Pembentuk UU 'Rombak' Daftar Prolegnas 2020 Menuai Kritik
Berita

Pembentuk UU 'Rombak' Daftar Prolegnas 2020 Menuai Kritik

Sebanyak 16 RUU dikeluarkan dari daftar Prolegnas 2020; penambahan 3 RUU baru; penggantian 2 RUU. Pembentuk UU diminta lebih realistis dalam perencanaan prolegnas baik jangka pendek maupun menengah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

Perbaiki perencanaan

Sementara Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD, Alirman Sori mendorong Baleg DPR dan pemerintah mengedepankan rasionalitas dalam pengusulan atau pengubahan Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Dia berharap agar masing-masing pihak sesuai kewenangannya agar diberikan porsi melakukan pembahasan bersama-sama.

“DPD mengharapkan komitmen dalam penyusunan undang-undang sesuai dengan dinamika berbangsa dan bernegara serta mendorong rasionalitas Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 dengan mengarustamakan kebutuhan hukum masyarakat baik tingkat pusat dan daerah,” ujarnya.

Terpisah, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Sholikin menilai penghapusan sejumlah RUU dari target prioritas 2020 menunjukan adanya persoalan dalam perencanaan legislasi jangka pendek maupun jangan menengah. Permasalahan tersebut terkait dengan tidak realistisnya perencanaan prolegnas tahunan maupun lima tahunan.

Terlepas situasi pandemi yang menjadi alasan penghapusan, belajar dari pengalaman sebelumnya pencapaian RUU yang ditargetkan setiap tahun juga sangat minim. Bahkan, jauh dari target yang direncanakan. Menurutnya, evaluasi di tengah tahun berjalan prioritas jangka pendek seharusnya diarahkan pada strategi pencapaian atau penyelesaian RUU yang sedang berjalan.  

Seperti bagaimana kebijakan yang diambil oleh DPR untuk menyusun rencana menyelesaikan RUU prioritas yang menjadi kebutuhan masayarakat. Baginya, praktik menghapus atau mengurangi jumlah RUU, menambah kompleksitas permasalahan dalam perencanaan prolegnas dan realisasinya. “Praktik seperti ini apabila dilakukan terus menerus mendegradasi prolegnas sebagai instrumen perencanaan legislasi,” kata dia.

Tak hanya itu, praktik penghapusan RUU di tengah tahun berjalan menciderai komitmen politik DPR kepada publik dalam fungsi legislasi. Menurutnya, masuknya sejumlah RUU ke dalam prioritas tahunan dan prolegnas lima tahunan tak semata daftar program internal DPR dan pemerintah. Namun juga sebagai komitmen politik DPR dan pemerintah kepada masyarakat dalam hal ini stakeholder RUU yang sudah dimasukkan dalam perencanaan.

“Penarikan atau bahkan tidak selesainya RUU yang sudah direncanakan sama saja mempermainkan komitmen kepada masyarakat. Karena itu, DPR dan pemerintah harus memperbaiki perencanaan legislasi baik jangka pendek maupun menengah dengan prioritas RUU yang lebih realistis,” katanya.

Tags:

Berita Terkait