Untuk diketahui, melalui tim kuasa hukumnya, BW mempersoalkan Pasal 32 ayat (1) huruf c dan ayat (2) UU KPK 30 Tahun 2002 terkait pemberhentian sementara pimpinan KPK yang berstatus tersangka seperti yang dialami BW.
Dia meminta tafsir konstitusional agar frasa “tersangka tindak pidana kejahatan” dimaknai dasar pemberhentian sementara pimpinan KPK khusus terhadap jenis tindak pidana berat, seperti korupsi, terorisme, makar atau yang mengancam keamanan negara. Lalu, penetapan tersangkanya setelah mendapatkan persetujuan dari presiden.
“Pemberhentian sementara merupakan tindakan adil dan proporsional bagi pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka demi menjaga keseimbangan pelaksanaan tugas KPK dan perlindungan HAM pimpinan KPK,” ujar Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Wicipto Setiadi dalam sidang pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) di Gedung MK, Kamis (7/5).
Wicipto melanjutkan pemberhentian sementara bagi pimpinan KPK yang terlibat kejahatan demi untuk menjaga citra dan wibawa lembaga anti rasuah tersebut agar tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Sebab, KPK merupakan lembaga yang menangani kejahatan bersifat extra ordinary crimes terkait korupsi dengan kewenangan luar biasa.
“Pemberhentian sementara pimpinan KPK ini untuk memudahkan proses penanganan perkaranya agar ada kepastian hukum dan perlindungan bagi bersangkutan,” katanya.
punishmentrewardzero tolerance
Atas keterangan itu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengatakan ada yang belum terjawab dari permohonan pemohon. Salah satunya, pemerintah belum menjawab soal kualifikasi tindak pidana dan waktu kapan tindak pidana dilakukan. Artinya, apakah pemberhentian sementara pimpinan KPK diberlakukan terhadap tindak pidana tertentu dan bisa dilakukan pada saat sebelum, saat, atau sesudah menjabat.
Menjawab pertanyaan hakim, Wicipto menegaskan KPK diberi kewenangan khusus memberantas korupsi dan menjadi lembaga yang dihormati masyarakat. Sehingga saat membentuk UU KPK, para pembentuk UU sepakat membedakan perlakuan pimpinan KPK dengan pejabat negara lain. Sebab, kewenangan yang diberikan pada KPK bisa dikatakan sebagai kewenangan yang luar biasa.