Pemerintah kembali Tolak Gugatan Citizen Lawsuit
Berita

Pemerintah kembali Tolak Gugatan Citizen Lawsuit

Presiden SBY yang jadi Tergugat I dinyatakan Majelis tak hadir. Gugatan dinilai serampangan dan ngawur dengan hanya melandaskan pada preseden putusan yang belum berkekuatan hukum tetap.

NNC
Bacaan 2 Menit

 

Tony Sinay, salah satu anggota Tim JPN, mengatakan, gugatan semacam itu tidak diatur dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Karena itu, Tim JPN menolak segala bentuk gugatan apa pun yang belum diatur dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia. Ia menambahkan, gugatan yang diakui di Indonesia hanyalah gugatan perwakilan kelompok lewat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1/2002.

 

Adanya preseden pengakuan gugatan Citizen Lawsuit oleh pengadilan antara lain dalam Perkara Gugatan Ujian Nasional dan tragedi Nunukan, dianggap JPN prematur dan tak bisa dijadikan acuan. Kedua putusan itu, ujar Tony, tidak bisa dijadikan landasan hakim menerima gugatan karena belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan masih dalam tahap upaya banding.

 

JPN malah mengingatkan majelis hakim dengan mengutip pendapat Prof. Sudikno Mertokusumo dalam sebuah kolom artikel. Dalam tulisannya, Guru Besar hukum acara perdata Universitas Gadjah Mada itu memaparkan, seorang hakim tidak dapat menciptakan peraturan yang mengikat umum. Lembaga hukum acara perdata asing, tulisnya, sepanjang  belum ada landasan Undang-Undang, demi kepastian hukum, tidak dapat diterapkan. Kebebasan hakim tidaklah mutlak, dibatasi UU, ketertiban umum dan kesusilaan. Penerobosan hakim tidak dapat asal dilakukan, ada metode dan aturan mainnya, begitu kira-kira Soedikno memberi lampu kuning pada  para hakim.

 

Akan halnya JPN yang mewakili para Tergugat, kuasa hukum dari tujuh perusahaan yang turut Tergugat termasuk PT Jasa Marga Tbk, mempunyai tanggapan serupa. Dalam tanggapan tertulis,  Mulyadi—kuasa hukum para Turut Tergugat dari Kantor Hukum NSMP, menegaskan, meski hakim hendak melakukan terosan dengan mengakui dan menerapkan lembaga hukum acara perdata asing, prosedur pengajuan citizen lawsuit tidak dipenuhi dengan baik oleh TAMPOL.

 

Prosedur itu antara lain sebagaimana praktek hukum acara serupa di Amerika Serikat dan juga dalam gugatan atas sistem ujian nasional di Indonesia. Di Negeri Paman Sam, gugatan citizen lawsuit mensyaratkan adanya notifikasi alias pemberitahuan pada Tergugat dalam jangka waktu 60 hari sebelum diajukan gugatan. Mulyadi menunjukkan aturan soal notifikasi itu dalam Section 505 US Federal Water Pollution Control Act (CWA).

 

Menengok ke belakang di dalam negeri—putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan sistem ujian nasional—Mulyadi juga melihat dalam prosesnya, Penggugat telah melakukan Somasi Terbuka sebulan sebelum gugatan didaftarkan. Lantaran secuil prosedur yang belum dilakukan itulah, Mulyadi menganggap gugatan TAMPOL mengatasnamakan pengguna jalan tol tersebut serampangan dan ngawur. 

 

Lagi pula, Mulyadi menganggap gugatan yang didalilkan para Penggugat salah alamat. Penggugat, ujar Mulyadi, meminta pada Tergugat untuk membatalkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi ranah Peradilan Tata Usaha Negara. Padahal, citizen lawsuit pada dasarnya merupakan gugatan perdata. Putusannya, penyelenggara negara dihukum untuk mengeluarkan suatu peraturan yang bersifat mengatur umum supaya kelalaian tak terulang lagi.

 

Usai sidang, Soedaryatmo, salah satu anggota kuasa hukum TAMPOL, menganggap enteng dalil-dalil tanggapan para Tergugat dan Turut Tergugat itu. Ia mengakui bahwa TAMPOL belum pernah menggelar somasi terbuka atau notifikasi. Tapi itu bukan syarat, ujarnya. Setidaknya, dalam catatan dia, putusan majelis yang menerima gugatan citizen lawsuit perkara Nunukan juga tidak didahului adanya somasi terbuka. Dalam catatan hukumonline, putusan perkara Nunukan yang menang di pengadilan Negeri Jakarta Pusat dianulir oleh  Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.  

Tags: