Pemberhentian Irman Gusman Tak Tergantung Praperadilan
Berita

Pemberhentian Irman Gusman Tak Tergantung Praperadilan

Lantaran tak ada hubungannya antara praperadilan dengan pelanggaran kode etik.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ketua Badan Kehormatan DPD, AM Fatwa. Foto: dpd.go.id
Ketua Badan Kehormatan DPD, AM Fatwa. Foto: dpd.go.id
Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AM Fatwa menyatakan bahwa pemberhentian Irman Gusman sebagai ketua DPD tidak perlu menunggu hasil praperadilan. Alasannya karena tak ada hubungannya antara praperadilan dengan pelanggaran kode etik yang diusut BK DPD.

"Tidak ada hubungan antara praperadilan dengan soal pelanggaran kode etik. Tidak ada hubungan, proses peradilan ya berjalan. Kalau soal proses jabatan karena melanggar tatib itu memang kewajiban BK untuk menjatuhkan sanksi. Jadi saya cuma menjalankan tugas sebagai Ketua BK untuk melakukan sidang pleno dan sudah diputuskan secara aklamasi diberhentikan kemudian dilaporkan kepada rapat sidang paripurna DPD RI," kata Fatwa di gedung KPK Jakarta, Kamis (6/10).

Fatwa datang ke KPK untuk membesuk Irman Gusman yang tengah ditahan tersebut. Irman sendiri telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.

"Saya sebagai ketua BK dan teman-teman BK mau berkunjung sebagai simpati persahabatan kepada Pak Irman. Pemberitahuan pemberhentian nanti pimpinan DPD yang akan memberitahu karena pimpinan DPD akan berkunjung hari ini tapi memang saya yang menandatangani surat pemberhentian, pimpinan itu dilapori saja," tambah Fatwa.

Menurut Fatwa, semua anggota DPD menerima pemberhentian Irman tersebut.Berbagai interupsi yang muncul dalam rapat paripurna merupakan suara simpati dari sejumlah anggota DPD atas persoalan yang tengah dihadapi Irman Gusman. (Baca Juga: Rapat Paripurna DPD Putuskan Copot Irman Gusman dari Jabatan Ketua)

"Interupsi itu suara simpati saja, soal yang biasa dalam persidangan. Kita sudah jelaskan, setelah jelas semua menerima jadi tidak ada yang menolak lagi. Ini bulat, tidak ada yang tidak bisa menerima, kalau tidak menerima berarti tidak bisa menerima tatib DPD RI," tegas Fatwa.

Sebelumnya, rapat paripurna luar biasa DPD memutuskan untuk memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD. Selain itu, paripurna juga memutuskan untuk menugaskan Panitia Musyawarah (Panmus) untuk menyusun jadwal pemilihan pimpinan DPD pengganti Irman Gusman.

Rapat paripurna dihadiri 83 anggota dari 132 anggota DPD. Keputusan itu didasarkan oleh Tata Tertib DPD RI.Pasal 52 ayat (3) Tatib DPD menyebutkan, bahwa pimpinan DPD dapat diberhentikan jika meninggal dunia, berhalangan tetap, serta menjadi tersangka.

Di sisi lain, atas status tersangka yang disandangnya itu, Irman Gusman tengah mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan sendiri telah dijadwalkan pada 18 Oktober mendatang. (Baca Juga: Irman Gusman Resmi Ajukan Praperadilan)

Terkait hal ini, Fatwa mengumpamakan jika Irman menang di praperadilan, maka DPD bisa saja bersidang kembali. "Kalau misalnya besok lusa tidak jadi tersangka lagi ya kita sidang lagi. Nanti terserah. tergantung rapat," tambahnya.

Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta. Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaveriandydapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.

Irman Gusman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Xaveriandy dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaveriandy merupakan terdakwanya. Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaveriandyseperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.
Tags:

Berita Terkait