Pemerintah Langgengkan Konflik di Perkebunan Sawit
Berita

Pemerintah Langgengkan Konflik di Perkebunan Sawit

Memberi keleluasaan perusahaan sawit kuasai lahan tanpa alas hak paling kuat.

INU
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi panen sawit. Foto : sawitwatch.or.id
Ilustrasi panen sawit. Foto : sawitwatch.or.id

Pemerintah dituding membiarkan gurita korporasi di sektor perkebunan. Hal ini hanya akan melanggengkan konflik agraria yang masih terjadi.

Demikian pendapat Aliansi Kebun untuk Rakyat dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (14/6). Pendapat itu untuk menyikapi rancangan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) pengganti Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Mentan Suswono pernah menyatakan Permentan baru siap disahkan Mei 2013 karena tak ada lagi perbedaan dengan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan Pembangunan (UKP4).

Permentan 26 Tahun 2007 adalah operasionalisasi dari Pasal 17 UU No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Terutama mengenai penggunaan tanah untuk perkebunan, luasan tanah tertentu, izin usaha perkebunan, serta pola kemitraan.

Aliansi curiga akan tindakan pemerintah, karena tak menggelar konsultasi sejak gagasan revisi mengemuka pada 2012. Pemerintah hanya berkonsultasi denga korporasi dan ahli-ahli perkebunan yang pro korporasi. Tanpa mendengar masukan dari pekebun mandiri maupun para pegiat isu perkebunan.

Alhasil, dari penelitian yang dilakukan aliansi akan draf Rapermentan pada 20 Mei 2013, memuat isi yang jauh dari ekspetasi. “Serta jauh mandae Pasal 1 UU Perkebunan, yaitu mewujudkan kesejahteraaan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat,” ujar anggota aliasi, Andi Muttaqien dari Elsam di Jakarta, Jumat (14/6).

Aliansi mencatat sejumlah ketentuan dalam draf Permentan yang tidak sejalan dengan UU Perkebunan. Seperti pembatasan kepemilikan perkebunan untuk grup perusahaan. Pasal 15 ayat (3) draf Rapermentan, satu kelompok usaha hanya boleh memiliki total Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia seluas 100 ribu hektare (ha). Pembatasan ini berlaku untuk izin baru.

Pembatasan ditujukan guna menghindari kartel penguasaan lahan kelapa sawit dan perkebunan lain. Sekaligus mencegah bisnis suatu kelompok usaha menggurita di sektor perkebunan. Apalagi ketersediaan lahan perkebunan makin terbatas.

Tags:

Berita Terkait