Pembuatan Regulasi Hukum Perlu Mengadopsi Perkembangan Teknologi
Terbaru

Pembuatan Regulasi Hukum Perlu Mengadopsi Perkembangan Teknologi

Kebijakan dan peraturan perlu mengadopsi perkembangan teknologi, agar tidak ada polemik dalam proses pembuatan perundang-undangan di masa yang akan datang.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Rahmat Dwi Putranto.
Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Rahmat Dwi Putranto.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat yang disertai dengan pesatnya komunikasi bukan hal baru bagi masyarakat dalam memperoleh informasi secara otonom. Perkembangan teknologi informasi mengalih fungsikan tenaga manusia dengan pembesaran dan percepatan diluar perkiraan dengan hadirnya perangkat lunak, sehingga menggeser posisi manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia.

Kemajuan teknologi secara nyata diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Di bidang hukum, pembuatan regulasi serta kebijakan kini dapat berinovasi salah satunya dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

“Ini bukan masalah harus adakah teknologi di setiap peraturan turunan UU, tapi kita harus perbaiki dulu dan rekonstruksi payung UU itu, sehingga jelas aturan hukum apa sehingga aturan hukum tersebut memiliki payung hukumnya sendiri,” ungkap Rahmat Dwi Putranto, Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, dalam acara Instagram Live Hukumonline Academy, bertema Adaptasi Teknologi di Bidang Hukum Sebuah Keharusan?, Rabu (10/8).

Baca Juga:

Rahmat menambahkan, salah satu contoh dari perlunya kebijakan dan peraturan perlu mengadopsi perkembangan teknologi adalah pada saat pencetusan Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak mengalami polemik beberapa waktu lalu di tengah masyarakat.

“UU Cipta Kerja ini sudah bermasalah mulai dari saat penyusunan, dan ternyata asumsi netizen terkait UU Cipta Kerja bermasalah ini divalidkan oleh putusan MK. Bahwa UU Cipta Kerja  batal secara bersyarat karena tidak memenuhi tata pembuatan UU,” ujarnya.

Batal dengan bersyarat yang terjadi pada UU Cipta Kerja diakibatkan karena tidak memenuhi tata pembuatan undang-undang. pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu rangkaian proses yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, atau penetapan, dan pengundangan.

Rangkaian tahapan  tersebut diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Memang tidak semua jenis peraturan perundang-undangan memiliki proses yang sama, karena setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki muatan materi yang berbeda karena memiliki fungsi tertentu.

Satu hal yang menjadi sorotan publik atas batal bersyaratnya UU Cipta Kerja adalah minimnya partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan perundang-undangan yang baik.

“Gimana cara melakukan dan memperbaiki penyusunan undang-undang yang partisipatif dan sesuai dengan tata aturan seusai SOP kalau penyusunannya dilakukan di lobi gelap, forum tertutup, dan masyarakat dibuat tidak memiliki akses terhadap daftar akses undang-undang, sehingga bagaimana caranya masyarakat mampu menyerap undang-undang yang diperuntukkan untuk masyarakat itu sendiri,” kata Rahmat.

Ia menambahkan, di sinilah perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan agar dalam proses penyusunan pembuatan perundang-undangan dilakukan seterbuka mungkin serta mengajak partisipasi masyarakat.

“Suara masyarakat adalah penting, dan kita tidak mungkin menggunakan cara konvensional seperti melakukan sensus penduduk, oleh karena itu negara harus menggunakan teknologi untuk menangkap data itu,” jelasnya.

“Bikin undang-undang itu prosesnya harus jelas, tata cara pembentukan undang-undang itu apa saja prosesnya. Ini adalah hal paling dasar fundamentalnya, kenapa tidak dilakukan proses digitalisasi yang baik sehingga membuka akses masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan undang-undang,” tambahnya.

Ia juga berucap keterlibatan masyarakat menjadi sangat penting dalam proses pembuatan perundang-undangan karena masyarakat adalah sebagai pengguna undang-undang tersebut saat setelah diundangkan.

“Masyarakat bayar pajak, lalu pajak itu dipakai sebagai proses pembiayaan suatu produk hukum. Masyarakat sudah lelah bekerja lalu pajak diambil mereka yang ketika regulasi disampaikan ke publik, regulasi tersebut dibuat tanpa melihat kepentingan masyarakat itu sendiri,” ungkapnya.

Ia menyayangkan hukum tidak pernah dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci karena apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini serta keresahan yang meliputinya harus disuarakan dan dilibatkan dalam proses pembuatan undang-undang.

Agar tidak ada polemik dalam proses pembuatan perundang-undangan kedepannya, negara dapat memanfaatkan pembuatan regulasi hukum dengan mengadopsi perkembangan teknologi, mulai dari membuat forum-forum online yang menampung aspirasi masyarakat yang tidak dapat dijangkau dengan cara konvensional.

Tags:

Berita Terkait