Pembentukan Densus Tipikor Bergantung Presiden
Berita

Pembentukan Densus Tipikor Bergantung Presiden

Polri disarankan mesti mengulirkan gagasan baru dalam pemberantasan korupsi secara nyata tanpa hingar bingar mobilisasi dukungan opini dan mengedepankan perlindungan HAM.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rencana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di institusi Polri nampaknya belum mendapat respon positif dari Presiden Joko Widodo. Soalnya, hingga kini wacana ini belum dilakukan pembahasan oleh presiden. Karena itu, keputusan pembentukan Densus Tipikor bergantung dari sikap presiden.

 

Anggota Komisi III Didik Mukrianto menegaskan DPR mendukung rencana Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membentuk Densus Tipikor guna memperkuat kerja-kerja Polri dalam pemberantasan korupsi. Namun, kata Didik, rencana Polri tersebut bergantung dengan sikap dari Presiden Joko Widodo. Sebab, hingga kini, Presiden Jokowi pun belum memberi respon positif, belum memberi persetujuan atas rencana pembentukan Densus Tipikor.

 

Kita tunggu, apakah presiden berubah sikap terkait hal itu (Pembentukan Densus Tipikor, red),” ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan di Jakarta,  Selasa (2/1/2017).

 

Disinyalir, belum disetujui pembentukan Densus Tipikor ini lantaran bakal menyerap anggaran yang cukup besar yakni sebesar Rp2,6 triliun. Selain itu, banyak pandangan dengan pembentukan Densus Tipikor bakal melemahkan kinerja KPK. Itu sebabnya, Presiden Jokowi masih enggan membahas rencana Polri tersebut.

 

Politisi Partai Demokrat itu berpendapat, bila Polri tetap ngotot ingin membentuk Densus Tipikor, maka dibutuhkan gagasan baru yang berlainan dengan penegakan hukum yang dilakukan KPK. Misalnya, gagasan yang ditujukan dalam pemberantasan korupsi masif dan efektif. “Jauh dari hingar-bingar mobilisasi dukungan opini dan mengedepankan perlindungan hak asasi manusia (HAM) (secara nyata),” ujarnya.

 

(Baca Juga: Mengintip Rencana Polri Bentuk Densus Tipikor)

 

Terpisah, anggota Komisi III Taufikulhadi menilai pandangan Kapolri yang menilai pembentukan Densus Tipikor menunggu berakhirnya masa kerja Pansus Hak Angket KPK tidaklah tepat. Sebab, pembentukan Densus tidak harus mendapat persetujuan DPR. Pembentukan Densus menjadi ranah (kewenangan) eksekutif, dalam hal ini persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

 

“Kemenpan RB berkaitan dengan pengadaan sumber daya manusia dan Kemenkeu berkaitan dengan sumber pendanaan operasional Densus Tipikor,” ujarnya.

 

Politisi Partai Nasdem itu menilai institusi Bhayangkara sejatinya sudah dapat melakukan pemberantasan korupsi melalui Direktorat Tipikor (Dittipikor) yang berada di bawah struktur Bareskrim. Semestinya, kata Taufiq, Bareskrim dapat diperkuat khususnya di Dittipikor melalui konsep Densus Tipikor yang digagas Polri.

 

(Baca Juga: Polri Tawarkan Dua Opsi Metode Kerja Densus Tipikor)

 

Namun demikian, prinsipnya DPR tidak mempermasalahkan rencana pembentukan Densus Tipikor sepanjang memperbaiki kinerja Polri dalam penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi. Menurutnya, DPR mendukung penuh agenda pemberantasan korupsi yang berjalan selama ini.

 

Dalam konsep pemberantasan korupsi yang berkeadilan, penegakan hukum tidak tebang pilih. Begitu pula tidak pandang bulu terhadap siapapun yang melakukan korupsi mesti dijerat dengan sanksi hukuman yang setimpal. Prinsip lain, transparan, profesional, akuntabel dalam pemberantasan korupsi. “Jadi bukan hanya penindakan, tapi (tekankan) pencegahan,” ujar Didik.

 

Mekanisme pencegahan korupsi semestinya dikedepankan dalam program pemberantasan korupsi. Dengan begitu, pemerintah dapat meminimalisir potensi kehilangan uang negara akibat dari korupsi. Tak hanya itu, budaya anti korupsi pun tanpa disadari terbentuk secara efektif.

 

Menurutnya, meski pemberantasan korupsi berjalan dari tahun ke tahun, namun trennya terus melonjak. Karena itu, penegakan hukum oleh institusi penegak hukum mesti memperkuat keterbukaan sistem tanpa tumpang tindih dan tidak berbenturan dengan kewenangan lembaga penegak hukum lain.

 

Seperti diketahui, Oktober 2017, Presiden Jokowi masih enggan membahas rencana Polri tersebut. Selain dana yang dibutuhkan sedemikian besar, terdapat pula pandangan miring terhadap gagasan pembentukan Densus Tipikor. Alhasil, Presiden Jokowi meminta Kapolri melakukan kajian mendalam terhadap rencana tersebut. Soalnya, Bareskrim Polri telah memiliki unit khusus dalam penanganan korupsi.

 

(Baca Juga: Alasan Pemerintah Tunda Pembentukan Densus Tipikor)

 

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla pun berpendapat pemberantasan korupsi cukup difokuskan pada institusi KPK terlebih dahulu. Apalagi, Polri dan Kejaksaan sudah memiliki unit khusus, misalnya Polri dengan Direktorat Tipikor dan Kejaksaan dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus), sehingga kedua institusi itu juga sudah dapat menjalankan tugas pemberantasan korupsi.

 

“Tidak berarti, perlu ada tim baru untuk melakukan itu, tim yang ada sekarang juga bisa. Difokuskan dulu KPK, dan KPK dibantu sambil bekerja secara baik,” ujarnya pada Oktober 2017 lalu.

 

(Baca Juga: Wapres Anggap Pembentukan Densus Tipikor Tidak Perlu)

 

Menurutnya, pemberantasan korupsi pun dilakukan mesti objektif dan tidak tebang pilih. “Kalau tidak begitu bakal menghambat proses pembangunan. Tak kalah penting, pemberantasan korupsi pun dilakukan dengan asas kehati-hatian.”

Tags:

Berita Terkait