Pemerintah Dituntut Jujur di Sidang Sipol PBB
Berita

Pemerintah Dituntut Jujur di Sidang Sipol PBB

Agar rekomendasi yang diterbitkan Komisi Hak Sipol PBB selaras dengan kebutuhan Indonesia.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Dituntut Jujur di Sidang Sipol PBB
Hukumonline

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk jujur dalam memberikan laporan implementasi kovenan hak sipil dan politik (Sipol). Kovenan itu sudah diratifikasi pemerintah lewat UU No.12 Tahun 2005 dan secara langsung Indonesia menjadi negara anggota.

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Rafendi Djaminmengatakan,salah satu mekanisme yang harus ditempuh negara anggota adalah melaporkan pelaksanaan kovenan Sipol kepada Komisi HAM Sipol di PBB secara berkala. Setelah itu,komisi bakal mengevaluasi dalam sebuah sidang dan memberikan rekomendasi.

Sedangkan, terhitung 8 tahun sejak ratifikasi itu dilakukan, Rafendi mengatakan baru kali ini pemerintah Indonesia memberi laporan dan akan disidang. Dari pengamatannya selama kurun waktu 8 tahun itu, tindakan pemenuhan dan perlindungan HAM sebagaimana diamanatkan dalam konvensi, dirasa belum dilaksanakan pemerintah dengan maksimal. Misalnya, kasus pengusiran yang menimpa para penganut Ahmadiyah dan Syiah. Lalu persoalan hak berkeyakinan lain seperti kasus penutupan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan HKBP Philadelpia yang belum dituntaskan secara baik.

Padahal, dalam kovenan Sipol, hak untuk berkeyakinan, berekspresi, berpendapat, bebas dari penyiksaan, dijamin pemenuhannya. Mengacu hal itu, Rafendi mendesak agar pemerintah Indonesia membeberkan fakta-fakta yang terjadi terkait lemahnya pemenuhan hak Sipol secara gamblang kepada komite. Kekhawatiran atas sikap pemerintah dalam sidang hak Sipol itu bukan tanpa alasan karena dalam sidang serupa yang pernah dijalani pemerintah, seperti sidang UPR awal tahun lalu, laporan yang disampaikan sifatnya normatif.

Mestinya, perwakilan pemerintah yang hadir dalam sidang Sipol di PBB nanti harus jujur dan terbuka dalam berkomunikasi dengan komite. Sebab, jika hal itu dilakukan, maka komite akan mengetahui secara jelas persoalan sesungguhnya yang dihadapi Indonesia dalam mengimplementasikan kovenan Sipol. Dengan begitu rekomendasi yang diterbitkan komite hak Sipol akan sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Sehingga rekomendasi itu dapat membantu pemerintah untuk menuntaskan masalah yang dihadapi.

“Bukan zamannya lagi menutupi fakta atau bersembunyi di balik retorika, terkait pelanggaran hak Sipol yang terjadi,” kata Rafendi dalam jumpa pers di kantor HRWG Jakarta, Jumat(5/7).

Rafendi berpendapat, pemerintah harus memposisikan sidang Sipol PBB itu sebagai peluang untuk mengubah dan memperbaiki pelaksanaan hak Sipol di Indonesia. Baik itu penguatan lembaga negara, kebijakan atau peraturan perundang-undangan lain. Untuk mendorong agar sidang Sipol PBB untuk Indonesia berlangsung maksimal, Rafendi mengatakan sejumlah perwakilan dari organisasi masyarakat sipil di Indonesia akan ikut menghadiri perhelatan itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: