Pemerintah-DPR Tunda Penetapan Asumsi Dasar Migas dan Listrik
Berita

Pemerintah-DPR Tunda Penetapan Asumsi Dasar Migas dan Listrik

Diusulkan agar pembahasan dilaksanakan setelah Presiden SBY dan Presiden definitif periode selanjutnya melakukan diskusi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM, Jero Wacik. Foto: RES
Menteri ESDM, Jero Wacik. Foto: RES
Pemerintah dan DPR sepakat menunda pembahasan dan penetapan asumsi dasar minyak dan gas serta subsidi listrik yang terdapat di Rancangan APBN tahun anggaran 2015. Anggota Komisi VII DPR, Satya W yudha, mengusulkan agar penundaan dilakukan hingga ada diskusi antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden definitif periode selanjutnya, yakni Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Satya, penundaan ini bertujuan agar pembahasan yang nantinya dilaksanakan DPR dan pemerintah bisa berjalan lebih efektif. “Ini akan jauh lebih baik bila kita bahas yang memang sudah pasti,” kata Satya dalam rapat kerja antara dewan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (25/8).

Menurutnya, jika pembahasan tetap dilanjutkan maka ke depan hasil yang dibahas antara pemerintah dan DPR bisa sia-sia. Hal itu dikarenakan hasil pembahasan antara DPR dan Kementerian ESDM bisa berbeda dengan hasil diskusi antara Presiden SBY dan dan Presiden Jokowi.

Atas dasar itu, lanjut Satya, asumsi makro seharusnya menunggu hasil diskusi antara Presiden SBY dengan Presiden Jokowi. “Kalau asumsi makro seperti ini akan lebih baik menunggu diskusi Presiden yang sekarang dan periode selanjutnya. Nanti nggak tahunya kita ketok di sini ternyata Banggar tak sepakat,” ujarnya.

Menteri ESDM Jero Wacik sepakat dengan usulan tersebut. Menurutnya, hasil pembahasan pada rapat hari ini bisa sia-sia lantaran pada pembahasan berikutnya akan dilaksanakan oleh pemerintah dan Badan Anggaran. Ia pun meminta waktu 10 menit untuk diskors agar bisa menghubungi Menteri Keuangan Chatib Basri melalui sambungan telpon.


“Saya pikir ini juga buang-buang waktu karena nanti ada pembahasan yang berlanjut ke Kemenkeu dan Banggar,” katanya.

Terkait subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tersedia saat ini, Jero menilai sudah sangat membebani anggaran negara. Ia bersama pemangku kepentingan lainnya pun sepakat bahwa subsidi BBM yang sudah terlalu tinggi ini harus dikurangi. Menurutnya, jika tak dikurangi, subsidi BBM tersebut dapat menggerus anggaran negara hingga tak tersisa.

Habis uang kita ke situ. (Dampaknya, red) Kurang untuk anggaran lain," kata Jero Wacik.

Meski BBM bersubsidi dikurangi, lanjut Jero, pemerintah saat ini tengah mencari solusi lain yang bisa dinikmati masyarakat tanpa harus menggunakan anggaran yang besar. Saat ini, menurutnya, pemerintah tengah menggodok kebijakan mengenai pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) pada campuran solar (biodiesel).

“Salah satu solar kita pakai B10 (BBN 10 persen) kita dorong jadi 20 persen. Kalau 20 persen biofuel akan kurangi 20 persen impor (BBM),” kata Jero.

Selain itu, lanjut Jero, pemerintah tengah melakukan pengetatan kuota BBM bersubsidi. Hal tersebut terlihat dari pengurangan jumlah kuota BBM bersubsidi dari sebelumnya 48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter. Namun, kuota 46 juta kilo liter tersebut diperkirakan akan habis sebelum akhir tahun.

Atas dasar itu, Jero berharap, agar masyarakat turut mampu mendukung pengurangan jumlah impor BBM bersubsidi. Caranya, dengan menggunakan BBM nonsubsidi bagi masyarakat yang masuk kategori mampu. “Masyarakat menengah atas bantulah pemerintah, belilah BBM nonsubsidi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait