Pemerintah Atur Kemitraan Usaha Besar - UMKM
Berita

Pemerintah Atur Kemitraan Usaha Besar - UMKM

Pola kemitraan diawasi KPPU.

INU
Bacaan 2 Menit
Ruang pamer produk UMKM. Foto: Dok Smesco
Ruang pamer produk UMKM. Foto: Dok Smesco

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertambah seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah (PP) No.17 Tahun 2013 tentang Pelaksana UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). PP ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Maret 2013.

PP mengamanatkan KPPU mengawasi pelaksanaan kemitraan antara usaha besar dengan UMKM. Pengawasan dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait. KPPU juga diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap usaha besar atau usaha Menengah yang melakukan pelanggaran, yaitu merugikan kepemilikan dan/atau penguasaan usaha UMKM dalam hubungan kemitraan

Demikian salah satu ketentuan dari 64 pasal dalam PP ini seperti dikutip setkab.go.id, Selasa (19/3). PP ini berisikan tentang pengembangan UMKM, kemitraan, perizinan, koordinasi, dan pengendalian pemberdayaan UMKM.

Pengembangan UMKM, seperti diatur Pasal 5 ayat (2) PP dilakukan melalui pendekatan koperasi, sentra, klaster, dan kelompok. Ditegaskan, pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) memprioritaskan pengembangan UMKM melalui sejumlah cara.

Yaitu, memberi kesempatan UMKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dan pemda. Diharuskan bagi pemerintah dan pemda melakukan pencadangan usaha bagi UMKM melalui pembatasan usaha besar. Selanjutnya, memberi kemudahan perizinan, penyediaan pembiayaan, dan memfasilitasi teknologi dan informasi.

Melalui PP ini, ditentukan pola kemitraan antara usaha besar dengan UMKM. Hal itu diatur mulai Pasal 10 sampai Pasal 28.

Pola kemitraan meliputi inti plasma, subontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan. Pola kemitraan lain adalah bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan, penyumberluaan, dan terbuka untuk bentuk kemitraan lain.

Ditegaskan dalam Pasal 12 PP ini larangan usaha besar memiliki dan/atau mengusaha UMKM mitra usahanya. Termasuk dalam ketentuan ini usaha menengah dilarang memiliki dan/atau mengusaha usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya.

Kedudukan Kemitraan
Bila pola kemitraan yang dipilih adalah inti plasma, maka usaha besar menjadi inti dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Ketiganya dalam pola kemitraan berkedudukan sebagai plasma.

Jika inti adalah usaha menengah, maka usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai plasma. Demikian ketentuan Pasal 13 ayat (1,2) PP 17 Tahun 2013.

Dalam pola kemitraan waralaba, usaha besar berkedudukan sebagai pemberi waralaba, sementara UMKM berkedudukan sebagai penerima warlaba. Atau usaha menengah berkedudukan sebagai pemberi waralaba pada usaha mikro dan usaha kecil.

Tertulis dalam Pasal 16, perluasan usaha oleh usaha besar dengan cara waralaba wajib mendahulukan UMKM yang memiliki kemampuan.

Apabila kemitraan dilakukan dengan pola perdagangan umum, Pasal 19 PP ini menyebutkan, usaha besar menjadi penerima barang yang dipasok UMKM. Atau usaha menengah berkedudukan sebagai penerima barang, usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai pemasok barang.

UMKM sebagai pemasok barang memproduksi barang atau jasa bagi mitra dagang, tulis Pasal 19 ayat (2) PP 17 Tahun 2013 itu.

Bila pola kemitraan dengan pola kemitraan distribusi dan keagenan, PP ini menegaskan, usaha besar memberikan hak khusus memasarkan barang dan jasa kepada UMKM. Atau usaha menengah memberikan hak khusus memasarkan barang dan jasa kepada usaha mikro dan usaha kecil.

Adapun dalam pola kemitraan bagi hasil, UMKM berkedudukan sebagai pelaksana atau menjalankan usaha yang dibiayai atau dimiliki oleh usaha besar. Begitu pula bagi usaha mikro dan usaha kecil dalam pola kemitraan ini.

Masing-masing pihak yang bermitra dengan pola bagi hasil memberikan kontribusi sesuai dengan pola bagi hasil. Serta memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki, serta disepakati kedua belah pihak yang bermitra, tulis Pasal 23 ayat (1) PP ini.

Dalam pola kemitraan kerjasama operasional, UMKM dan usaha besar menjalankan usaha yang sifatnya sementara sampai dengan pekerjaan selesai. Begitu pula ketentuan ini untuk usaha mikro dan usaha kecil dengan usaha menengah menjalankan usaha yang sifatnya sementara sampai dengan pekerjaan selesai.

Sementara dalam pola kemitraan usaha patungan, UMKM lokal dapat melakukan kemitraan usaha dengan usaha besar atau asing melalui usaha patungan (joint venture). Yaitu, dengan cara menjalankan aktivitas ekonomi bersama dengan mendirikan perusahaan baru. Begitu pula bagi usaha mikro dan usaha kecil lokal dengan usaha menengah asing.

Pasal 26 PP menguraikan, dalam menjalankan aktivitas ekonomi bersama para pihak berbagi secara proporsional pemilikan saham, keuntungan, risiko, dan manajemen perusahaan.

PP mengharuskan setiap bentuk kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis dengan Bahasa Indonesia.  Sementara, dalam hal salah satu pihak merupakan orang atau badan hukum asing, perjanjian dibuat dalam bahasa asing.

Tags:

Berita Terkait