Pemerintah Diminta Libatkan Publik dalam Penyusunan RUU Sisdiknas
Terbaru

Pemerintah Diminta Libatkan Publik dalam Penyusunan RUU Sisdiknas

Pemerintah menargetkan April 2022 naskah akademik dan RUU masuk ke DPR agar dibahas Baleg. Sementara target rampung pembahasan pada 2023 mendatang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR-DPD. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR-DPD. Foto: RES

Revisi Undang-Undang (RUU) No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tengah dirancang oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Penyusunan draf RUU diharapkan pemerintah melibatkan peran serta masyarakat sebelum draf dan naskah akademiknya disodorkan ke DPR.

Demikian disampaikan anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah di Jakarta, Senin (14/3/2022). “Publik harus dilibatkan sejak awal penyusunan RUU Sisdiknas agar tidak terjadi kegaduhan begitu dibahas di DPR,” ujarnya.

Dia menerangkan RUU Sisdiknas tak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, tapi bisa masuk dalam revisi prolegnas. Karenanya, pemerintah sedang menyiapkan naskah akademik dan draf RUU agar dapat diusulkan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022 saat evaluasi per enam bulan. Namun hingga kini, DPR belum menerima usulan naskah akademik dan draf RUU Sisdiknas.

Politisi Partai Golkar itu menegaskan naskah akademik dan draf RUU menjadi syarat mutlak mengusulkan sebuah RUU agar dapat masuk dalam daftar prolegnas prioritas. “Sepanjang proses penyusunan di tingkat pemerintah, Kemendikbudristek harus melibatkan semua elemen masyarakat. Tak hanya organisasi kemasyarakatan semata, tapi seluruh stakeholders,” ujarnya mengingatkan.

Baca:

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim menilai materi muatan dalam RUU Sisdiknas yang sedang disusun pemerintah masih perlu diperbaiki. Karena itu, pemerintah melalui Kemendikbudristek perlu membuka ruang dialog terbuka, jujur, dan partisipatif bersama semua stakeholders pendidikan. “Jangan terburu-buru mengesahkannya menjadi UU,” pintanya.

Sebab, belajar dari pembahasan sejumlah RUU hingga disahkan begitu cepat. Untuk itu, Satriawan mengingatkan agar penyusunan hingga pembahasan tetap melibatkan partisipasi publik.

“Jangan sampai Kemendikbudristek dan DPR berlindung di balik alasan pandemi dan pembahasan secepat kilat, seperti proses pembahasan RUU Cipta Kerja atau RUU Ibu Kota Negara,” ujarnya.

Sementara Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan RUU Sisdiknas masih pada tahap awal perencanaan. Karenanya penyusunannya tidak tergesa-gesa. Soalnya bakal terdapat pelibatan publik yang lebih luas. Pihaknya menyadari terkait keharusan pelibatan dan partisipasi publik dalam penyusunan sebuah RUU. Namun, pelibatan dan partisipasi publik mesti dilakukan secara bermakna, bukan sebaliknya sebatas formalitas semata.

“Artinya memberi kesempatan kepada masyarakat melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Dia mengaku telah beberapa kali menggelar uji publik terbatas dengan meminta masukan dari berbagai perwakilan organisasi pemangku kepentingan pendidikan atau individu dalam menyempurnakan draf naskah akademik atau RUU. Tim pun sedang mengolah berbagai masukan masyarakat, sehingga membutuhkan waktu yang cukup.

“Jadi, tim masih membahas dan mencermati semua masukan untuk menghasilkan draf hasil revisi. Ini masih draf pertama untuk menghasilkan draf kedua. Tidak ada ketergesa-gesa karena setelah ini akan ada dialog publik selanjutnya,” katanya.

Dia menerangkan materi RUU Sisdiknas yang tengah disiapkan bakal menggabungkan tiga UU terkait pendidikan, sekaligus menghapus UU 20/2003, UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. RUU Sisdiknas nantinya bakal memangkas aturan yang tumpang tindih dan ketentuan yang dirasa tidak perlu diatur dalam UU, seperti hal-hal bersifat spesifik dan teknis, sehingga cukup diatur dalam aturan turunan.

Misalnya, soal kewajiban guru mengajar 24 jam tatap muka per minggu. Aturan tersebut masih dipertimbangkan, masih relevankah dengan kondisi di tengah situasi pandemi yang mengubah tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Tak hanya itu, kewajiban guru tatap muka tidak bisa disamakan antara guru di daerah dengan di kota-kota besar.

RUU Sisdiknas nantinya hanya mengatur hal yang bersifat fundamental dan prinsip. Sedangkan hal teknis, bakal diatur di level peraturan pemerintah atau peraturan menteri sebagai aturan turunan dari UU. Anindito berharap RUU Sisdiknas dapat rampung di Tahun 2023. Maklum, Kemendikbudristek memiliki target memasukkan usulan naskah akademik dan RUU ke Komisi X DPR pada Maret sampai dengan April 2022.

“Agar bisa diproses oleh badan legislatif. Nanti prosesnya akan tandem antara pemerintah dan DPR,” katanya.

Tags:

Berita Terkait