Pemerintah Bebaskan PPN Atas Impor Suku Cadang Kapal dan Pesawat
Berita

Pemerintah Bebaskan PPN Atas Impor Suku Cadang Kapal dan Pesawat

Bisa berdampak terhadap penurunan harga tiket pesawat.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Pemerintah baru saja merilis Peraturan Pemerintah (PP) No.50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Dilansir dari situs resmi Setkab, Rabu (17/7), PP ini lahir dengan dasar pertimbangan untuk mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara, serta menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai.

 

Dalam Pasal 1 PP ini disebutkan terdapat tujuh kategori alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pertama, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

 

Kedua, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, TNI, dan Polri untuk melakukan impor tersebut.

 

Ketiga, kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.

 

Keempat, pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional. Kelima, suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional.

 

Keenam, kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

 

Ketujuh adalah komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan: 1. kereta api; 2. suku cadang; 3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau 4. prasarana perkeretaapian, yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

 

(Baca: KPPU Agendakan Pemeriksaan Menteri BUMN Sebagai Saksi Rangkap Jabatan Garuda)

 

Selain itu, pasal 2 juga mengatur alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN. Pertama, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, TNI, dan Polri.

 

Kedua, kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.

 

Ketiga, pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional, dan keempat adalah suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional.

 

Kelima, kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

 

Dan keenam adalah komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan: 1. kereta api; 2. suku cadang; 3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau 4. prasarana perkeretaapian, yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

 

Jasa Kena Pajak

Sementara itu PP ini juga mengatur Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apa saja?

 

Ada jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional yang meliputi: 1. jasa persewaan kapal; 2. jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; dan 3. jasa perawatan dan perbaikan kapal.

 

Kemudian jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi: 1. jasa persewaan pesawat udara; dan 2. jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara. c. jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum.

 

“Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean terkait alat angkutan tertentu yang atas pemanfaatannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional,” bunyi Pasal 4 PP ini.

 

Namun perlu diingat bahwa fasilitas ini dibatalkan jika terhadap alat angkutan tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dan Pasal 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf I apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan, digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya.

 

Jika hal demikian terjadi, maka Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atas impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu tersebut wajib dibayar.

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM,Yasonna H. Laoly, pada 8 Juli 2019.

 

Pengamat Penerbangan, Arista Atmadjati, memberikan apresiasi terhadap keputusan pemerintah untuk menghapuskan PPN khususnya untuk sektor pesawat udara. Jika kebijakan ini teralisasi akan ada penghematan biaya yang cukup signifikan.

 

“Karena pembelian sparepart itu merupakan komponen cost terbesar untuk sebuah maskapai karena nilainya bisa ratusan miliar, itu unsur pokok pesawat. Nah itu kalau bisa, pembebasan PPN, taruhlah nol, dampak siginfikan,” kata Arista saat dihubungi hukumonline, Rabu (17/7).

 

Menurutnya, selain bisa menekan total pembiayaan maskapai, kebijakan ini dinilai bisa menggairahkan bisnis penerbangan di Indonesia dan pastinya menurunkan harga tiket pesawat hingga sebesar 25 persen.

 

Namun demikian, Arista mengingatkan bahwa policy yang baik tak akan berdampak baik jika praktinya dilapangan tidak berjalan sesuai aturan. Sehingga ia berharap regulasi tersebut dapat langsung dieksekusi, disertai dengan sistem monitor yang kuat dari pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan itu sudah diaplikasikan dengan benar.

 

“Tapi yang saya kritisi ini biasanya bagus di tataran policy, kadang di lapangan lambat penerapannya. Jangan hanya bermain di policy tapi dimonitor sampai ke lapangan, maskapai sudah terlanjur senang tapi di lapangan enggak ada perubahan, enggak bisa dipakai,” tambahnya.

 

Untuk itu, ia berharap pemerintah sudah mempersiapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis agar regulasi tersebut bisa segera dijalankan.

 

Tags:

Berita Terkait