Pemerintah Diminta Hati-Hati Kenakan Pajak e-Commerce
Berita

Pemerintah Diminta Hati-Hati Kenakan Pajak e-Commerce

Perlu ada identifkasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis e-commerce yang ada.

Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Pemerintah diminta hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan pajak atas perdagangan elektronik (e-commerce). Hal itu diutarakan oleh Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurutnya, kehati-hatian ini penting agar kebijakan tak berpengaruh negatif bagi industri e-commerce maupun para pelakunya.
"Mengingat e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh, maka akan lebih baik Pemerintah lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku," ujar Yustinus, sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (5/10).
Menurut Yustinus, perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. Pelaku bisnis rintisan (start up) seyogianya mendapat perlakuan berbeda alias insentif, agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara.
Ia menuturkan, pemerintah dapat fokus pada registrasi, yaitu pendataan dan pendaftaran para pelaku agar menjadi wajib pajak melalui representative office yang ada untuk pelaku luar negeri dan/atau menjadi pengusaha kena pajak. Domain kewenangan sendiri memang ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), namun seyogianya tidak masuk ke ranah pajak. 
Saat registrasi, para pelaku e-commerce sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sesuai kondisi. Atas dasar itu, koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dengan Kominfo menjadi hal yang sangat penting.
"Memaksakan menjadi BUT (Bentuk Usaha Tetap) tanpa mengubah UU PPh seyogianya tidak dilakukan demi kredibilitas Pemerintah. Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara," kata Yustinus.
Yustinus mengatakan, jenis pajak yang dapat dipungut adalah PPN atas transaksi penjualan barang dan jasa kena pajak. Untuk memudahkan administrasi, dapat diusulkan pengenaan PPN dengan nilai lain/tarif efektif sehingga lebih sederhana dan mudah. Pemerintah pun perlu memperhatikan para pelaku bisnis rintisan (start up) agar dapat diberi insentif untuk tumbuh dan tidak ter-discourage dibandingkan pelaku bisnis konvensional. 
Migrasi model bisnis ke medium lain juga perlu diantisipasi, misalnya media sosial, sehingga perlu diatur agar tidak menimbulkan dampak buruk. Selain itu, pemerintah harus terus mencari skema paling efektif, termasuk administrasi yang mudah dan murah, agar bisnis e-commerce dapat berkembang lebih baik. Maka komparasi dengan negara lain menjadi penting, termasuk mendengarkan suara para pelaku usaha.
"Aturan baru seyogianya tidak ambisius untuk mengejar potensi pajak dalam jangka pendek, namun menciptakan kepastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang baik agar kelak kita dapat memetik hasil yang semakin besar," ujar Yustinus.
Kendati demikian, Yustinus juga mengapresiasi rencana pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce tersebut. Lebih dari itu, aturan tersebut diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif.
"Maka rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, memberi insentif yang tepat, sangat dibutuhkan," kata Yustinus.
Rencana penyusunan kebijakan pajak untuk industri e-commerce pernah disampaikan pemerintah. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, sebagai sebagai model bisnis yang baru, level cakupan bisnis e-commerce perlu diciptakan mengingat sebelumnya telah ada model bisnis konvensional yang selama ini menjadi lahan pemain lama. 
Atas dasar itu, Kementerian Keuangan melalui BKF dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan pendalaman untuk menentukan mekanisme perpajakan terhadap e-commerce. Hal ini dilakukan untuk mendorong industri e-commerce. “Karena itu kita mendorong bahwa ada pendalaman antara BKF dengan DJP untuk mengetahui cara memajak yang benar itu seperti apa untuk mendorong industrinya,” ujarnya.
Suahasil mensinyalir pertumbuhan dan potensi platform e-commerce cukup tinggi di Indonesia meskipun sebagian pihak mengatakan masih relatif kecil. Ia mencontohkan dengan adanya para pedagang yang selain menjual barangnya secara konvensional di toko-toko tapi juga melakukan penjualan secara online.
Tags:

Berita Terkait