Pembayaran Upah Buruh dalam Proses Kepailitan
Oleh: Imam Nasima dan Eryanto Nugroho

Pembayaran Upah Buruh dalam Proses Kepailitan

Idealnya, begitu upah tidak dibayarkan, saat itu pula buruh harus segera menuntut haknya. Ketika perusahaan mengalami krisis finansial dan kondisi tersebut terjadi hingga bertahun-tahun lamanya, maka semakin tak jelas pula nasib mereka yang bekerja di perusahaan tersebut.

Bacaan 2 Menit

 

Di dalam proses kepailitan sendiri, dikenal tiga macam kreditor, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren.[5] Pembedaan menurut UU No. 37/2004 tersebut, berhubungan dengan posisi kreditor bersangkutan dalam proses pembagian harta pailit. 

 

Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau kreditor dengan jaminan, disebut kreditor separatis, karena, berdasarkan pasal 55 ayat 1 UU No. 37/2004,[6] kreditor tersebut berwenang untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Separatis di sini berarti terpisahnya hak eksekusi atas benda-benda yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor yang dipailitkan. Dengan begitu, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya. Sepanjang nilai piutang yang diberikan oleh kreditor separatis tidak jauh melampaui nilai benda yang dijaminkan dan kreditor berkuasa atas benda itu, maka proses kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran piutang kreditor tersebut. Apalagi, kalau pembayaran cicilan utang secara berkala juga telah dipenuhi oleh debitor.

 

Menurut UU No. 37/2004, apabila kuasa atas benda yang dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak eksekusi terpisah tersebut di atas, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan (pasal 56 ayat 1). Sedang apabila nilai eksekusi benda tertentu tersebut ternyata tidak cukup untuk menutup utang debitor, maka kreditor separatis dapat meminta dirinya ditempatkan pada posisi kreditur konkuren untuk menagih sisa piutangnya.[7]

 

Demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang dimiliki oleh kreditor separatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu 2 bulan setelah terjadinya keadaan insolvensi.[8]  Setelah lewat jangka waktu tersebut, eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun hak yang dimiliki kreditor separatis (sebagai kreditor dengan jaminan) tidak berkurang.[9] Perbedaan proses eksekusi tersebut akan berakibat pada perlu tidaknya pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda yang dijaminkan.[10]

 

Kreditor preferen berarti kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. UU No. 37/2004 memakai istilah hak-hak istimewa, sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata.[11] Hak istimewa mengandung arti hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya.[12]

 

Menurut KUH Perdata, ada dua jenis hak istimewa, yaitu hak istimewa khusus (pasal 1139) dan hak istimewa umum (pasal 1149). Hak istimewa khusus berarti hak istimewa yang menyangkut benda-benda tertentu, sedang hak istimewa umum menyangkut seluruh benda. Sesuai dengan ketentuan KUH Perdata pula, hak istimewa khusus didahulukan atas hak istimewa umum (pasal 1138).

 

Meskipun memiliki keistimewaan dibanding hak-hak yang dimiliki orang berpiutang pada umumnya, posisi pemegang hak istimewa pada dasarnya masih berada di bawah pemegang hak gadai atau hipotek[13] sehubungan dengan benda-benda yang dijaminkan. Ada beberapa perkecualian untuk urutan tersebut, seperti misalnya, biaya-biaya perkara[14] atau tagihan pajak.[15]

Tags: