Pemerintah Akui Kepentingan Anak di BPJS Minim
Berita

Pemerintah Akui Kepentingan Anak di BPJS Minim

Perlu revisi UU SJSN.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Akui Kepentingan Anak di BPJS Minim
Hukumonline

Ketua Divisi Pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), M Ihsan, mengatakan BPJS luput memperhatikan kepentingan anak. Menurutnya kepentingan anak tak banyak dijelaskan dalam UU SJSN, UU BPJS ataupun peraturan pelaksana BPJS yang sudah diterbitkan.

Walau BPJS ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia, tapi Ihsan mengaku belum mengetahui bagaimana BPJS menjamin hak-hak sosial anak dari peserta BPJS. Lalu bagaimana dengan anak yang tak punya orang tua seperti anak terlantar.

Kelemahan BPJS menurut Ihsan juga tampak dalam pengaturan soal kategori orang miskin yang menjadi peserta BPJS. Misalnya, seperti apa manfaat yang diperoleh oleh kaum miskin peserta BPJS atau masuk sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Menurutnya hal itu juga tak diatur dengan jelas. Ihsan berharap agar berbagai hal itu diperhatikan oleh pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan. Terutama agar hak anak, khususnya hak-hak sosial, diperhatikan.

Apalagi Ihsan melihat BPJS akan mengelola uang yang jumlahnya sangat besar karena menggabungkan semua perusahaan BUMN di bidang penyelenggaraan jaminan kesehatan dan sosial. Seperti PT Askes, Jamsostek, Asabri dan Taspen. “Anak Indonesia harus dijamin BPJS,” harapnya dalam diskusi yang digelar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Elkape di Jakarta, Selasa (9/4).

Dalam pembahasan BPJS, Ihsan mengusulkan agar pihak terkait turut mengajak lembaga pemerintah yang membidangi soal anak dan aktivis anak. Pasalnya, hak anak harus dijamin demi menjaga tumbuh dan berkembangnya anak di masa depan.

Pada kesempatan yang sama Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan untuk penyelenggaraan jaminan sosial (Jamsos), yang paling penting untuk diperkuat adalah pendataan. Sehingga, lapisan masyarakat yang paling membutuhkan dapat terdata dan menerima program Jamsos. Menurutnya hal itu yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan BPJS.

Ketika BPJS beroperasi, Fachmi mengatakan lembaga itu berfungsi sebagai pengguna data yang dihasilkan BPS dalam mendata golongan masyarakat tidak mampu. Jika data itu tidak diramu dengan tepat, maka BPJS akan kesulitan untuk mendeteksi mana kelompok masyarakat yang butuh bantuan atau tidak. Selain itu Fachmi mengingatkan, agar lebih banyak menyentuh soal anak, UU SJSN perlu direvisi.

Sementara, Kepala Bidang Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kalsum Komaryani, mengatakan pemerintah selama ini sudah berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat golongan miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satunya lewat program Jamkesmas.

Untuk BPJS, hal tersebut sudah diatur dalam PP PBI. Namun perempuan yang disapa Yani itu mengakui peraturan itu masih perlu dilakukan perbaikan agar BPJS lebih memperhatikan anak, terutama anak terlantar. Apalagi, Yani melihat PP PBI tak menjelaskan berapa banyak anak yang ditanggung dari seorang peserta PBI.

Secara umum Yani menjelaskan dalam Perpres Jamkes jumlah anak yang dicakup dari seorang peserta BPJS sebanyak tiga orang. Jika peserta tersebut punya lebih dari tiga anak, maka ada biaya tambahan. “Untuk satu keluarga sebanyak lima orang, kalau lebih ada biaya yang ditanggung sendiri,” katanya.

Masih berkutat soal pendataan, konsultan DJSN, Hasbullah Thabrany, menyebut BPJS itu mencakup seluruh rakyat Indonesia, termasuk anak-anak. Tapi, untuk memaksimalkan agar anak-anak terlantar masuk menjadi peserta PBI dia mengatakan harus dilakukan pendataan yang serius. “Sekarang tugasnya, bagaimana mendata agar anak terlantar masuk PBI,” tukasnya.

Sementara, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan cakupan BPJS itu harus diperluas sehingga mencakup mayoritas rakyat Indonesia. Masalahnya, Timboel melihat pemerintah belum serius melakukan hal itu. Misalnya, pemerintah menyepakati usulan Kementerian Keuangan yang menginginkan jumlah peserta PBI di tahun 2014 sebesar 86,4 juta orang dengan iuran Rp15.500 perorang tiap bulan. Padahal, jika mengacu anggaran negara yang ada, Timboel menghitung pemerintah mampu menanggung PBI lebih dari 100 juta orang.

Sejalan dengan itu, Timboel mengatakan serikat pekerja mengusulkan agar PP PBI dan Perpres Jamkes direvisi karena tak sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS. Oleh karenanya dalam waktu dekat serikat pekerja akan menggelar empat aksi besar untuk mendorong pemerintah dan DPR segera merevisi kedua regulasi itu. Jika revisi itu dilakukan, Timboel melihat ada kesempatan untuk memasukan kepentingan anak, terutama anak terlantar. “Makanya kita desak terus agar peraturan itu direvisi,” pungkasnya.

Tags: