Mahkamah Konstusi (MK) sebagai garda terdepan penjaga konstitusi terusik. Pemicunya, adanya dugaan perbedaan antara bunyi putusan yang dibacakan hakim dengan salinan putusan. MK pun membentuk Majelis Kehormatan MK. Tapi diusulkan, agar pembentukan Majelis Kehormatan MK dilakukan secara permanen agar mitigasi kongkrit persoalan tersebut tak lagi berulang di kemudian hari.
Direktur Riset Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Indra L Nainggolan mengatakan, untuk menghindari polemik serupa terjadi di waktu-waktu mendatang, perlu pembentukan Majelis Kehormatan MK secara permanen. Tujuannya agar memaksimalkan kiinerja dalam mengawasi setiap putusan MK.
“Sehingga sejalan dengan yang dibacakan saat persidangan dengan salinan,” ujarnya melalui keterangannya, Kamis (2/2/2023).
Dia mengatakan, kedudukan Majelis Kehormatan MK yang sifatnya ad hoc hanya menunjukan sikap pasif dalam merespons persoalan di lembaga negara pengawal konstitusi. Indra menyebut kedudukan Majelis Kehormatan MK saat ini tak ubahnya seperti pemadam kebakaran.
“Seolah menungu ada masalah tertentu baru kemudian bekerja,” imbuhnya.
Baca juga:
- Sikapi Dugaan Ubah Putusan, MK Bentuk Majelis Kehormatan
- Pemberhentian Aswanto Bentuk Pelecehan Independensi Kekuasaan Kehakiman
- Substansi Putusan MK Diubah, Pemohon Minta Pelaku Dipecat Tidak Hormat
Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Bhayangakra Jakarta Raya ini menilai, terkait dugaan perubahan substansi putusan MK secara materil tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme peradilan. Hal ini disebabkan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Hanya saja, terkait formil etik terhadap siapa saja yang diduga terlibat dalam perubahan tersebut dapat dilakukan. Pendek kata, secara formil etik dapat ditelusuri dugaan perubahan substansi putusan tersebut. “Ini harus segera diklarifikasi agar tidak menjadi polemik berkepanjangan di publik,” ujarnya.