur bagaimana tata cara pengakhiran kontrak ini. Hasil negosiasi ini akan dibawa ke Ketua Tim Perundingan yakni Menteri Perindustrian MS Hidayat.

 

Master Agreement Indonesia-Jepang di PT Inalum ini ditandatangani pada tanggal 7 Juli 2005 di Tokyo antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Jepang, dan 12 investor Jepang. Mereka adalah Sumitomo Chemical company Ltd, Sumitomo Shoji Kaisha Ltd, Nippon Light Metal Company Ltd, C Itoh & Co, Ltd, Nissho Iwai Co, Ltd, Nichimen Co, Ltd, Showa Denko K.K, Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co, Ltd, Mitsui & Co, Ltd.

 

Pemerintah Jepang dan keduabelas investor tersebut kemudian mendirikan perusahaan investasi NAA pada tanggal 25 November 1975. PT Inalum sendiri didirikan dua bulan setelah itu, pada tanggal 6 Januari 1976 di Jakarta. Kepemilikan saham antara Pemerintah Indonesia dan NAA berubah beberapa kali. Pada saat pendirian, pemerintah memiliki 10 persen dan NAA 90 persen.

 

Pada bulan Oktober 1978, rasio kepemilikan berubah menjadi 25 persen berbanding 75 persen. Sembilan tahun kemudian, pada Juni 1987, kepemilikan saham pemerintah Indonesia bertambah menjadi 41,13 berbanding saham NAA 58,87 persen. Namun, jumlah ini sedikit berkurang sejak 10 Februari 1998, dimana pemerintah Indonesia memiliki 41,2 persen saham dan NAA memiliki 58,88 persen.

 

Keinginan pemerintah ini senada dengan suara berbagai kalangan di dalam negeri. Beberapa waktu lalu, DPRD Sumatera Utara meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengakhiri kontrak kerjasama ini. Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, meyakini teknologi peleburan aluminium PT Inalum sudah dikuasai Indonesia secara mandiri.

 

"Karena Inalum merupakan proyek persahabatan Indonesia-Jepang, maka sebagai sahabat Jepang pantas melepaskan proyek ini. Apalagi 30 tahun banyak menguntungkan pihak Jepang," katanya seperti dikutip dari suarakaryaonline.

 

Lebih jauh Chaidir mengatakan, selama ini Indonesia hanya mendapatkan laporan neraca keuangan Inalum disebutkan merugi puluhan tahun. Baru lima tahun belakangan, menjelang berakhirnya kontrak Inalum, dinyatakan mendapat profit.

 

Selain itu, kata Chaidir, Presiden juga diminta melibatkan pihak Pemprov Sumut dalam negosiasi pemutusan kontrak dan pengelolaan Inalum ke depan. Hal ini agar keberadaan Inalum bisa dirasakan masyarakat Sumut.

 

"Kami (DPRD Sumut) juga membentuk pansus (panitia khusus) agar ada kekuatan politik dan hukum terkait berakhirnya kontrak dan masalah pengelolaan Inalum ke depan. Pansus ini cakupan kerjanya luas. Ini menjadi representasi dari rakyat Sumut," ucapnya.

 

Wacana yang berkembang, Jepang sudah rela melepas Inalum karena dianggap tidak begitu menguntungkan. Kontribusi Inalum ke kebutuhan alumunium Jepang tidak begitu tinggi, kurang dari 20 persen.

 

Meski demikian, Indonesia masih mempertimbangkan untuk sepenuhnya "menendang" Jepang dari Inalum. Sebabnya, Inalum adalah salah satu proyek yang jadi simbol hubungan baik kedua negara.

 

Tags: