Pemerintah Dinilai Tidak Tegas Terhadap Pelaku Kartel dan Mafia Minyak Goreng
Terbaru

Pemerintah Dinilai Tidak Tegas Terhadap Pelaku Kartel dan Mafia Minyak Goreng

Mafia dan pelaku kartel minyak goreng ataupun pangan lainnya bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat memberi penjelasan terkait persoalan minyak goreng dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3/2022) kemarin. Foto: RES
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat memberi penjelasan terkait persoalan minyak goreng dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3/2022) kemarin. Foto: RES

Kepolisian terus bergerak menindak tegas para pelaku penimbun dan praktik mafia kartel minyak goreng. Selain dapat ditindak secara pidana, praktik kartel bertentangan dengan Pancasila dan menabrak konstitusi. Karenanya, pelaku kartel minyak goreng merupakan kelompok yang tidak peduli dengan nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila dan konstitusi.

Demikian disampaikan anggota Komisi VI DPR, Amin AK melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (22//3/2022). “Praktik kartel minyak goreng bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ujarnya.

Dia mengatakan situasi perekonomian nasional yang belum membaik, malah ada pihak yang menari di atas penderitaan banyak orang. Minyak goreng menjadi kebutuhan pokok banyak orang malah dipermainkan demi menumpuk rupiah. Menurutnya, kartel minyak goreng merupakan sejumlah produsen yang bersepakat memproduksi dan memasarkan minyak goreng dengan membatasi pasokan untuk tujuan monopoli.

Pelaku kartel minyak goreng dapat mengendalikan harga di pasaran. Sementara mafia merupakan persekongkolan jahat yang merugikan publik. Praktik kartel dan mafia bertentangan dengan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Diantaranya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam  memajukan kesejahteraan umum.

“Mafia dan kartel minyak goreng maupun pangan lainnya bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia 1945,” katanya.

Baca:

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai perbuatan pelaku kartel dan mafia minyak goreng mencederai rasa keadilan dan menyengsarakan rakyat. Praktik monopoli ekonomi, menyangkut kebutuhan pokok rakyat, dilarang dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

“Produsen atau pengusaha sawit itu, menggunakan lahan milik negara dengan sistem hak guna usaha (HGU), seharusnya mereka tunduk pada Pancasila dan UUD 1945”, katanya.

Namun sayangnya, pemerintah tak tegas menindak pelaku kartel dan mafia minyak goreng.  Padahal, pemerintah memiliki semua instrumen, terutama aturan hukum dan aparat dalam  menindak tegas praktik yang merugikan rakyat banyak itu. Dia menilai pemerintah semestinya menjadi garda depan dalam implementasi terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar negara.

“Mereka mendapat mandat dari rakyat untuk memastikan terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia menuju masyarakat yang sejahtera, adil, makmur serta menjadi negara yang berdaulat dan bermartabat,” ujarnya.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan negara mesti hadir sesuai dengan pemikiran para pendiri bangsa sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 ayat (1), ( 2), dan (3) UUD 1945. Khusus ayat (3) menjadi pondasi sistem perekonomian nasional yang dikembangan berbasis persaingan serta tidak individualistik.

Menurutnya, frasa yang digunakan dalam penjelasan adalah ‘susun’, bukanlah ‘tersusun’. Kedua frasa tersebut memiliki perbedaan makna. Menurutnya, definisi disusun dirancang dengan beleid aturan dan regulasi yang direncanakan dengan jelas. Sementara  frasa ‘tersusun’ berarti dibiarkan dengan sendirinya atau diserahkan ke mekanisme pasar. Faktanya, harga minyak goreng diserahkan melalui mekanisme pasar.

Dampaknya,  rantai distribusi menjadi panjang dan tengkulak tetap mengambil keuntungan. Menurutnya, dengan harga diserahkan ke mekanisme pasar, pemerintah tak dapat mengintervensi harga pasar. Sementara pemerintah hanya dapat mengatur tata niaga impor barang.

“Pemerintah kesulitan mengatur tata niaga, karena sudah sebegitu kokohnya mekanisme pasar, yang karena kita biarkan Tersusun tadi. Bukan disusun oleh negara,” katanya.

Tags:

Berita Terkait