Pemerintah Diminta Kaji Prospek Berbagai Jenis Mineral Mentah
Terbaru

Pemerintah Diminta Kaji Prospek Berbagai Jenis Mineral Mentah

Hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah dalam melakukan pelarangan ekspor terkait karakteristik hingga potensi pasar masing-masing mineral. Republik Demokrasi Kongo menjadi contoh melakukan hilirisasi terhadap kobalt namun berjung kandas.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Tapi begitu, Daymas mengapresiasi langkah pemerintah yang dinilai cukup tegas memberlakukan dan mengimplementasikan kebijakan hilirisasi.  Kendati sejak awal, kebijakan ini mendapat penolakan dari sejumlah kalangan khususnya para pengusaha. Menurutnya, kegiatan pertambangan diidentikkan dengan pengerusakan lingkungan.

Namun Daymas melihat hal tersebut hanya identik dengan kegiatan pertambangan ilegal. Tak dipungkiri dalam pembangunan memang memiliki dampak merusak. Tapi terpenting semua pihak dapat meminimalisir dampak kerusakan yang memang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan. Mulai dari optimasi bahan bakar, tata kelola, hingga bagaimana pemerintah dapat melakukan perlindungan lingkungan melalui regulasi-regulasi yang diberikan seperti penerbitan izin, hingga alih lahan.

"Bahwa kegiatan pertambangan membutuhkan alat, alat membutuhkan fuel. Kalau misalkan fuel ini masih dari sumber energi yang memang belum terbarukan, ini juga akan menambah dampak carbon emission," paparnya.

Daymas menyebutkan, Australia dapat dijadikan contoh sebagai negara yang melakukan pertambangan secara masif, namun tetap memperhatikan dan menerapkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan. Dengan demikian, kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Karena antara pemerintah dan pengusaha berkomitmen menjalankan kegiatannya sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dia meminta pemerintah berkomunikasi dengan negara-negara yang terdampak kebijakan pelarangan ekspor mineral. Terutama negara-negara yang memang menampung bahan mentah dari Indonesia. Pasalnya ada nilai tambah yang hilang sehingga menyebabkan negara seperti Jepang berteriak saat menyetop ekspor bijih nikel

“Sementara kita memiliki cadangan nikel terbesar,” katanya.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi & Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto menjelaskan pemerintah berhadapan dengan sejumlah tantangan hiliriasai industri, semisal tariff barier yang diciptakan negara-negara lain. “Jadi kalau kita lihat produk-produk nikel hasil hilirisasi kita itu banyak dikenakan anti dumping, anti subsidi, terutama dari Uni Eropa,” katanya.

Kondisi tersebut menjadi perhatian serius pemerintah, kendatipun sejumlah negara seperti India, Korea Selatan sudah mulai menginvestigasi terkait hal tersebut.  Menuruutnya bila produk hilirnya dikenakan trade remedy, maka bakal menjadi isu besar. Sebab barang yang dimiliki menjadi tidak kompetitif di pasar internasional.

Selain soal tariff barier, salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengintegrasikan seluruh komoditas yang kita miliki sehingga menciptakan ekosistem industri yang kompetitif. Misalnya, untuk membuat mobil listrik Indonesia memiliki tembaga, timah, nikel, bauksit hingga produk yang hilirasinya dapat membentuk ekosistem.

“Jadi akan lebih mudah buat kita menarik investasi pabrikan-pabrikan mobil listrik untuk masuk ke Indonesia,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait