Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Sejumlah PP Penyandang Disabilitas
Berita

Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Sejumlah PP Penyandang Disabilitas

Permasalahannya, kementerian/lembaga kurang memahami isu-isu disabilitas, sehingga cenderung menunda-nunda pembahasan sejumlah RPP tersebut.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Penyandang disabilitas. Foto: RES
Penyandang disabilitas. Foto: RES

Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah dua tahun berlaku. Namun, hingga saat ini, sejumlah aturan pelaksana UU tersebut berupa peraturan pemerintah (PP) belum juga diterbitkan. Karena itu, pemerintah diminta segera menerbitkan sejumlah aturan pelaksana agar dapat berlaku UU Penyandang Disabilitas bisa berlaku efektif.

 

Anggota Komisi VIII DPR Rahayu Saraswati menilai belum terbitnya sejumlah aturan perlaksana UU Penyandang Disabilitas ini menunjukan keraguan keberpihakan pemerintah terhadap kaum difabel. “Hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,” ujar Rahayu dalam keterangannya di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (5/12/2018). Baca Juga: 7 RPP Ini Penting bagi Penyandang Disabilitas

 

Menurutnya, pemerintah terkesan tidak siap dan belum memiliki kemauan politik yang kuat terhadap perindungan dan pemenuhan hak-hak kaum difabel. Padahal, kaum difabel mesti segera diberikan hak-haknya tanpa terkecuali. Karena itu, kebutuhan terbitnya sejumlah PP sebagai aturan teknis sudah cukup mendesak. “Pemerintah daerah belum bisa membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait perlindungan kaum difabel sebelum PP-nya terbit.”

 

Dia mencontohkan PP nantinya dibutuhkan sebagai salah satu cara memaksimalkan alokasi kewajiban sebanyak 2 persen pekerja penyandang disabilitas oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta 1 persen oleh pihak swasta. “Lambatnya pemerintah menerbitkan aturan turunan UU Penyandang Disabilitas telah menciderai hak kaum difabel lain,” lanjutnya.

 

Diterangkan Rahayu, ada sejumlah hak yang wajib dipenuhi negara bagi kaum difabel. Seperti, hak hidup, bebas dari stigma, pekerjaan, pendidikan, politik pelayanan publik, aksesibilitas, perlindungan hukum. “Kaum difabel juga harus mendapat akomodasi yang layak dalam proses peradilan, yang mesti diatur dalam PP. Tapi, PP ini belum ada, bagaimana lembaga hukum dapat menjalankan hak tersebut?”

 

Selain itu, pentingnya PP sebagai aturan teknis terhadap penjatuhan sanksi jika mengabaikan hak-hak kaum difabel. Seperti hukuman terhadap penyelenggara pendidikan yang tidak memberi akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas. Masih banyak lagi kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta pihak lain yang perlu diatur lebih rinci mekanismenya.

 

“Jadi kalau PP tidak keluar, apapun yang dilakukan pemerintah dalam mendukung difabel, seperti Asian Paragames itu pencitraan dan lip service,” kritiknya.

 

Minimnya pemahaman isu

Terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Fajri Nursyamsi mengatakan ada 5 dari 8 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang tengah disusun dan masuk dalam program penyusunan peraturan pemerintah. Karena itu, pemerintah mesti melakukan upaya percepatan pembentukan aturan turunan tersebut. “Mengingat batas waktu yang diberikan UU Penyandang Disabilitas hanya dua tahun setelah disahkan, seharusnya seluruh peraturan pelaksana sudah harus terbentuk,” ujarnya mengingatkan.

 

Sejak April 2018, kata dia, semua peraturan pelaksana yang diamanatkan UU Penyandang Disabilitas tengah dipersiapkan dan disusun. “Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terdapat hal baik yang berlangsung hingga kini. Pemerintah sudah mulai membuka pintu isu-isu disabilitas dikaitkan dengan isu sektoral di masing-masing kementerian dan lembaga. Termasuk membentuk peraturan pemerintah.

 

Menurutnya, terdapat beberapa kementerian/lembaga memiliki progress (laporan kemajuan) yang cukup baik dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Namun, harus diakui masih terdapat banyak kementerian/lembaga yang  tidak paham dan belum mengenali jaringan penyandang disabilitas guna mendapat informasi yang lebih jelas.

 

“Permasalahan utama belum terbitnya PP lantaran minimnya pemahaman isu disabilitas, sehingga kesulitan menentukan apa-apa saja yang bakal diatur dalam PP. Karena tidak paham jadi tidak prioritas dan cenderung menunda-menunda,” kritiknya.  

 

“Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, pemahaman isu disabilitas ini bisa selesai dengan sosialisasi-edukasi, atau meningkatkan partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam pembentukan regulasi,” sarannya.

 

Meski begitu, ada beberapa kementerian/lembaga sudah mulai memahami isu-isu disabilitas dan berpihak pada kaum difabel. “Ini pada akhirnya memperlancar proses pembentukan RPP tersebut,” katanya.

Tags:

Berita Terkait