Pemerintah Optimis Target Investasi 2013 Tercapai
Berita

Pemerintah Optimis Target Investasi 2013 Tercapai

Perkembangan ekonomi bisa mengubah capaian target yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya

FAT
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Optimis Target Investasi 2013 Tercapai
Hukumonline

Meski terjadi perlambatan pada pertumbuhan konsumsi, pemerintah tetap optimis target investasi tahun ini sebesar Rp390 triliun dapat tercapai. Hal itu diutarakan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mahendra Siregar saat ditemui di sela-sela Seminar HUT LPS ke-8 di Jakarta, Senin (23/9).

"Kalau saya lihat investasi tidak akan berbeda dengan target untuk keseluruhan tahun 2013 yang ditetapkan mendekati RP390 triliun. Kalau angka itu mustinya bisa," kata Mahendra.

Dari catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi hingga semester I-2013 telah mencapai Rp192,8 triliun. Meski masih jauh dari target 2013, angka ini dinilai Mahendra bisa mendekati target yang sudah ditetapkan. Tapi, lanjut Mahendra, jika dikaitkan dengan target investasi tahun 2014 sebesar Rp506 triliun, perlu dilihat perkembangan ekonomi ke depannya.

Atas dasar itu, ia sepakat, jika perkembangan ekonomi bisa mengubah capaian target yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya. "Sejalan dengan penyesuaian pertumbuhan ekonomi di tahun depan mesti dilihat lagi apakah angka yang sudah disebut-sebut sebagai target investasi tahun depan itu masih bisa dicapai atau memang ada penyesuaian," kata Mahendra.

Perubahan target terjadi lantaran pemerintah menyesuaikan perkembangan ekonomi yang terjadi. Selain itu, respon dari pihak-pihak terkait investasi juga perlu diperhatikan dalam pencapaian target tersebut. "Jangan kita tidak menyesuaikan angka-angka kita dan justru menimbulkan pertanyaan tersendiri," katanya.

Lebih jauh, Mahendra mengatakan perubahan target pada pertumbuhan konsumsi di RAPBN 2014 merupakan jawaban dari perkembangan ekonomi yang terjadi di dalam negeri saat ini. Atas dasar itu, pemerintah tetap berkeyakinan pertumbuhan konsumsi di tahun depan tak jauh berbeda dengan 2013, yakni berada di sekitar angka enam persen.

"Melambat atau tidak itu sejalan dengan apa yang kita masukkan ke dalam revisi APBN maupun tingkat pertumbuhan kita mungkin tidak akan mencapai enam persen, tahun depan mungkin di kisaran yang sama, jadi tetap proporsional saya melihatnya, tidak merupakan hal yang luar biasa terhadap updating dari tingkat pertumbuhan itu sendiri," tutur Mahendra.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan terpengaruh dari perlambatan pertumbuhan konsumsi dan capaian target investasi yang telah ditetapkan pemerintah. Mahendra mengatakan, selama kedua angka perlambatan konsumsi dan investasi terus konsisten, maka tak akan terjadi ekspektasi yang berlebihan.

"Jadi saya rasa wajar kalau ada refleksi di dalam konsumsi maupun investasi yang ditunjukkan oleh konsumsi semen misalnya, jadi itu konsisten angka-angkanya," kata Mahendra.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi akan terjadi perubahan dari perkiraan sebelumnya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bi Difi A Johansyah mengatakan, dari hasil RDG bulanan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 akan menjadi 5,8 persen-6,2 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 6,0 persen-6,4 persen.

Menurut Difi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diakibatkan masih terdapatnya perlambatan ekonomi dan ketidakpastian keuangan global. "Bahkan, pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yakni sebesar 3,5 persen dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,7 persen," katanya, Kamis (12/9).

Selain melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya di negara emerging market seperti China dan India. Komoditas dunia juga masih menurun, kecuali harga minyak. Sedangkan dari dalam negeri, perlambatan ekonomi terlihat dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BI. Seperti, survei penjualan eceran dan survei konsumsi rumah tangga yang cenderung melambat pada semester II-2013.

"Hal ini disebabkan sejumlah indikator seperti impor barang modal, penjualan alat-alat berat dan konsumsi listrik industri manufaktur akan mengalami kontraksi," tutup Difi.

Tags: