Pemerintah Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja ke Berbagai Daerah
Berita

Pemerintah Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja ke Berbagai Daerah

Dengan harapan aturan turunan dari UU Cipta Kerja nantinya mampu mengakomodasi seluruh aspirasi dan menampung seluruh masukan dari pelaku usaha dan masyarakat.

M. Agus Yozami
Bacaan 6 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES

Pemerintah turun ke daerah untuk mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah berkeinginan untuk menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan dengan harapan aturan turunan dari UU Cipta Kerja nantinya mampu mengakomodasi seluruh aspirasi dan menampung seluruh masukan dari pelaku usaha dan masyarakat.

Pada Jumat (27/11), diselenggarakan acara serap aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Pajak, dan Retribusi Daerah, Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah serta Ketenagakerjaan, Badung, Bali. Dalam kesempatan ini, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan Pemerintah melalui UU Cipta Kerja akan mengevaluasi tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) agar lebih ramah dengan iklim usaha di Indonesia.

"Pemerintah melalui UU Cipta kerja ini menata ulang kembali salah satunya untuk PDRD-nya. Kita tahu banyak pajak daerah dan retribusi daerah dengan tarif tinggi dapat menghambat investasi di daerah. Jika tinggi PDRD-nya perusahaan-perusahaan usaha itu tidak mau melakukan investasi di daerah," kata Iskandar seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan nantinya jika ditemukan ada peraturan daerah (Perda) yang tidak mendukung iklim usaha maka dari pemerintah pusat akan melakukan pengawasan terkait pajak daerah dan retribusi daerah.

"Nanti kalau ada perda-perda yang tidak mendukung iklim usaha maka pemerintah pusat akan melakukan pengawasan terhadap Perda terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri akan mengevaluasi, supaya sejalan untuk mendukung iklim usaha di Indonesia," katanya.

Sedangkan, yang menjadi kewenangan otonomi daerah berupa pengaturan bagi pemerintah daerah setempat, apabila menemukan penerapan PDRD yang tidak sesuai aturan agar segera diluruskan. (Baca: Pentingnya Peran Pemda untuk Mengimplementasikan UU Cipta Kerja)

"Jadi pemerintah dalam hal ini sebagai wasit untuk kesejahteraan rakyat dengan penciptaan lapangan kerja tadi itu. Tujuan otoritas daerah itu kan mensejahterakan rakyatnya, bukan semata-mata menaikkan PAD tapi rakyatnya yang sengsara. Itu yang kita nggak mau, yang pasti untuk mendukung iklim usaha," jelasnya.

Dalam kesempatan ini, ia memaparkan 11 klaster dalam UU Cipta Kerja, yaitu untuk meningkatkan ekosistem investasi, perizinan berusaha, ketenagakerjaan, dukungan UMKM, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan tanah, pengawasan kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan PSN, administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.

Sedangkan substansinya, jika dilihat dari masing-masing klaster, kata dia, ada peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan bursa yang akan diterapkan dalam penerapan perizinan berbasis risiko. "Sehingga untuk mempermudah perizinan berusaha, untuk mendorong iklim investasi yang menjadi lebih baik menjadi tujuan utamanya dalam rangka penciptaan lapangan kerja," katanya.

Dalam acara yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Iskandar Simorangkir, mengatakan bahwa tujuan utama adanya UU Cipta Kerja memudahkan perizinan untuk membuka usaha baru, mendorong penciptaan lapangan kerja dan mendukung pemberantasan korupsi.

"Dengan UU Cipta Kerja, iklim usaha akan menjadi lebih baik, perizinannya menjadi lebih cepat, menjadi lebih gampang, tidak berbelit belit lagi, sebagai contoh untuk UMKM tidak perlu izin, hanya terdaftar saja. Kemudian jika ingin mendirikan Perseroan atau PT bisa satu orang, sekarang ada PT perorangan namanya, padahal kita tahu sebelumnya mendirikan PT itu modal disetornya saja Rp50 miliar, beberapa orang," kata Iskandar.

Ia mengatakan bahwa khusus UMKM cukup melakukan pendaftaran saja tanpa perlu mengurus izin lainnya. Kata dia, sertifikasi halal untuk UMKM dibantu pemerintah, dan gratis untuk UMKM. Hal itu bertujuan untuk mempercepat pembangunan UMKM, bagi usaha besar, sedangkan yang membantu UMKM itu akan diberi insentif kepada perusahaan. (Baca: Begini Kemudahan Izin Usaha Kecil dalam UU Cipta Kerja)

Sebelum terjadi pandemi Covid-19, terdapat 43.604 regulasi baik di tingkat pusat maupun daerah yang menggambarkan kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. "Tantangan perekonomian, salah satunya terkait permasalahan perizinan yang rumit dengan banyaknya regulasi pusat dan daerah yang mengatur sektor sehingga menyebabkan disharmoni, tumpang tindih, tidak operasional dan sektoral," katanya.

Selain itu, tercatat ada 29,12 juta orang tenaga kerja di Indonesia baik itu karena di PHK atau dirumahkan, jam kerja yang dikurangi dan karena sakit sehingga tidak bisa masuk pasar tenaga kerja, terdampak akibat pandemi Covid-19.

"Supaya terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar kayak gitu ya. Salah satu caranya mempermudah izin usahanya. Kemudian, salah satu sumber penerapan tenaga kerja 97 persen dari UMKM. Dengan adanya undang-undang kita bekerja, dengan adanya kemudahan diberikan UMK dan makin berkembang sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat dan permasalahan yang tadi 29,12 juta tenaga kerja yang terdampak bisa diselesaikan dengan UU Cipta Kerja,"jelasnya.

Sosialisasi di Palembang

Di hari sebelumnya, Kamis (26/11), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan kegiatan serap aspirasi UU Cipta Kerja di Palembang yang fokus pada penataan ruang, pertanahan dan proyek strategis nasional. Elen Setiadi, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian di Palembang, mengatakan Kemenko Perekonomian telah menjadwalkan kegiatan serap aspirasi tersebut akan bergulir di 15 kota besar di Tanah Air, dengan fokus pembahasan yang berbeda-beda.

“Kami juga ingin dapatkan feedback dari daerah melalui kegiatan serap aspirasi ini,” katanya seperti dilansir Antara saat konferensi pers kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Penataan Ruang, Pertanahan dan Proyek Strategis Nasional (PSN). (Baca: Penjelasan Menteri ATR/BPN Soal Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja)

Menurut Elen, umpan balik dari pemerintah daerah (pemda), masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya penting sehingga pihaknya tahu "concern" masyarakat apakah perlu diatur dalam peraturan pelaksanaan beleid anyar tersebut. Ia mengatakan Peraturan Pemerintah yang menjadi peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja adalah regulasi yang berdampak langsung kepada masyarakat. “Kalau PP-nya masih sulit maka UU Cipta Kerja tidak bakal sampai pada tujuannya,” kata dia.

Elen menekankan bahwa UU Cipta Kerja memberi kepastian hukum dan menjadi panduan bagi masyarakat dan dunia usaha, terutama terkait penataan ruang, pertanahan dan proyek strategis nasional. Apalagi untuk ketiga sektor tersebut, kata dia, prosesnya lebih transparan, ringkas dan cepat seiring adanya pemanfaatan sistem elektronik yang bisa diakses oleh siapapun.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Yagus Suyadi, mengatakan Kementerian ATR/BPN diamanatkan untuk membentuk 5 Rancangan PP sebagai dukungan terhadap implementasi UU Cipta Kerja. Adapun kelima RPP tersebut, yakni RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang, RPP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan RPP Bank Tanah.

Selanjutnya, RPP Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, RPP Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar dan RPP Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah. “Semua RPP tersebut bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum,” katanya.

Tergantung Implementasi

Sementara, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan bahwa yang terpenting dari lahirnya Undang-undang Cipta Kerja adalah implementasi di lapangan, sehingga benar-benar dari berdampak positif bagi dunia usaha dan perekonomian nasional. "Implementasi itu kuncinya," kata Shinta Kamdani seperti dilansir Antara.

Shinta menyampaikan saat ini pelaku usaha tengah menanti aturan-aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan beberapa waktu lalu, di mana di dalam aturan-aturan turunan tersebut perlu mengakomodasi apa yang tertuang dari UU Cipta Kerja. "Apapun isi UU itu, kalau aturan turunannya tidak bisa dijalankan dengan baik juga tidak ada gunanya. Jadi makanya ya sudah bagus lah sekarang pemerintah sudah terbuka, sudah masuk ke website, terbuka, ada di situ, go public," ujar Shinta.

Selain itu Shinta juga mengapresiasi pemerintah yang menyerap aspirasi dari berbagai pihak terkait terbitnya UU Cipta Kerja. Untuk itu Shinta menunggu Rencana Program Prioritas (RPP) dari UU yang disahkan pada 5 Oktober 2020 itu. "Pada akhirnya memang kami mau persis tahu bagaimana nanti akhirnya RPP tersebut, karena aspirasi semua, menerima masukan, tapi kan pada akhirnya pemerintah yang memutuskan, bagaimana nanti RPP nya," ujar Shinta.

Shinta menyadari menyusun RPP dari sebuah UU Cipta Kerja bukanlah hal mudah, karena UU tersebut mencakup 40 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden, yang melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) berbeda.

 

Tags:

Berita Terkait