Pemerintah Minta Pemda Selesaikan RDTR untuk Kepentingan OSS
Terbaru

Pemerintah Minta Pemda Selesaikan RDTR untuk Kepentingan OSS

RDTR yang tidak lengkap dinilai akan menghambat proses perizinan melalui OSS Berbasis Risiko.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko resmi diluncurkan pada 9 Agustus lalu. Menteri Investasi/Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menyebut pelayanan perizinan lewat OSS Berbasis Risiko sudah stabil dan siap digunakan. Sistem ini akan terhubung ke kabupaten kota, provinsi, kementerian/lembaga dan pusat yakni Kementerian Investasi/BKPM. Selanjutnya Kementerian Investasi/BKPM akan membangun sistem untuk daerah-daerah yang belum mendapatkan aliran listrik dan jaringan internet secara memadai.

Namun beberapa pekan setelah OSS Berbasis Risiko diluncurkan, pelaku usaha menemukan kendala terkait proses perizinan. Dalam sesi wawancara bersama Hukumonline, Konsultan Easybiz Febriana Artineli menyebut beberapa kendala dalam proses perizinan salah diantaranya terkait dengan KBLI dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Dalam rezim OSS Berbasis Risiko, RDTR merupakan syarat wajib untuk proses perizinan. Hal tersebut jelas diatur dalam PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Setiap kepala daerah wajib mengintegrasikan RDTR ke dalam sistem OSS Berbasis Risiko dalam bentuk digital.

Pasal 53 PP 21/2021 menyatakan, Menteri dan kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal wajib mengintegrasikan RDTR KPN dalam bentuk digital ke dalam sistem OSS. (Baca: Begini Gambaran Umum Pelaksanaan OSS Berbasis Risiko)

Sedangkan Pasal 103 menyatakan, Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalur OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Febri mengatakan bahwa sejauh ini sistem RDTR belum terintegrasi dengan OSS Berbasis Risiko. RDTR yang tersedia masih sangat terbatas dan belum lengkap. Selain itu adanya syarat RDTR dalam proses perizinan di OSS Berbasis Risiko dinilai dapat memberikan dampak terhadap sektor UMKM yang selama ini banyak menjalankan usaha dari rumah.

“RDTR itu ada tapi belum teintegrasi dengan OSS. Pemda seperti setengah hati, mungkin mereka takut ada dampak ke daerah mereka, tapi kalau tidak ada RDTR maka pelaksanaan OSS Berbasis Risiko tidak akan maksimal. Untuk RDTR ini juga memberatkan UMK, dulu di DKI Jakarta untuk UMK bisa melakukan usaha dari rumah. Tapi saat ini karena ada aturan tata ruang dan pernyataan output OSS UMK harus sesuai tata ruang sehingga pebisnis UMK protes kenapa UMK harus sesuai dengan zonasi tata ruang,” jelas Febri kepada Hukumonline.

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian (Menko) Airlangga Hartanto menjelaskan bahwa OSS Berbasis Risiko terintegrasi dengan PTSP yang ada di daerah. Mengingat pentingnya RDTR, Airlangga mengingatkan kepada seluruh pemda untuk segera menyelesaikan RDTR agar tidak menghambat proses perizinan di OSS Berbasis Risiko.

“Dari sistem sudah live, tapi OSS tidak sendirian, di provinsi dan kabupaten kota ada PTSP. Berharap ini sudah terintegrasi, dan berikut yang menjadi basis OSS adalah terkait tata ruang. Diharapkan RDTR bisa diselesaikan oleh seluruh kabupaten kota dan provinsi sehingga OSS lengkap untuk memperoleh proses perizinannya. Kalau RDTR belum selesai di beberapa daerah, maka proses memperoleh izin akan terhambat,” kata Airlangga, Selasa (24/8).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran Online Single Submission Berbasis Risiko atau OSS Risk Based Approach (OSS RBA) pada Senin, (9/8). Peluncuran OSS Berbasis Risiko ini dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Dalam sambutannya Jokowi mengatakan bahwa OSS Berbasis Risiko merupakan bagian dari reformasi struktural di sektor perizinan. Pembangunan sistem OSS berbasis risiko ini bertujuan untuk memangkas prosedur perizinan dan mempermudah masuknya investasi. Dengan demikian, iklim berusaha di Indonesia akan semakin kondusif, kepercayaan investor semakin meningkat, dan tentunya memberikan kemudahan berusaha untuk sektor UMKM.

Jokowi melanjutkan, kemudahan berusaha yang disajikan oleh OSS Berbasis Risiko diharapkan dapat menarik investasi dan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, dan menjadi solusi atas persoalan banyaknya pengangguran sebagai akibat pandemi Covid-19.

“Negara kita masuk peringkat ke-73 dalam EODB, itu artinya sudah masuk dalam katerori mudah, tapi belum cukup kategori itu. Kita harus mampu tingkatkan lagi dari mudah menjadi sangat mudah dan itu target. Kuncinya ada di reformasi perizinan  berusaha yang terintegrasi, cepat dan sederhana sekaligus menjadi instrumen daya saing untuk menarik investasi,” jelas Jokowi

Dengan OSS Berbasis Risiko, Jokowi meyakini akan membawa dampak yang sangat signifikan untuk iklim usaha di Indonesia karena perizinan disesuaikan dengan tingkat risiko usaha. Untuk itu Jokowi menghimbau kepada jajaran menteri, gubernur, walikota dan bupati untuk dispilin mengkikuti kemudahan berusaha sesuai OSS Berbasis Risiko.

Bahlil Lahaladia menambahkan bahwa OSS dibangun sejak Maret 2021 pasca penandatangan PP sebagai implementasi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebelum resmi diluncurkan hari ini, Kementerian Investasi/BKPM telah melakukan uji coba pada Rabu (4/8).

Tags:

Berita Terkait