Pemerintah Dinilai Gagal Kelola APBN
Berita

Pemerintah Dinilai Gagal Kelola APBN

Praktik korupsi marak terjadi di BUMN.

FNH
Bacaan 2 Menit
Subsidi BBM perlu dicabut karena menyebabkan beban anggaran semakin berat. Foto: Sgp
Subsidi BBM perlu dicabut karena menyebabkan beban anggaran semakin berat. Foto: Sgp

Berbicara soal subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pasti berbicara soal Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, subsidi BBM yang digelontorkan oleh pemerintah setiap tahun merupakan anggaran yang sudah dialokasikan di dalam APBN. Belakangan, pengalokasian subsidi yang meningkat tiap tahun menjadi sorotan publik dan mendapatkritikan dari berbagi pihak.

Sebagian pengamat ekonomi menilai, subsidi BBM perlu dikurangi bahkan dicabut karena menyebabkan beban anggaran semakin berat. Namun, di sisi lain ada yang memberi pandangan bahwa subsidi BBM tidak boleh dicabut karena akan menghilangkan hak  masyarakat Indonesia.

Dewi Aryani adalah salah satu anggota Komisi VII DPRyang menolak rencana pemerintah untuk mencabut subsidi dengan menaikkan harga BBM. Disamping memperjuangkan hak masyarakat, Dewi menilai pemerintah tidak becus mengelola APBN. Ia menegaskan, beratnya APBN bukan disebabkan oleh subsidi BBM tetapi lebih kepada ketidakefisienan penggunaan APBN pada sektor lain.

“APBN jebol bukan karena besarnya subsidi BBM, tetapi pemerintah tidak jelas, tidak serius dan tidak becus mengelola APBN,” kata Dewi Aryani dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (19/12).

Menyoal banyaknya penyelundupan BBM bersubsidi yang kerap dilakukan oleh oknum yang menyebabkan penambahan kuota BBM bersubsidi pada tahun ini, Dewi berpendapat lain. Menurutnya, penambahan kuota BBM bersubsidi diakibatkan karena tidak konsistennya Kementerian ESDM dalam melaksanakan aturan yang telah disepakati.

Ia meyakini pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas pemerintah untuk daerah Jawa dan Bali tidak berjalan dengan baik karena masih banyaknya kendaraan pemerintah yang tidak taat aturan dengan tetap menggunakan BBM bersubsidi. Bahkan, Dewi mengatakan kendaraan dinas pemerintah banyak yang belum menggunakan stiker yang telah disediakan oleh Kementerian ESDM.

Dewi juga menyebutkan beberapa contoh penggunaan APBN yang tidak efisien disektor, antara laingaji PNS. Berdasarkan data yang dimiliki oleh MenPAN-BR, PNS yang benar-benar melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas hanya sebesar 20 persen. Sementara sisanya sebesar 80 persen belum bekerja secara optimal.

Politisi PDIP ini mencatat inefisiensi APBN yang dialokasikan untuk gaji pegawai yang dinyatakan tidak efektif menyedot alokasi anggaran sebesar Rp320 triliun. Dewi menginginkan pemerintah dapat melakukan tindakan tegas kepada PNS yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana yang ditugaskan. Bila perlu, katanya,pemerintah harus berani memberikan sanksi yang tegas bagi PNS yang terbukti lalai dalam tugas.

Selain inefisiensi gaji PNS, bukti ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola APBN terlihat jelas dalam praktik korupsi yang semakin menjamur setiap tahun. “Praktik korupsi banyak terjadi di BUMN,” ujarnya.

Staf Ahli Kementerian ESDM Bidang Ekonomi, Hadi Purnomo, mengatakan sejauh ini ESDM telah melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menekan subsidi BBM dan mengupayakan subsidi tepat sasaran sehingga tidak memberatkan APBN. Menurut Hadi, penambahan kuota BBM yang dilakukan oleh pemerintah beberapa waktu lalu disebabkan oleh penyelundupan yang dilakukan oleh oknum. Akibatnya, menggerus biaya melalui anggaran APBN lebih besar lagi.

“Sejauh ini ESDM sudah melaksanakan hal-hal untuk menyelamatkan subsidi BBM. Tapi penyelundupan menyebabkan subsidi tidak sampai pada yang harus mendapatkannya dan terjadi kelangkaan,” kata Hadi Purnomo.

Pelaksanaan efisiensi subsidi BBM tersebut dilandaskan pada UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP No.36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, PP No.2 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Beberapa program pengaturan BBM bersubsidi yang telah dilakukan oleh ESDM pada tahun 2012 adalah dengan membentuk Gerakan Nasional Penghemaran Energi dan Air serta Konvensi BBM ke BBG yang masih dalam persiapan. Sementara rencana pemerintah menaikkan hara BBM dari Rp4500 ke Rp6000 batal dilaksanakan oleh pemerintah.

Namun lagi-lagi Dewi mengkritik pemerintah. Menurutnya, rencana konversi BBM ke BBG hanya sekadar wacana. Pasalnya, enam bulan pasca pemerintah mendengungkan rencana konversi BBM ke BBG belum ada bukti progress dari program tersebut. “Wacananya bagus, tapi realisasinya nol,” kata Dewi.

Tags: