Pemerintah akan Relokasi Rumah Korban Tsunami, Begini Pengaturannya
Berita

Pemerintah akan Relokasi Rumah Korban Tsunami, Begini Pengaturannya

​​​​​​​Setelah didata, pembangunan akan dimulai dalam waktu tiga bulan ke depan.

RED
Bacaan 2 Menit
Keadaan wilayah Pulau Sebesi setelah diterjang tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau beberapa waktu lalu. Foto: RES
Keadaan wilayah Pulau Sebesi setelah diterjang tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau beberapa waktu lalu. Foto: RES

Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk segera membangun rumah warga yang hancur akibat tsunami di pesisir Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. "Setelah didata, pembangunan akan kita mulai dalam waktu tiga bulan ke depan," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (2/1).



Dana untuk pembangunan rumah warga yang rusak itu, Jokowi mengatakan, anggarannya sama dengan pada pembangunan di lokasi bencana Palu dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Jokowi meminta kepada Menteri PUPR untuk membangun rumah warga yang telah hancur. Pembangunan rumah warga tersebut akan dibangun dengan jarak sekitar 400 meter di atas bibir pantai/pesisir atau mendekati Gunung Rajabasa di Lampung Selatan.



Saat mengunjungi desa-desa yang terdampak bencana tsunami Selat Sunda, di pesisir Kabupaten Lampung Selatan, Jokowi mengemukakan korban tsunami minta tempat tinggalnya direlokasi ke tempat lebih tinggi, tidak di pinggir pantai lagi. "Tadi sudah saya tanyakan ke masyarakat Pulau Sebesi, mereka intinya ingin direlokasi ke tempat lebih tinggi, tidak ingin bangun di bibir pantai lagi," ujarnya.



Menurut Presiden, semua korban tsunami Lampung Selatan pada umumnya minta direlokasi meskipun masih ada yang tetap ingin tinggal di tempat semula. "Semuanya, termasuk di Desa Way Muli, ada satu dua lah yang ingin tetap di pinggir, tapi 90 persen minta direlokasi ke tempat lebih atas," kata Jokowi lagi.

 

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo agar merelokasi masyarakat pesisir Desa Waymuli, Kecamatan Rajabasa, yang terdampak tsunami, dengan langkah awal mensurvei lahan yang akan dibangun permukiman.



"Kemarin ada info tanah dua hektare di Desa Waymuli. Hari ini rencananya kita survei, nanti tim ke sana, hasil rapat kemarin begitu," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Selatan, I Ketut Sukerta, Kamis (3/1).



Ketut menjelaskan di Desa Way Muli, sedikitnya 50 rumah hancur. Oleh karena itu, lanjut dia, lahan yang ada untuk untuk warga Way Muli dulu. Sementara, untuk warga lainnya yang juga terdampak tsunami akan direlokasi ke tempat lain dan lahannya tengah dicarikan.



"Kalau yang lain tengah diupayakan. Kalau mau di Kalianda kita siapkan, karena Pemda Lampung Selatan punya tanah di sekitaran pemda," ujarnya. Untuk warga Pulau Sebesi akan direlokasi di pulau setempat tapi di tempat lebih tinggi dari pantai.


Baca:

 

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Banten siap merelokasikan pascabencana tsunami di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang agar korban tsunami memiliki kehidupan layak juga jauh dari ancaman bencana alam. "Kita minta pemerintah Pandeglang dan Serang segera menyiapkan berapa jumlah kerusakan rumah juga jiwa yang terdampak tsunami itu," kata Gubernur Wahidin Halim saat memimpin Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana Tsunami Banten di Labuan, Pandeglang, dikutip dari Antara, Kamis (3/1).



Pembangunan relokasi itu salah satu solusi yang tepat untuk menanggulangi masyarakat yang terdampak bencana tsunami agar tidak berkepanjangan. Saat ini, warga korban tsunami masih ada yang tinggal di pengungsian, karena rumah miliknya roboh maupun rusak berat.

 

Masyarakat yang tinggal direlokasi itu nantinya dibangun rumah hunian tetap, tetapi lokasinya tidak begitu jauh dengan perkampungan sebelumnya, karena mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Pemerintah daerah diminta menyiapkan jumlah warga yang terdampak tsunami juga berikut rumah-rumah yang rusak berat dan roboh.



"Kita relokasi para korban tsunami itu yang lokasinya tidak jauh dari pesisir pantai, tapi aman dari terjangan tsunami," katanya menjelaskan.



Dikutip dari Klinik Hukumonline, pembangunan rumah korban bencana alam diatur secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2017 tentang Penyediaan Rumah Khusus. Pasal 1 angka 2 Permen PUPR ini menyebutkan bahwa penyediaan rumah khusus adalah pembangunan rumah khusus yang berbentuk rumah tunggal dan rumah deret dengan tipologi berupa rumah tapak atau rumah panggung serta prasarana, sarana dan utilitas umum.

 

Pasal 5 peraturan yang sama menyebutkan, pembangunan rumah khusus merupakan kegiatan mendirikan bangunan rumah layak huni dengan ketentuan luas lantai bangunan paling rendah 28 meter persegi dan paling tinggi 45 meter persegi. Pembangunan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan, mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan mempertimbangkan kearifan lokal.

 

Meski dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman maupun Permen PUPR 20/2017 tidak secara eksplisit menjelaskan pengertian rumah khusus, namun jika dilihat dari peruntukannya, sesuai Pasal 9 ayat (3) Permen PUPR 20/2017, maka masyarakat korban bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial memenuhi kriteria untuk menghuni rumah khusus.

 

Anggaran penyediaan rumah khusus dialokasikan berdasarkan penetapan penerima penyediaan rumah khusus oleh Menteri PUPR yang bersumber dari APBN. Tata cara pengalokasian anggaran penyediaan rumah khusus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait