Pemerintah Harus Perbaiki Regulasi Pembenihan Tanaman
Berita

Pemerintah Harus Perbaiki Regulasi Pembenihan Tanaman

Agar sesuai putusan MK atas UU No.12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Harus Perbaiki Regulasi Pembenihan Tanaman
Hukumonline

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Petani Pemulia Tanaman, mendesak pemerintah segera memperbaiki segala regulasi yang berkaitan dengan pembenihan tanaman. Menurut anggota koalisi dari Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS), Gunawan, revisi itu selaras dengan putusan MK yang menganulir sejumlah pasal dalam UU Sistem Budidaya Tanaman. Salah satu putusan itu menyebut petani keluarga atau berskala kecil boleh melakukan pemuliaan bibit atau benih serta mengedarkannya.

Menurut Gunawan, sebelum ada putusan MK itu, petani kecil yang hendak melakukan pemuliaan benih harus mendapat izin terlebih dahulu serta mengikuti mekanisme prosedural yang ditetapkan. Ironisnya, jika si petani melakukan pembudidayaan tanaman tanpa izin maka tidak mendapat bantuan atau subsidi dari pemerintah. Bahkan, Gunawan melihat jika lokasi tempat petani yang melakukan pemuliaan tanaman itu terdapat perusahaan yang memproduksi benih, maka petani itu berpotensi besar dikriminalisasi.

Apalagi, sejak UU Sistem Budidaya Tanaman diterbitkan, benih buatan pabrik lebih diutamakan dan privatisasi benih merajalela. Gunawan mengatakan fenomena itu bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia. “Jadi putusan MK ini bisa menjadi rujukan atau yurisprudensi di berbagai negara lainnya,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta.

Agar sesuai putusan MK, Gunawan mengusulkan pemerintah memberikan lahan kepada petani kecil untuk mebudidaya benih. Sebab, sebagian besar petani yang mampu menciptakan benih, posisinya hanya buruh tani. “Ini ironis, yang punya keahlian budidaya malah petani gurem atau buruh tani (tidak punya tanah,-red),” tukasnya.

Pada kesempatan yang sama, anggota koalisi dari Farmer's Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (Field), Aditiajaya, mengatakan sejak UU Sistem Budidaya Tanaman berlaku, petani melakukan kegiatan pengembangan bibit secara sembunyi-sembunyi. Sebab, sebagaimana dijelaskan Gunawan, banyak hal yang dirasa memberatkan petani yang ingin melakukan pengembangan bibit. Namun, dengan putusan MK atas UU Sistem Budidaya Tanaman, sekarang petani yang melakukan pemuliaan benih itu mulai menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah.

Dengan begitu diharapkan pemerintah dapat membantu petani melakukan pemuliaan benih dan mengembangkannya lebih luas lagi. Selain itu Adit berharap pemerintah melakukan sosialisasi atas putusan MK itu kepada jajarannya dari tingkat pusat sampai daerah. Sehingga, peraturan yang nantinya diterbitkan pemerintah sejalan dengan amanat putusan MK. “Agar pemerintah bisa menerbitkan putusan dengan tepat,” ujarnya.

Adit menilai pemerintah juga perlu membentuk regulasi yang isinya memberi perlindungan atas pengembangan benih yang dilakukan petani. Pasalnya, setiap daerah punya benih yang khas dan petani membudidayakannya untuk memenuhi kebutuhan benih. Atas dasar itu Adit melihat petani di daerah tergolong mampu memenuhi kebutuhan akan benih. Untuk menjaga kondisi itu ia mengusulkan agar subsidi pemerintah untuk petani diarahkan pada pengembangan dan membudidayakan benih tanaman lokal. “Ke depan, peraturan, program dan anggaran harus segera digulirkan,” tandasnya.

Sementara anggota koalisi dari Aliansi Petani Indonesia (API), Lutfiyah Hanim, menegaskan pemerintah harus merevisi bermacam kebijakan lama yang berkaitan dengan sistem pembenihan. Misalnya, selama ini pemerintah mengucurkan subsidi benih. Namun, Lutfiyah merasa bantuan itu mengakibatkan petani kecil tidak punya kesempatan menciptakan dan mengedarkan benih. Mengacu hal tersebut pemerintah dituntut untuk melibatkan petani dalam pemuliaan benih.

Dari pantauannya, Lutfiyah mengatakan dari pemuliaan benih yang dilakukan, petani mampu menghasilkan ribuan varietas untuk satu jenis tanaman. Seperti padi, petani mampu menghasilkan sampai 6 ribu varietas, sedangkan perusahaan yang memproduksi benih hanya bisa menciptakan varietas yang jumlahnya sedikit. Untuk menjaga kegiatan pemuliaan benih, Lutfiyah mengapresiasi putusan MK karena dapat mengubah cara pandang pemerintah dan banyak pihak bahwa benih hasil pemuliaan petani harus diberi dukungan penuh ketimbang benih komersil.

Menurut Lutfiyah revisi juga perlu dilakukan terhadap peraturan yang berkaitan dengan sertifikasi benih. Pasalnya, ada Peraturan Menteri Pertanian yang mengatur agar benih tanpa izin tidak boleh diedarkan. Sementara penerbitan izin sangat memberatkan petani kecil karena harus melewati berbagai proses.

Misalnya, benih hasil pemuliaan harus diuji coba pada berbagai musim di puluhan lokasi. Setelah mendapat izin atau sertifikasi, Menteri Pertanian melakukan pelepasan benih. Kemudian, benih hasil pemuliaan itu baru dapat diedarkan. Walau mendesak supaya ketentuan sertifikasi itu segera direvisi agar tidak memberatkan petani kecil, namun Lutfiyah mengatakan peraturan itu tetap berlaku untuk perusahaan yang memproduksi benih. Terlebih lagi untuk tanaman transgenik, harus melewati proses tambahan. “Perusahaan harus mengikuti aturan itu,” ucapnya.

Sedangkan ketua umum serikat petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menegaskan pemuliaan benih yang dilakukan petani bersinggungan dengan kedaulatan pangan. Oleh karena itu, Henry menganggap pembudidayaan benih yang dilakukan petani dapat menjawab persoalan ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia. Namun ia mengingatkan masalah ketahanan pangan berkaitan dengan sebuah proses yang panjang. Mulai dari produksi sampai distribusi.

Untuk membenahi hal itu, Henry mendesak pemerintah menggugurkan UU No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten. Menurutnya, kedua peraturan itu dapat menghambat kegiatan petani kecil melakukan pemuliaan tanaman. Namun, jika ke depan pemerintah tidak melakukan tindak lanjut, merevisi atau menyesuaikan kebijakan yang ada dengan putusan MK, maka koalisi akan melakukan upaya hukum. “Petani butuh dukungan agar mampu menjaga ketahanan pangan,” tegasnya.

Tags: