Pemerintah Diminta Segera Menerbitkan Aturan Turunan UU TPKS
Terbaru

Pemerintah Diminta Segera Menerbitkan Aturan Turunan UU TPKS

DPR kini melakukan fungsi pengawasan terhadap implementasi UU TPKS dengan tetap mendorong pemerintah mempercepat penyusunan berbagai aturan pelaksananya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Narasumber diskusi bertajuk 'Darurat Kekerasan Seksual Anak, Bagaimana Implementasi UU TPKS?' di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/7/2022). Foto: RFQ
Narasumber diskusi bertajuk 'Darurat Kekerasan Seksual Anak, Bagaimana Implementasi UU TPKS?' di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/7/2022). Foto: RFQ

Sejak diundangkannya UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini belum terbit aturan turunannya. Implementasi UU 12/2022 tersendat, padahal sedemikian banyak bermunculan kasus kekerasan seksual terhadap anak atau perempuan. Kata lain, implementasi UU TPKS bak “macan ompong” tanpa aturan turunan berupa peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (Perpres).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya mengatakan ketiadaan aturan turunan berupa PP ataupun Perpres sebagai implementasi UU 12/2022 seperti pepatah “bagai pungguk merindukan bulan”. Sebagus apapun sebuah UU tanpa aturan teknis tak dapat dilaksanakan. Begitu pula UU 12/2022 tanpa aturan teknis, aparat penegak hukum tak dapat menggunakan dalam menangani kasus-kasus TPKS. 

“Jadi tanpa peraturan turunan baik PP ataupun Perpresnya, UU TPKS tidak bisa digunakan aparat penegak hukum,” ujar Willy dalam sebuah diskusi bertajuk Darurat Kekerasan Seksual Anak, Bagaimana Implementasi UU TPKS? di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/7/2022).

Bagi politisi Partai Nasional Demokrat itu, UU 12/2022 memiliki kelebihan. Seperti hukum acaranya dapat digunakan oleh UU sejenis. Seperti UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hingga UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Boleh dibilang, UU yang memiliki genre sejenis dapat menggunakan hukum acara dalam UU 12/2022.”

DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap implementasi UU 12/2022 di lapangan, sehingga diharapkan pemerintah segera bekerja membuat aturan turunan. Selain itu, publik mesti menagih janji Polri dan Presiden Joko Widodo yang bakal membentuk Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak. “Itu janji Bapak Jokowi statement seperti itu. Kita tagih saja agar proses penegakan hukumnya, penindakannya itu jadi lebih ketemu,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TKPS.

Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina mengatakan maraknya korban yang angkat bicara dengan membuat laporan menjadi dorongan agar dilakukan percepatan implementasi UU 12/2022 melalui aturan turunanya. Apalagi, kasus kekerasan tindak pidana kekerasan seksual terus bermunculan di berbagai daerah dan lingkungan lembaga pendidikan seperti pesantren atau sekolah.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berharap betul agar dalam kurun waktu 3 bulan ke depan aturan turunan UU 12/2022 dapat terbit sebagaimana dijanjikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Harapan Selly lainnya, dari implementasi UU 12/2022 dapat membuat dan mewujudkan harapan masyarakat terkait UU 12/2022 tidaklah seperti macan ompong.

“Salah satu bukti adalah bagaimana kasus hukum yang ada di pesantren Jombang, yang sudah di petieskan akhirnya bisa terungkap kembali dengan adanya UU TPKS,” kata Selly.

Dia menilai masyarakat mulai paham serta berani bicara ke publik terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual. Relasi kuasa yang sudah diketahui oleh masyarakat memiliki daya nalar lebih cerdas dibandingkan lainnya. Peran edukasi bagi masyarakat terkait pengetahuan dan wawasan TPKS perlu dimasifkan.

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Nahar mengakui sejak terbitnya UU 12/2022 laporan atau aduan terjadinya TPKS kian meningkat. Keberanian orang melapor sudah semakin membaik. Sebab dengan adanya UU 12/2022 menjamin korban mendapatkan hak-haknya. Mulai tahap penanganan, perlindngan, dan pemulihan.

Bagi Kementerian PPPA, kata Nahar, pelaksanaan perlindungan anak acapkali terdapat praktik kasus kekerasan seksual dapat diselesaikan dengan cara damai di luar pengadilan. Tapi dengan UU 12/2022 tak lagi dikenal kata damai, proses di luar pengadilan tak lagi diperbolehkan dan kasus kekerasan terhadap anak bukan lagi delik aduan, tapi delik biasa.

“Di kasus terakhir itu di Kediri, sudah damai lalu kita memberikan pencerahan. Kemudian ini diproses. Jadi beberapa kasus di pihak kepolisian juga sudah sepakat, sepaham dengan kami bahwa enggak ada kasus-kasus lain itu memilih jalan damai karena itu harus jalan,” katanya.

Sedangkan pekerjaan rumah pemerintah dengan memastikan pemberian restitusi. Karenanya membutuhkan peraturan pelaksana dari UU 12/2022. Tapi, praktik berjalan selama ini sudah dapat menggunakan UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Korban sambil melengkapi peraturan pelaksana UU 12/2022. Selain itu, kata Nahar, memastikan pula jaminan atas korban dan keluarga korban yang melapor agar tidak diperkarakan secara pidana dan perdata.

“Jadi nggak usah takut, kemarin ada kejadian juga Ibu kemudian melaporkan suaminya melakukan hal terhadap anaknya, melaporkan walaupun tidak terbukti, tidak akan tuntut balik. Karena dia sudah punya keberanian untuk melapor.”

Tags:

Berita Terkait