Pemerintah Diminta Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja
Berita

Pemerintah Diminta Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja

Buka peluang elemen masyarakat terlibat beri aspirasi untuk diakomodir dalam aturan turunan sebanyak 35 Peraturan Pemerintah dan 5 Peraturan Presiden. Sebaliknya KSPI, konsisten enggan terlibat dalam pembuatan aturan turunan khawatir hanya dijadikan alat legitimasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES

Dalam rangka mencegah disinformasi substansi UU Cipta Kerja, pemerintah diminta gencar mensosialisasikan ke banyak elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Tujuannya agar masyarakat dapat memahami dan mengerti tujuan terbitnya UU Cipta Kerja ini. Tentunya, melalui pendekatan dialogis dua arah yang konstruktif.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan pemerintah telah mengutus sejumlah menteri menyambangi beberapa organisasi kemasyarakatan keagamaan. Seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Harapan agar menteri lainnya melakukan hal serupa menempuh jalur dialog dengan elemen masyarakat lainnya.

“Agar mensosialisasikan dan menjelaskan esensi UU Cipta Kerja,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (19/10/2020). (Baca Juga: Ramai-ramai Menuntut Transparansi Naskah UU Cipta Kerja)  

Dia berharap semua elemen masyarakat dapat memahami tujuan dibuatnya UU Cipta Kerja. Antara lain sebagai langkah pemerintah mengantisipasi perubahan dunia yang sedemikian cepat, khususnya di bidang ekonomi. Baginya, berbagai perubahan mesti direspon negara dengan cepat dan tepat yakni melalui penciptaan iklim berusaha yang kondusif dan berdaya saing.

“Agar mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan dunia di sejumlah bidang, aspek kemudahan berbisnis maupun berusaha mesti ditingkatkan efektivitasnya. Seperti jutaan unit usaha kecil dan menengah (UMKM) tak hanya sekedar diberdayakan, namun mesti dilindungi agar dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.

Mantan Ketua DPR periode 2014-2019 itu melanjutkan puluhan tahun sudah Indonesia berusaha memperbaiki ekosistem investasi. Sayangnya, negara luar belum menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi asing. Indonesia masih jauh dari negara Vietnam. Makanya tak sedikit pula investor dalam negeri mengeluh, lantaran menerima perlakuan tak selayaknya dari oknum birokrat di pusat maupun daerah. 

"Kalau semua hambatan itu tidak segera dihilangkan, investasi baru tidak mungkin tumbuh. Kalau investasi tidak tumbuh, tak ada lapangan kerja yang tersedia,’’ katanya.

Pemerintah pun sedang menyusun aturan turunan. Itu sebabnya pemerintah selain mensosialisasikan, sekaligus meminta masukan elemen masyarakat, salah satunya kelompok buruh. Dia yakin dengan memiliki aturan turunan yang bagus, maka pelaksanaan implementasi di lapangan bakal semakin baik. “Ketika investasi terus berdatangan, lapangan kerja akan tercipta dengan sendirinya,” imbuhnya.

Memberi peluang masukan

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengakui perlu sosialisasi gencar tentang UU Cipta Kerja ke banyak elemen masyarakat. Pasalnya masih banyak tokoh yang belum memahami materi muatan UU Cipta Kerja ini, namun sudah menolak UU Cipta Kerja. Menurutnya, UU Cipta kerja bukan untuk menyingkirkan pemikiran tertentu. Banyak pandangan miring terhadap UU Cipta Kerja. Padahal, UU Cipta Kerja dinilai dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan baru,

“Kita mengupayakan ada jaminan lebih baik tentang pekerjaan, jaminan pendapatan lebih baik, dan jaminan lebih baik bidang sosial. Itu poin yang penting,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Selain sosialisasi, lanjut Moeldoko, pemerintah membuka peluang masyarakat memberi masukan untuk diakomodir dalam pembuatan peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (Perpres) sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja. Terdapat 35 Peraturan Pemerintah dan 5 Perpres yang bakal disiapkan sebagai aturan teknis dalam mengimplementasikan UU Cipta Kerja. “Masih terbuka (masukan masyarakat untuk diakomodasi, red),” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan masih memberi kesempatan dan akses bagi kelompok pekerja dan buruh untuk ikut terlibat dalam merumuskan aturan turunan sebagai bagian menanggapi materi muatan UU Cipta Kerja. Baginya, UU tersebut menjadi sarana dalam mengangkat martabat bangsa dalam kompetisi global.

Enggan terlibat

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan pihaknya enggan terlibat dalam pembahasan aturan pelaksana UU Cipta Kerja. Sikap tersebut menunjukan komitmen kelompok buruh yang menolak keras keberadaan UU Cipta kerja. Wabilkhusus, klaster ketenagakerjaan yang sejak awal menuai penolakan keras dari kelompok buruh.

Said menilai gelombang penolakan bakal terus membesar. Menurutnya, menjadi tidak konsisten ketika masuk terlibat dalam pembuatan aturan turunan, sementara penolakan masih terus terjadi di tengah masyarakat. “Tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya,” ujarnya.

Dia khawatir kejar tayang pemerintah dalam membuat aturan turunan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, hanya menjadikan kelompok buruh sebagai alat legitimasi semata alias stempel. Baginya buruh enggan menjadi alat legitimasi kekuasaan dengan beralibi demi kepentingan buruh.

Sama halnya ketika sikap DPR yang menjanjikan buruh bakal dilibatkan dalam pembahasan. Faktanya, Badan Legislasi (Baleg) hanya “kejar setoran” dengan menyerap aspirasi kelompok pekerja. Ironisnya, aspirasi kelompok pekerja tak diakomodir seluruhnya. Karenanya, kata Iqbal, buruh merasa dikhianati.

“Padahal kami sudah menyerahkan draf sandingan usulan buruh, tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir. Tidak benar apa yang dikatakan DPR bahwa 80 persen usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Iqbal melanjutkan, terdapat empat langkah yang bakal dilakukan buruh untuk terus menolak UU Cipta Kerja. Pertama, bakal mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur, terarah, dan konsitusional. Tak hanya aksi demonstrasi di daerah, namun juga aksi secara nasional. Kedua, mempersiapkan strategi dalam menguji UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusional secara formil maupun materil.

Ketiga, meminta legislative review ke DPR. Begitu pula meminta executive review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh di daerah-daerah tentunya.

Tags:

Berita Terkait