Sayang, hingga saat ini permasalahan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia belum terselesaikan. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Bidang Ekonomi Sofjan Wanandi mengakui hal tersebut. Laju perekonomian terhambat akibat persoalan ini karena produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri.
“Paling besar itu logistik di mana ongkos kita kalah bersaing dengan negara luar,” kata Sofjan dalam dialog “Reformasi Perizinan untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur” di Kantor BKPM Pusat, Jakarta, Rabu (03/9).
Menurut Sofjan, infrastruktur Indonesia kalah jauh dibanding negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Pada posisi ini, lanjutnya, pemerintah harus bertanggungjawab untuk infrastruktur yang harus segera dibangun dan dibenahi.
Pembenahan dan pembangunan infrastruktur merupakan hal yang harus menjadi fokus pemerintah saat ini. Terutama, infrastruktur jalan untuk menggenjot daya saing produk dalam negeri. “Karena dengan begitu turut pula menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.
Sofjan menilai, secara keseluruhan infrastruktur merupakan prioritas utama yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Lantaran, permasalahan infrastruktur ini menimbulkan berbagai masalah bagi Indonesia. Ia juga meminta kepada para Menteri terkait untuk mengubah pola pikir dalam pembangunan nasional. Salah satu caranya adalah dengan mempercepat proses perizinan agar para investor mau membantu pemerintah dalam membangun infrastruktur dalam negeri. "Ini urgen untuk pembangunan," tuturnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengungkapkan bahwa arus investasi asing yang masuk ke Indonesia sepanjang Semester I 2015 adalah yang tertinggi di ASEAN. Dia merujuk data pihak ketiga, Financial Times, di mana sepanjang Semester I 2015 arus investasi yang masuk ke Indonesia sebesar AS$13,66 miliar atau 31% dari seluruh investasi asing yang masuk ke ASEAN. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan Vietnam sebesar AS$7,53 miliar (17%) dan Malaysia sebesar AS$7,01 miliar (16%).
Data ini memberikan gambaran bahwa di tengah kondisi ekonomi global yang melambat, Indonesia masih potensial sebagai negara tujuan investasi utama di ASEAN. “Data ini juga mengonfirmasi penurunan nilai tukar rupiah dan pelambatan ekonomi Indonesia belum mempengaruhi arus investasi asing yang masuk ke Indonesia,” kata Franky.
Dia menambahkan secara global arus investasi sepanjang Semester I 2015 sebesar AS$ 311 miliar, menurun 15,8% dibandingkan Semester I 2014 sebesar UA$ 369,5 miliar. Meski pun demikian, Asia-Pasifik menjadi satu-satunya wilayah yang masih mencatatkan pertumbuhan arus investasi positif. Arus investasi yang masuk ke Asia Pasifik Semester I 2015 naik 9,2% sebesar AS$137,3 miliar dibandingkan Semester I 2014 AS$125,8 miliar.
Menurutnya, ada dua catatan yang bisa digarisbawahi dari negara asal investasi yang masuk ke ASEAN. Pertama, negara sepuluh besar asal investasi ke ASEAN, sudah sejalan dengan negara fokus pemasaran investasi yang ditetapkan BKPM.
Selanjutnya, Franky menegaskan tantangan BKPM ke depan adalah mengonversi minat yang cukup tinggi arus investasi asing yang masuk ke ASEAN ini dapat terealisasi secepatnya. Pada tahun ini BKPM menargetkan realisasi investasi sebesar Rp519,5 triliun. Hingga semester I 2015, tercatat realisasi investasi sebesar Rp259,7 triliun atau 50% dari target 2015.