"Sekarang tinggal siapa yang menandatangani dari pemerintah. Semua hati-hati karena tidak ingin ke belakang hari ada apa-apa, jadi minta pendapat dari Jaksa Agung," kata Basuki Hadimuljono dalam rilis Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Jakarta, Senin.
Menurut Basuki, Keputusan Presiden terkait dengan pencairan dana talangan Rp827 miliar tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Namun, lanjutnya, pemerintah sedang meminta pendapat hukum dari Jaksa Agung soal siapa yang seharusnya menandatangai perjanjian utang dana talangan tersebut.
"Jadi siapa yang approve untuk menandatangani perjanjian, apakah Menkeu sebagai bendahara umum negara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai pengarah, atau Kepala BPLS sebagai kuasa pengguna anggaran," katanya.
Menurut dia, surat terkait meminta pendapat hukum tersebut telah dibaca oleh Jaksa Agung dan pihaknya kini sedang menunggu respons. Bila jawaban telah diterima, maka dapat segera ditandatangani.
Sebelumnya, Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama-sama dengan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai kebijakan pemerintah mengucurkan dana talangan Rp781 miliar bukanlah solusi permasalahan lumpur Lapindo.
Siaran pers bersama yang diterima di Jakarta, Kamis (25/6), menyebutkan, dana talangan senilai Rp781 miliar kepada pihak PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) guna pelunasan dan pembayaran ganti rugi lahan serta bangunan akibat semburan lumpur Lapindo, dengan jangka waktu 4 tahun dengan jaminan aset tanah korban yang sudah diganti rugi oleh pihak perusahaan sebesar Rp3,03 triliun, tidak lebih dari sekadar transaksi ekonomi melalui pengambilalihan aset, tanpa upaya penyelesaian menyeluruh atas permasalahan lumpur Lapindo itu sendiri.
Kontras dan Jatam mengingatkan pada tanggal 29 Mei 2007, setahun setelah bencana semburan lumpur Lapindo, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah mengeluarkan hasil pemeriksaan terkait dengan penanganan atas bencana lumpur Lapindo.
Berdasarkan temuan hasil pemeriksan tersebut ditemukan sejumlah pelanggaran tekait dengan perizinan dan pengawasan eksplorasi sumur Banjarpanji-1, pelaksanaan eksplorasi sumur Banjarpanji-1, hingga ketiadaan pengawasan eksplorasi migas oleh Pemerintah (BP Migas dan Departemen ESDM), yang mengindikasikan terjadi dugaan pelanggaran prosedur dan peraturan mulai dari proses tender, peralatan teknis hingga prosedur teknis pengeboran sumur-sumur minyak di Sidoarjo.