Pembentukan Pansus Angket TKA Mulai Bergulir
Berita

Pembentukan Pansus Angket TKA Mulai Bergulir

Karena dinilai bertentangan dengan sejumlah UU. Pembentukan Pansus Angket Penggunaan TKA ini dapat memperbaiki sistem ketenagakerjaan yang lebih baik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Tenaga kerja asing di Jakarta. Foto: RES (Ilustrasi)
Tenaga kerja asing di Jakarta. Foto: RES (Ilustrasi)

Berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) No.20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) terus dipersoalkan sebagian masyarakat. Kalangan parlemen pun mulai resah dengan kebijakan tersebut lantaran lebih mempermudah masuknya TKA ke Indonesia. Pasalnya, kebijakan ini dinilai menimbulkan kecemburuan tenaga kerja lokal. Akhirnya, sebagian anggota dewan pun mulai menggulirkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket pengawasan TKA.

 

Alasan pokoknya, regulasi yang diteken Presiden Joko Widodo akhir Maret 2018 itu dinilai menyimpang beberapa Undang-Undang yang telah melindungi tenaga kerja Indonesia. Bahkan, pada 2016 lalu, DPR bersama pemerintah sudah sepakat memperketat masuknya TKA sebagai hasil rekomendasi Panja TKA di Komisi IX DPR.     

 

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku sudah mendengar beberapa usulan anggota dewan untuk pembentukan Pansus Pengawasan TKA ini. Naskah angket tengah disusun dan terdiri dari dokumen dan kesimpulan sementara bahwa Keppres No. 20 Tahun 2018 dinilai bertentangan dengan UU. Mulai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, UU No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, dan UU No.11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran

 

“Saya mendengar beberapa teman untuk siap menandatangani. Jadi, saya katakan saya siap menandatangani. Sebab terlalu banyak masalah karena kedatangan pekerja kasar ke Indonesia,” ujar Fahri di Komplek Gedung Parlemen, Senin (23/4/2018). Baca Juga: Perpres Penggunaan TKA Potensi Langgar Empat UU Ini

 

Fahri menilai terbitnya Perpres penggunaan TKA menyebabkan kecemburuan yang luar biasa bagi pekerja di dalam negeri. Di saat banyak masyarakat yang belum mendapat pekerjaan karena sempitnya lapangan pekerjaan, justru pemerintah membuka pintu lebar-lebara terhadap TKA yang ingin bekerja di Indonesia. Karena itu, masyarakat diminta bersabar untuk melihat sikap DPR atas kebijakan penggunaan TKA ini.

 

Dia menilai penerbitan Perpres tersebut, pemerintah tanpa melakukan kajian mendalam. Sebab, tanpa Perpres tersebut pun sudah banyak TKA yang sudah berdatangan dalam jumlah besar. Ironisnya, sebagian TKA berstatus pekerja kasar, sehingga terbitnya Perpres itu, seolah melegalkan masuknya TKA ke Indonesia.

 

“Padahal UU-nya melarang. Karena itu, saya kira kebijakan ataupun Perpresnya itu sama-sama telah melanggar UU,” tegasnya.

 

Dia meminta Presiden Jokowi dan jajaran di bawahnya mesti menjelaskan ke publik motivasi, alasan, dan arah revisi kebijakan penggunaan TKA ini. DPR sebenarnya sudah pernah bertanya melalui fungsi pengawasan, namun jawaban pemerintah dipandang belum memuaskan. Menurutnya, gejala di lapangan yang menuai laporan publik tak cukup dijawab dengan hak interplasi.

 

“Sekarang lebih baik kita investigasi (hak angket) aja sekaligus agar bisa memberi keterangan kepada publik tentang apa yang terjadi,” ujarnya.

 

Dibahas lintas fraksi

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay berpendapat usulan pembentukan Pansus Angket TKA mesti terlebih dahulu dibahas lintas fraksi di parlemen. Pansus, semestinya dibentuk sebagai upaya untuk memperbaiki sistem ketenegakerjaan termasuk melakukan investigasi terhadap banyaknya TKA yang bekerja di berbagai proyek investasi asing di daerah.

 

Dia mengakui persoalan TKA sudah menjadi sorotan banyak anggota dewan di komisi tempatnya bernaung. Bahkan, sebelumnya sudah pernah membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait dengan maraknya TKA masuk ke wilayah Indonesia. Namun, pemerintah tak melaksanakan hasil rekomendasi Panja secara maksimal. Justru, pemerintah malah menerbitkan Perpres yang memudahkan TKA masuk ke Indonesia.

 

Keberadaan Perpres Penggunan TKA itu, kata Saleh, memang kontraproduktif dengan sejumlah rekomendasi Panja TKA. “Di kala Komisi IX meminta pemerintah meningkatkan pengawasan, pemerintah malah memberikan kemudahan bagi TKA masuk ke Indonesia,” katanya.

 

Cabut Perpres

Anggota Komisi IX DPR, Anshory Siregar menilai kebijakan penggunaan TKA itu telah menimbulkan kecemburuan bagi tenaga kerja dalam negeri. Sebab, seolah kebijakan ini tenaga kerja lokal “dipaksa” bersaing dengan TKA dalam mengais rezeki. Menurutnya, kebijakan Jokowi telah mengabaikan hajat hidup orang banyak untuk mendapat hak pekerjaan yang layak di saat sebagian masyarakat sulit mendapat pekerjaan.  

 

“Terlebih, kebijakan tersebut bertolak belakang dengan janji-janji ketika Pilpres 2014.”

 

Karena itu, pemerintah mesti mencabut Perpres 20 Tahun 2018 dan selanjutnya memperketat masuknya TKA untuk dapat bekerja di Indonesia. Sebaliknya, memberikan kemudahan bagi pekerja lokal. “Segera cabut Perpres, karena sudah menginjak-injak harga diri bangsa dengan mempermudah TKA bekerja,” tegasnya.

 

Menurutnya, Perpres tersebut menjadi penghambat pula masyarakat lokal mendapatkan pekerjaan. Sebab, masyarakat tidak hanya bersaing dengan sesama masyarakat lokal, namun juga dengan TKA. Dengan begitu, jumlah pengangguran diperkirakan tak dapat dikendalikan.

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai sudah banyak perusahaan besar memberhentikan pekerjanya. PT Freeport misalnya. Karena itu, pilihan mencabut Perpres 20/2018 menjadi keharusan bagi pemerintah. “Saya mengimbau kepada pihak-pihak yang masih peduli dengan buruh Indonesia segera menyerukan dan menolak Perpres ini. Air yang dibendung saja masih ada yang bocor, apalagi bendungannya dicebol,” ujarnya mengibarkan.

 

Sebelumnya, Pemerintah berdalih Perpres Penggunaan TKA itu sesungguhnya hanya mempermudah administrasi penggunaan TKA, khususnya untuk tenaga kerja kelas menengah ke atas, yang selama ini prosesnya berbelit-belit dan pengurusannya terlalu lama. Baca Juga: Seskab: Perpres Tenaga Kerja Asing untuk Level Manajer Ke Atas

 

“Perbaikan yang dilakukan dalam Perpres itu adalah administrasi pengurusan agar misalnya seorang direktur yang sudah bekerja di sini kan banyak. Kemudian mereka harus keluar dulu ke Singapura untuk izin sementara, baru masuk lagi. Nah yang begitu-begitu yang diatur dipermudah. Jadi bukan mempermudah tenaga kerja asing untuk masuk. Bukan, sama sekali bukan,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung kepada wartawan usai Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4) kemarin.  

Tags:

Berita Terkait