Direktur Sekretariat Pemberdayaan Desa, Iwan Sulaiman Soelasno, berpendapat memasuki tahun kedua, sudah saatnya pemerintahan Jokowi bersama DPR melakukan revisi UU Desa. Hal terpenting revisi antara lain terkait dengan melakukan pemangkasan penyaluran dana desa agar tidak terlampau birokratik. Ia khawatir birokrasi menjadi bagian kendala dengan menjadian Kepala Desa terjebak dalam praktik korupsi.
“Memasuki tahun Kedua pemerintahan Jokowi-JK merupakan saat yang tepat untuk merevisi UU Desa,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/10).
Ia berpandangan melakukan revisi UU Desa setidaknya menjadikan pemerintah kabupaten dan kota menjadi lebih responsif. Paling tidak, dapat merespon lebih cepat penyaluran dana desa dan pendampingan kepada perangkat desa. Ia menilai pemerintah kabupaten dan kota kurang responsif.
“Perlu ada formula dari Pemerintah pusat berupa punishment bagi Pemerintah Kabupaten dan Kota yang lambat dalam penyaluran dana desa,” ujarnya.
Iwan berpendapat revisi UU Desa mesti memastikan dan mempertegas pembagian kewenangan antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan Kementerian Keuangan. Dengan adanya pembagian kewenangan ketiga institusi tersebut setidaknya dapat mempermudah implementasi UU Desa terkait dengan pembangunan desa.
Terpisah, anggota Komisi II DPR Amirul Tamin berpendapat terhadap belum maksimalnya program pemerintah tidak kemudian menyalahkan UU. Menurutnya, perjalanan implementasi UU Desa memang belum maksimal. Namun, tidak kemudian melakukan revisi. Apalagi UU Desa disahkan pada 2014 lalu.
Ia menilai pemerintah mestinya menjabarkan secara gamblang berbagai aturan turunan di bawah UU Desa. Sebab dengan begitu, masyarakat akan lebih mudah memahami penerapan UU Desa. Misalnya, besaran jumlah dana yang turun ke desa mesti terserap. Dengan begitu, desa memiliki kewenangan otonom menggunakan dana desa yang diberikan pemerintah pusat.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berpandangan, aparat penegak hukum diharapkan tidak melakukan tindakan yang menjadikan aparatur desa takut dalam menjalankan implementasi UU Desa. “Sekarang jangan banyak atur, dudukan desa sesuai otonominya agar orang desa berimprofisasi,” ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah mesti melakukan pembenahan dan pendampingan terhadap aparatur desa. Menurutnya sebelum adanya UU No.6 Tahun 2014, kehidupan dan pembangunan desa secara gotong royong sudah berjalan meskipun terseok-seok. Nah dengan adanya UU No.6 Tahun 2014 semestinya pembangunan desa berjalan cepat, bukan sebaliknya terganjal akibat persoalan birokrasi.
Menurutnya, dengan petunjuk teknis sulit diimplementasikan berdampak terganjalnya pembangunan desa. Begitu pula adanya kekhawatiran aparatur desa yang terjerat korupsi akibat pengelolaan dana desa.
“Jadi, seharusnya dengan adanya dana desa dan UU desa, desa sudah harusnya berlari, bukan ditakuti dengan juknis yang terlalu bertele-tele,” pungkasnya.