Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dianggap untuk menghindari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan juga minimnya partisipasi publik. Tapi tudingan tersebut ditampik pemerintah. Pemerintah mengklaim telah menyerap berbagai aspirasi dari berbagai pihak dalam pembentukan Perppu 2/2022 tersebut.
“Sebelum kita mengeluarkan Perppu, pemerintah khususnya Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan sosialisasi dan serap aspirasi di berbagai kabupaten/kota,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah di Jakarta, Minggu (8/1/2023) kemarin.
Dia menerangkan tahapan sosialisasi dilalui sebelum akhirnya memutuskan menerbitkan Perppu 2/2022. Konsekuensi dari sosialisasi, adanya masukan dari berbagai kalangan dalam pembentukan Perppu 2/2022. Menurutnya, sosialisasi digelar secara terbuka dan melalui proses panjang di sejumlah daerah dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Mantan anggota DPR periode 2014-2019 itu mengklaim para pemangku kepentingan antara lain dari kalangan pengusaha, serikat pekerja dalam rangka mempertemukan kepentingan kedua belah pihak. Seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Sayangnya, serikat pekerja dimaksud, Ida enggan menyebutkan secara gamblang.
“Kita juga datang di perguruan tinggi, kita juga meminta lembaga independen melakukan kajian terhadap UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” klaimnya.
Baca Juga:
- Penjelasan Menkopolhukam Terkait Polemik Terbitnya Perppu Cipta Kerja
- MK Diminta Segera Jadwalkan Pengujian Perppu Cipta Kerja
- Kekuasaan Presiden dalam Mengeluarkan Perppu
Ia melanjutkan hasil dari sosialisasi di sejumlah daerah berupa aspirasi diformulasikan sebagai penyempurnaan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK melalui Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Menurutnya, setelah terbitnya Perppu 2/2022, seluruh pihak diminta memahami dan menaati aturan teranyar tersebut hingga DPR memberikan persetujuan menerima terhadap beleid tersebut.