Pemborongan Pekerjaan Jadi ‘Primadona’ Outsourcing
Berita

Pemborongan Pekerjaan Jadi ‘Primadona’ Outsourcing

Karena jenis pekerjaan yang dapat di¬outsourcing dengan skema penyedia jasa pekerja sudah dibatasi.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemborongan Pekerjaan Jadi ‘Primadona’ <i>Outsourcing</i>
Hukumonline

Permenaker Outsourcing cukup membuat pusing para pengusaha yang bergerak di bidang outsourcing. Pasalnya, jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing saat ini jumlahnya dibatasi menjadi lima jenis. Yaitu pekerja kebersihan, keamanan, catering, transportasi untuk pekerja dan pekerjaan penunjang di bidang perminyakan serta pertambangan.

Di sisi lain Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi), Wisnu Wibowo, mengatakan praktiknya jenis pekerjaan yang di-outsourcing lebih dari lima jenis itu.

Akibat ketentuan itu, Wisnu mengatakan tak sedikit perusahaan pemberi pekerjaan memutuskan untuk menghentikan perpanjangan kontrak kerjasama dengan perusahaan outsourcing. Pasalnya, dalam kontrak kerjasama itu, jenis pekerjaan yang di-outsourcing di luar dari lima jenis yang ditetapkan Permenaker Outsourcing. Akibatnya, tak jarang perusahaan outsourcing yang tadinya berbisnis dengan meng-outsourcing di luar lima jenis pekerjaan itu saat ini tutup. 

Untuk anggota Abadi, Wisnu mengatakan rata-rata 20 persen melakukan pemutusan hubungan kerja. Pasalnya, para pekerja itu diperkerjakan untuk bekerja di luar lima jenis pekerjaan yang dibolehkan untuk di-outsourcing. Serta, belum ditemukan cara bagaimana agar jenis pekerjaan itu dapat sejalan dengan Permenaker Outsourcing.

Dalam mengupayakan agar jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing tak melanggar ketentuan, Wisnu mengatakan salah satu cara yang digunakan perusahaan outsourcing yaitu mengalihkan sistem outsourcing dari penyedia jasa pekerja menjadi pemborongan pekerjaan.

Dengan begitu, jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing di luar lima jenis pekerjaan yang tidak boleh di-outsourcing sebagaimana tercantum dalam Permenaker Outsourcing dapat dilakukan. Tentu saja menurutnya hal itu tak bertentangan dengan peraturan yang ada.

Misalnya, penjualan kartu kredit. Ketika menggunakan mekanisme penyedia jasa pekerja, maka yang dilakukan adalah berapa orang yang ditempatkan untuk menjual kartu kredit. Tapi sekarang jika ingin dialihkan menjadi pemborongan pekerjaan, maka yang dilihat adalah berapa kartu kredit baru yang disetujui.

“Jadi hasilnya adalah kartu kredit yang disetujui, bukan berapa orang yang ditempatkan (untuk menjual kartu kredit,-red),” katanya kepada hukumonline di gedung Kadin Jakarta, Kamis (28/2).

Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam menghadapi Permenaker Outsourcing, Wisnu melanjutkan, terkait pembentukan alur kegiatan yang harus dibentuk oleh tiap asosiasi industri. Saat ini Abadi sedang membantu berbagai industri untuk membuat alur kegiatan. Lewat alur kegiatan itu, maka dapat dilihat pekerjaan apa yang dikategorikan inti dan penunjang. Dengan begitu, akan mudah menentukan jenis pekerjaan penunjang yang boleh di-outsourcing.

Walau begitu, Wisnu menjelaskan tak semua jenis pekerjaan dapat dialihkan menjadi pemborongan pekerjaan. Misalnya, sekretaris, operator produksi dan sales counter. Pasalnya, jenis pekerjaan itu sulit untuk ditentukan hasilnya. Serta pekerjaan yang dilakukan itu, untuk memenuhi unsur yang disyaratkan dalam pemborongan pekerjaan, seperti mengerjakan pekerjaan pemborongan tersebut harus di tempat yang terpisah, tak dimungkinkan. Oleh karenanya, untuk jenis pekerjaan yang tak dapat dialihkan tersebut menurut Wisnu pilihannya adalah mempekerjakan si pekerja secara kontrak atau tetap.

Sebelumnya, Kasubdit Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemenakertrans, Reytman Aruan, mengatakan hubungan hukum outsourcing dalam pemborongan pekerjaan terjadi ketika ada perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan. Serta memuat hak dan kewajiban para pihak untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. 

Reytman mengingatkan, agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada terkait outsourcing, pemborongan pekerjaan itu harus dilakukan untuk jenis pekerjaan yang sifatnya penunjang. Untuk membedakan mana pekerjaan inti dan penunjang menurut Reytman dapat dilihat dari alur kegiatan yang ditentukan oleh asosiasi industri yang bersangkutan.

Selain itu, mengingat salah satu syarat yang diatur untuk pemborongan pekerjaan yaitu pekerjaannya dilakukan secara terpisah, Reytman mengatakan hal itu ditujukan untuk membedakan mana pekerja yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan pemberi pekerjaan dan mana yang bukan.

Walau ketentuan itu seolah mengharuskan pekerjaan pemborongan dilakukan di tempat yang terpisah, Reytman mengatakan hal itu dapat dilakukan dalam lokasi yang berdekatan atau berada di lingkungan perusahaan pemberi pekerjaan.

Misalnya, sebuah perusahaan yang memproduksi mobil, memborongkan pekerjaan pemasangan emblem mobil ke sebuah perusahaan emblem. Jika mobil itu harus dipisahkan dari proses produksi mobil, maka membutuhkan biaya angkut menuju lokasi pekerjaan pemborongan itu dilakukan.

Dalam kondisi itu, Reytman menyebut mobil yang sudah diproduksi tak perlu dipindah ke tempat lain yang jauh dari lokasi perusahaan pemberi pekerjaan.  Namun, dapat dilakukan di lokasi yang berdekatan atau di dalam lokasi perusahaan pemberi pekerjaan. Dia menegaskan, yang paling penting dalam mengerjakan pemasangan emblem itu, antara pekerja perusahaan pemberi pekerjaan dan pekerja perusahaan outsourcing harus terpisah pengerjaannya. Misalnya, dalam memasang emblem, pekerja outsourcing harus ditempatkan di tempat khusus, terpisah dari lokasi produksi mobil.

“Jadi dapat dibedakan mana pekerja dari perusahaan pemberi pekerjaan, mana yang bukan,” ucapnya dalam diskusi yang digelar hukumonline, Rabu (27/2). 

Tags: