Pemerintah Akui Pemberantasan TPPU Belum Efektif
Berita

Pemerintah Akui Pemberantasan TPPU Belum Efektif

Penjelasan Pasal 74 UU TPPU dinilai mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan pemangku kepentingan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Penyidik pidana asal dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU) apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU sesuai kewenangannya. Hal ini sesuai bunyi Pasal 75 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Hal ini disampaikan Plt. Direktur Ligitasi Kemenkumham, Imam Santoso, mewakili Pemerintah di sidang lanjutan pengujian UU TPPU, Senin (19/11/2018).

 

Imam menuturkan Pasal 75 UU TPPU menekankan adanya bukti permulaan yang cukup. Pasal 75 ini berbunyi, “Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidik tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan memberitahukannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).”

 

“Hal ini disandarkan pada Penjelasan Umum UU No. 8 Tahun 2010 yang menyebutkan dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi negara, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan. Bahkan telah merambah ke berbagai faktor,” ujar Imam dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.

 

Dalil Para Pemohon yang menyatakan Pasal 74 dan 75 UU TPPU telah menyebabkan upaya pemberantasan TPPU tidak maksimal, Pemerintah beralasan modus kejahatan pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. (Baca Juga: Dua Pasal TPPU Minta Ditafsirkan Seperti Ini)  

 

Hanya saja, kata Imam, pencucian uang dapat dikelompokkan berbagai pola kegiatan. Diantaranya dengan cara placement, upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari aktivitas kejahatan dalam sistem keuangan. Cara lain adalah layering yang memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya berupa aktivitas kejahatan terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Ada juga cara integration yaitu upaya menetapkan landasan sebagai legitimate explanation bagi hasil kejahatan. 

 

“Hasil tindak pidana melalui placement maupun layering dialihkan dalam kegiatan-kegiatan resmi, sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang di-laundry,” ungkap Imam.

 

“TPPU merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Proses tindak pidana pencucian uang tidak harus menunggu adanya putusan pidana asal,” tambahnya.

 

Ketidakpastian hukum

Sementara itu Direktur Hukum PPATK, Fithriadi Muslim menilai Penjelasan Pasal 74 UU TPPU mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan pemangku kepentingan. Selain itu, Penjelasan Pasal 74 UU TPPU tidak mencerminkan upaya hukum yang efektif dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

 

“Penjelasan Pasal 74 UU TPPU juga tidak memenuhi asas peradilan yang bebas, sederhana dan cepat serta menghambat pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan PPATK,” ucap Fithriadi terhadap permohonan perkara No. 74/PUU-XVI/2018 ini.

 

Hal ini, kata Fithriadi, tercermin dari bunyi Pasal 44 huruf I UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menyebutkan “Dalam rangka  melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d. PPATK dapat meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.” 

 

Seperti diketahui, Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Yayasan Auriga Nusantara, Charles Simabura, Oce Madril dan Abdul Fickar Hadjar selaku Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Para Pemohon menilai keberadaan kedua pasal itu mengakibatkan upaya pemberantasan TPPU tidak optimal. Sebab, adanya keterbatasan jangkauan dari lembaga-lembaga yang berhak melakukan penyelidikan dan penyidikan TPPU. Padahal, TPPU ini mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

 

Bunyi Pasal 2 ayat (1) huruf z  UU TPPU menyebutkan:  

(1) “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: ... z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih”

 

Penjelasan Pasal 74 UU TPPU:

“Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya”.

 

Pemohon juga menilai kedua pasal itu telah menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum. Sebab, pasal itu memberi batasan tindak pidana lain yang ancaman pidananya 4 tahun atau lebih. Padahal, terdapat tindak pidana asal lain yang ancamannya di bawah 4 tahun dan melibatkan harta kekayaan atau aset dalam jumlah besar, dan terdapat indikasi kuat adanya upaya-upaya menyembunyikan, menyamarkan hasil tindak pidana sebagai modus TPPU.

 

Menurut Pemohon, Penjelasan Pasal 74 UU TPPU ini, selain dari 6 institusi yang disebutkan, tidak diperkenankan institusi atau lembaga lain menjadi penyidik TPPU. Padahal, selain itu masih terdapat penyidik lain. Seperti, penyidik polisi militer dalam hal ini tindak pidana asalnya adalah tindak pidana militer, polisi kehutanan dalam hal tindak pidana asalnya ialah tindak pidana kehutanan dan termasuk tindak pidana asal lainnya.

 

Karena itu, mereka meminta kepada Mahkamah agar Pasal 2 ayat (1) huruf z UU TPPU bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “...tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih.” Selain itu, Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan.”

Tags:

Berita Terkait