Pemerintah Diminta Segera Bahas RUU Perbankan
Utama

Pemerintah Diminta Segera Bahas RUU Perbankan

Terkait terbitnya Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

ANT/FNH
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: Sgp
Bank Indonesia. Foto: Sgp

Lembaga Kajian Bisnis Katadata merekomendasikan perlunya revisi UU tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembelian Saham Bank Umum untuk membuka peluang bank-bank nasional tumbuh menjadi lebih besar dan kepentingan nasional di industri perbankan semakin terlindungi. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Katadata, Metta Dharmasaputra, Kamis (19/7).


Dia mengatakan, Bank Indonesia (BI) perlu segera mengeluarkan aturan yang tegas membatasi kepemilikan mayoritas oleh satu investor asing di bank-bank nasional seperti yang diterapkan negara lain. Menurut Metta, terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum yang berlaku mulai 13 Juli 2012 berdampak positif bagi industri perbankan nasional.


Namun, sangat disayangkan kebijakan baru tersebut belum optimal menciptakan iklim yang mampu mendorong bank-bank nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri, khususnya dalam menghadapi persaingan yang kian ketat di level regional.


Aturan baru BI hanya membatasi kepemilikan mayoritas bagi bank-bank dengan peringkat kesehatan dan tata kelola 3, 4, dan 5 untuk kemudian wajib melakukan divestasi kepemilikan saham, tanpa membedakan kepemilikan lokal atau asing. Dengan begitu, tidak akan ada perubahan status kepemilikan bank-bank nasional oleh investor asing sebagai pemegang saham pengendali.


“Dengan aturan baru ini pun, para investor asing berpeluang besar untuk mengakuisisi saham-saham perbankan yang tingkat kesehatannya rendah tersebut karena memiliki kapasitas modal yang besar,” kata Metta.


Dia berpendapat, BI seharusnya mengeluarkan kebijakan yang lebih progresif dan komprehensif untuk menata ulang status dan kepemilikan bank-bank nasional milik asing di Indonesia. Dengan kata lain, kebijakan baru tidak hanya ditujukan untuk bank-bank bermasalah. Penataan ulang ini amat penting karena perbankan merupakan industri strategis yang sangat sentral posisinya dalam perekonomian Indonesia.


Selain itu, BI disarankan segera mengeluarkan aturan tegas pembatasan mayoritas oleh satu investor asing di bank-bak nasional. Dengan aturan ini, maka kepemilikan asing sebagai pemegang saham pengendali di bank-bank nasional wajib didivestasikan secara bertahap ke publik.


Metta juga merekomendasikan pemerintah dan DPR segera merevisi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan PP No. 29 Tahun 1999 yang memperbolehkan total kepemilikan asing di bank nasional hingga 99 persen. Untuk itu, perlu segera dikaji batas maksimum total kepemilikan asing di bank-bank nasional.


Hal itu sejalan dengan kebijakan di sejumlah negara. Sebagai contoh, Pemerintah China membatasi kepemilikan single foreign investor maksimum 20 persen. Pemerintah CHina juga mengkategorikan sebuah bank sebagai bank asing jika total kepemilikan saham oleh pihak asing lebih dari 25 persen. Kebijakan serupa diterapkan di Singapura (batas kepemilikan asing di bank lokal maksimum 20 persen), Thailand (49 persen), Malaysia (individu 20 persen, institusi 30 persen).


Dengan diterapkannya aturan ini, maka peluang bank-bank nasional untuk tumbuh menjadi lebih besar dan kepentingan nasional di industri perbankan semakin terlindungi. “Sebaliknya, peluang investor asing untuk masuk ke industri perbankan nasional pun tetap terbuka,” ujarnya.


Metta menambahkan, adanya kebijakan konkret untuk mendukung pengembangan bank-bank nasional amat diperlukan, mengingat era integrasi ekonomi ASEAN sudah mulai akan berlaku pada 2015. Padahal, posisi bank-bank nasional masih jauh tertinggal dibandingkan dengan para pesaingnya di kawasan regional.


Sebagai perbandingan, dengan modal 6,7 miliar dolar AS pada 2011, Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia hanya menempati urutan ketujuh di ASEAN di bawah tiga bank asal Singapura (DBS, OCBC dan UOB), dua bank asal Malaysia (Maybank dan CIMB), serta satu bank asal Thailand (Bangkok Bank). Modal DBS yang menempati urutan pertama, yaitu sebesar 26,3 miliar dolar AS.


Fakta penting lainnya, data BI juga menunjukkan, pangsa aset bank milik asing (bank swasta milik asing, bank campuran, dan unit bank asing) yang hanya 11 persen pada 1998 telah tumbuh pesat menjadi 34 persen pada 2011. Sementara, pangsa pasar bank nasional justru turun dari 89 persen menjadi tinggal 66 persen. Penurunan ini seiring dengan maraknya akuisisi atas bank-bank swasta nasional oleh investor asing.


“Melihat fakta-fakta itu, sudah saatnya dilakukan penataan ulang peta perbankan nasional, mengingat kondisi industri perbankan domestik pun sudah sudah jauh berbeda dibandingkan dengan masa krisis pada 1998 lalu,” kata Metta.


Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perbankan akan dilakukan setelah masa reses DPR berakhir. “RUU Perbankan akan kita bahas setelah masa reses DPR berakhir,” kata Harry ketika dikonfirmasi hukumonline.


Dia menjelaskan bahwa hingga saat ini draf RUU Perbankan telah selesai dikerjakan. Namun, ia mengingatkanpembahasan RUU Perbankan akanmemakan waktu yang lama.Belum lagi jika ada perbaikan terhadap terhadap RUU tersebut, maka DPR akan mengembalikannya ke pemerintah.


“Jadi tidak bisa dipastikan selesainya kapan, mungkin bisa dua bulan atau tiga bulan setelah reses,” pungkasnya.

Tags: