Pembentukan Pansus Jiwasraya Cari Solusi Pengembalian Dana Nasabah
Berita

Pembentukan Pansus Jiwasraya Cari Solusi Pengembalian Dana Nasabah

Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto menegaskan partainya tak menyetujui pembentukan Pansus Jiwasraya, tapi mendukung pembentukan Panitia Kerja (Panja) di komisi terkait.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasan rapat paripurna DPR yang salah satunya membahas rencana pembentukan Pansus Jiwasraya, Senin (13/1). Foto: RFQ
Suasan rapat paripurna DPR yang salah satunya membahas rencana pembentukan Pansus Jiwasraya, Senin (13/1). Foto: RFQ

Usai reses, DPR menggelar rapat paripurna. Salah satu agenda yang dibahas wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya. Sejumlah anggota DPR di ruang rapat menyuarakan pentingnya pembentukan Pansus untuk membuat terang kasus gagal bayar polis nasabah di PT Asuransi Jiwasraya yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp13,7 triliun.

 

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan dukungan pembentukan Pansus Jiwasraya secara informal semakin menguat. Setidaknya, sudah lima fraksi di DPR menyatakan dukungannya membentuk Pansus Jiwasraya ini karena layak dibentuk untuk mengetahui aliran dana nasabah asuransi plat merah itu.

 

“Kepentingan Pansus mencari tahu duduk perkaranya dan mencari solusi agar dapat mengembalikan dana jutaan nasabah Jiwasraya,” ujar Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Senin (13/1/2020). Baca Juga: Lima Fraksi DPR Sepakat Bentuk Pansus Jiwasraya

 

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menilai kasus gagal bayar polis nasabah Jiwasraya bentuk fraud (kecurangan) yang terorganisir di sektor jasa keuangan yang cukup sistemik. Karena itu, kasus ini perlu diungkap secara terbuka dan akuntabel. Termasuk meminta keterangan 13 manajer investasi yang mengelola reksadana dan pembelian saham-saham tersebut.

 

“Pengawasan perusahaan asuransi ini sejatinya tanggung jawab penuh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK terkesan lemah pengawasan terhadap Jiwasraya,” kata Anis.  

 

Selain itu, Kementerian BUMN yang menjadi pembina PT Asuransi Jiwasraya memiliki peran dan tanggung jawab terhadap pengelolaan kekayaan negara di perusahaan asuransi (BUMN) plat merah itu. Termasuk pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, penetapan komisaris, hingga direksi Jiwasraya.

 

Menurutnya, kelemahan Jiwasraya adalah persoalan tata kelola dan pembenahan (penyehatan) yang mesti diungkap lebih mendalam. “Bagaimanapun upaya penyehatan Jiwasraya yang disiapkan melalui dana BUMN lain dipastikan bakal merugikan keuangan negara. “Ujungnya bakal menjadi beban rakyat. Sudah selayaknya DPR harus segera membentuk Pansus Jiwasraya,” pintanya.

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu melanjutkan Kejaksaan Agung telah menyatakan asuransi Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Begitu pula dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkapkan adanya indikasi kerugian negara dalam kasus gagal bayar polis nasabah Jiwasraya sekitar Rp10,4 triliun dari aktivitas transaksi saham reksadana pada 2008.

 

“Sementara Direksi Jiwasraya yang baru mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk menyehatkan PT Jiwasraya mencapai Rp32,68 triliun,” tambahnya.

 

Anggota Komisi VI DPR Nasim Khan mengatakan Jiwasraya selama ini menjadi mitra kerja komisi VI. “Tak ada jalan lain, kecuali membentuk Pansus untuk menelusuri duduk perkara kasus ini. Menurut saya harus dipansuskan bersama kemitraan,” usulnya.  

 

Baginya, pembentukan Pansus menjadi bagian menjaga marwah dan wibawa pemerintah. Sebab, dugaan kerugian negara dan nasabah yang ditaksir triliun rupiah ini terdapat investor asing. Bila kepercayaan dunia internasional tidak terjaga, bakal berdampak besar terhadap perekonomian secara nasional.

 

“Ini akan berefek pada seluruh produk perusahaan BUMN, khususnya pada sektor banking, insurance,” katanya.

 

Sementara Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto menegaskan partainya tak menyetujui pembentukan Pansus Jiwasraya. PDIP, kata Darmadi, cenderung menyetujui pembentukan Panitia Kerja (Panja) di komisi terkait. Dia beralasan Pansus cenderung hanya menimbulkan kegaduhan (politis), sementara dana jutaan konsumen perlu diselamatkan.  “Saya kira sebaiknya Panja saja, tak perlu Pansus,”  harapnya.

 

OJK proaktif

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pun mendorong agar OJK proaktif sebagai lembaga dalam mengawasi lembaga ataupun perusahaan BUMN yang bergerak di sektor keuangan. “Semoga ini bisa secepatnya ditindaklanjuti ke depannya. Ini bukan hanya jiwasraya, ada Asabri juga,” katanya.

 

Anggota Komisi VI DPR lain, Khilmi menimpali kasus Jiwasraya tak lepas dari peran OJK. Menurutnya, OJK sebagai pengawas bisnis jasa keuangan memiliki peran vital dalam memantau sehat atau tidaknya keuangan lembaga atau perusahaan asuransi ini. Menurutnya, OJK sudah mengetahui Jiwasraya tak mampu membayar obligasi.

 

Sejak awal OJK seharusnya berinisiatif bagaimana mencari solusi penyelesaian kasus yang membelit PT Jiwasaya ini, tapi selama ini OJK terkesan membiarkan. Kalau seperti ini, dia khawatir bisnis keuangan di Indonesia tidak berjalan dan kondisi aman. Yang pasti, Pansus sebagai upaya DPR melaksanakan fungsi pengawasan terhadap mitra kerja.

 

“Kalau Asabri kayak gitu, Bumiputera kayak gitu, Jiwasraya kayak gitu, belum asuransi yang lain. Pembentukan Pansus supaya kita bisa mengetahui perusahaan jasa keuangan apa saja yang saat ini sehat atau tidak,” katanya.

 

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan setidaknya terdapat 5.000 transaksi investasi yang berasal dari dana premi Jiwasraya. Ribuan transaksi itu bakal diteliti, tim Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus PT Jiwasraya secara utuh. Karena itulah, Kejaksaan Agung enggan terburu-buru menaikan kasus ini (ke tahap penyidikan) dengan menetapkan status pihak tertentu sebagai tersangka. “Jangan sampai nantinya salah menetapkan tersangka,” kata Burhanuddin.

 

Burhanuddin meminta masyarakat bersabar dan terus memantau perkembangan kasus ini di Kejaksaan Agung, hingga ada penetapan tersangka saat yang tepat setelah mengantongi alat bukti yang cukup. Dia mengaku penyelidikan kasus Jiwasraya bukan perkara mudah. Dia memperkirakan penyelidikan kasus Jiwasraya ini bisa memakan waktu dua bulan terutama untuk mendalami ribuan transaksi tersebut.

 

“Kami perlu waktu (untuk mendapati) mana transaksi bodong, mana transaksi digoreng, mana transaksi yang benar. Kita tidak ingin gegabah karena akibatnya bisa tidak baik,” katanya.

Tags:

Berita Terkait