Pembelaan Heru Hidayat Terdakwa Korupsi Asabri yang Dituntut Hukuman Mati
Terbaru

Pembelaan Heru Hidayat Terdakwa Korupsi Asabri yang Dituntut Hukuman Mati

Tuntutan hukuman mati yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum dinilai tidak berdasar dan berbeda dengan surat dakwaan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Terdakwa korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Persero, Heru Hidayat. Foto: RES
Terdakwa korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Persero, Heru Hidayat. Foto: RES

Terdakwa korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Persero, Heru Hidayat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/12). Dalam pledoi tersebut, pihak Heru menyampaikan tuntutan hukuman mati yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum tidak berdasar dan berbeda dengan surat dakwaan.

“Bahwa dalam Nota Pembelaan Pribadi Pak Heru maupun Penasehat Hukum, pertama kami menyoroti mengenai Tuntutan Mati oleh JPU yang menyimpang, sebab sejak awal JPU tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) dalam Surat Dakwaannya, padahal jelas Surat Dakwaan adalah acuan dan batasan dalam Persidangan Perkara ini sebagaimana Hukum Acara Pidana,” ungkap Kuasa Hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk, Senin (13/12).

Kresna juga menyampaikan tuntutan JPU pada perkara ini sebagai korupsi pengulangan keliru karena tempus perkara ini adalah 2012-2019, sebelum Heru dihukum di kasus Asuransi Jiwasraya. Dia mengatakan pengulangan tindak pidana yang dimaksud yaitu tindakan yang dilakukan setelah seseorang divonis. 

“Bisa dilihat di pemberitaan akhir-akhir ini, para pakar hukum sudah berpendapat kalau tuntutan mati tidak bisa diterapkan terhadap Pak Heru karena tidak pernah didakwakan JPU dan tidak termasuk kualifikasi pengulangan tindak pidana,” ujarnya. (Baca: Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati, Ini Respons Penasihat Hukum)

Kresna menyampaikan dalam perkara ini sebagaimana terungkap dalam persidangan Heru tidak tidak pernah memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada pihak Asabri sehingga jelas tidak ada niat jahat dari kedua pihak Heru dan Asabri dalam perkara ini. 

Dia juga menanggapi tuduhan bahwa Heru menikmati uang sebesar Rp 12 triliun lebih keliru. Sebab dalam perkara ini tidak pernah dan tidak mampu membuktikan aliran uang ke Heru.

“Selain itu tidak ada saksi ataupun bukti Surat yang menunjukkan adanya aliran uang sebesar itu kepada Pak Heru, sehingga bagaimana mungkin Pak Heru menikmati uang sebesar itu kalau tidak ada aliran uangnya,” jelasnya.

Kemudian mengenai tuduhan bahwa telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 22 triliun lebih dalam perkara ini dinilai Kresna tidak tepat. Dalam persidangan dijelaskan angka kerugian sebesar itu muncul karena pemeriksa BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi Asabri pada saham dan reksadana pada periode 2012-2019, tanpa pernah menghitung keuntungan dan yang masuk ke Asabri dalam investasi saham dan reksadana pada periode 2012-2019.

“Selain itu JPU dan BPK juga mengabaikan fakta bahwa sampai saat ini Asabri masih memiliki saham dan unit penyertaan reksadana periode 2012-2019, di mana saham dan reksadana tersebut masih bernilai dan nilainya terus bergerak. Sehingga jelas dalam perkara ini Asabri belum menderita kerugian, kalaupun ada penurunan nilai investasi sifatnya masih potensial dan belum nyata. Sehingga jelas penghitungan kerugian negara tersebut tidak tepat dan keliru,” ungkap Kresna.

“Tentunya saat ini kami berharap agar Majelis Hakim dapat memutus perkara ini sesuai dengan koridor hukum dan fakta yang terjadi dalam Persidangan ini sehingga menghasilkan Putusan yang adil,” tambahnya.

Seperti diketahui, JPU menuntut Heru Hidayat hukuman mati. JPU menilai Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun.

"Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan primer dan kedua primer, menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/12), seperti dikutip dari Antara.

Tags:

Berita Terkait