Pemerintah-DPR Siap Bahas RUU Sumber Daya Pertahanan Negara
Berita

Pemerintah-DPR Siap Bahas RUU Sumber Daya Pertahanan Negara

Karena Pembahasan RUU ini tidak ada kelanjutannya selama 15 tahun.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara  (PSDN-PN) dalam status siap dibahas pemerintah dan DPR. Kedua belah pihak sepakat menyatakan pentingnya RUU PSDN-PN dalam mempertahankan kedaulatan negara dan wilayah kesatuan Republik Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa.

 

Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Amasyhari mengatakan komisinya telah menjaring masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pun sudah menyusun materi muatan pasal-pasalnya dalam RUU PSDN-PN. Nantinya, rumusan pasal-pasalnya bakal dilakukan perbaikan dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR.

 

Sementara 10 fraksi di Komisi I DPR diminta segera menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PSDN-PN. Maklum, RUU PSDN-PN telah berusia 15 tahun dalam status mandeg tanpa kejelasan pembahasan. Dia berharap adanya langkah maju pemerintah menginisiasi RUU tersebut dapat segera rampung pembahasannya.

 

Anggota Komisi I DPR, Muhammad Hidayat Nur Wahid mengatakan komisinya siap melakukan pembahasan RUU tersebut. Pasalnya, wilayah strategis Indonesia semakin dinamis. Apalagi, di tengah-tengah persaingan antar negara-negara besar dan ancaman asimetris perlu diwaspadai. Mulai aksi terorisme, separatisme, penyelundupan orang dan barang serta serangan siber.  

 

Dia meminta pertahanan semesta sebagaimana tertuang dalam draf RUU tersebut perlu dimaksimalkan, khususnya menyiapkan perangkat sistem pertahanan keamanan yang memadai. “Dan memaksimalkan sarana dan prasarana,” ujarnya di Komplek Parlemen, akhir pekan lalu. Baca Juga: Empat Hal Ini Perkuat Pondasi Ketahanan Siber

 

Menurutnya, Indonesia dalam menyelenggarakan pertahanan negara menganut prinsip, setiap warga negara berhak dan wajib terlibat dalam membela negara. Prinsip tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945. Pasal 27 ayat (3) menyebutkan, Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”

 

Namun dalam draf RUU PSDN-PN frasa “wajib” diubah menjadi “sukarela”. Kewajiban setiap warga negara ketika dalam ancaman menjadi sukarela dan tidak bersifat mengikat. Nantinya, terhadap semua sumber daya nasional nonmiliter bakal diberikan pendidikan dan pelatihan bela negara. Dengan demikian, komponen cadangan dapat siap mendukung pertahanan negara ketika terdapat ancaman militer.

 

“Sementara, warga negara yang terlibat hanya berstatus sebagai komponen pendukung yang sifatnya sukarela. Sementara bagi warga negara yang yang memiliki keinginan sebagai komponen cadangan, tentu mendapat pelatihan dan pendidikan militer,” kata dia.

 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan melalui RUU PSDN-PN upaya negara dalam menyatukan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan menjadi kekuatan yang siap digunakan bagi kepentingan pertahanan negara. Melalui RUU PSDN-PN yang merupakan usul inisiatif pemerintah ini, Menhan berharap dapat segera dibahas secara bertahap.

 

Dikritik

Peneliti Imparsial Batara Ibnu Reza menilai pemberlakuan hukum militer terhadap masyarakat sipil perlu dikirik. Sebab, pengaturan pemberlakuan hukum militer dalam draf RUU tersebut seharusnya membedakan prinsip kombatan dan sipil. Kombatan merupakan orang-orang yang berhak ikut secara langsung dalam pertempuran atau medan peperangan.

 

Batara merujuk Pasal 45 RUU PSDN-PN yang menyebutkan, “Bagi komponen cadangan selama masa aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diberlakukan hukum milter.” Menurutnya, komponen cadangan sejatinya adalah warga negara yang memang disiapkan  untuk dimobilisasi dan dikerahkan dalam menambah dan memperkuat komponen utama, dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI).

 

Pelibatan warga negara sebagai komponen cadangan diatur Pasal 4 ayat (2) RUU PSDN-PN yakni keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau secara wajib, dan pengabdian sesuai profesi.

 

Dia juga mengutip rumusan Pasal 43 ayat (1) RUU yang menyebutkan, “Masa aktif komponen cadangan merupakan masa pengabdian komponen cadangan pada saat mengikuti pelatihan penyegaran dan/atau pada saat mobilisasi.”

 

Rumusan pasal tersebut dinilai sumir dan membingungkan karena beberapa hal. Pertama, tidak dijelaskan secara rinci masa aktif komponen cadangan. Artinya, menjadi tidak adanya kejelasan rentang waktu bagi warga sipil yang tergabung dalam komponen cadangan yang harus tunduk pada hukum militer. Kedua, tidak adanya kejelasan soal frasa “tunduk pada hukum militer”. “Kita meminta agar rumusan pasal yang rinci agar tidak membingungkan masyarakat.”

Tags:

Berita Terkait