Pembatasan Transaksi Tunai Mendesak
Utama

Pembatasan Transaksi Tunai Mendesak

Meminimalkan tindak pidana, memaksimalkan penerimaan negara.

Leo Wisnu Susapto
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK M Yusuf (kiri) mendesak adanya aturan mengenai pembatasan transaksi tunai. Foto: SGP
Kepala PPATK M Yusuf (kiri) mendesak adanya aturan mengenai pembatasan transaksi tunai. Foto: SGP

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di akhir tahun 2011 kembali mendesak adanya aturan mengenai pembatasan transaksi tunai. Pasalnya makin banyak tindak pidana yang terjadi melakukan transaksi dengan uang tunai dalam jumlah besar.

 

Hal itu juga menyulitkan PPATK mengusut tindak pidana pencucian uang sehingga banyak pihak yang terlibat tidak dikenakan sanksi.

 

Data PPATK, sejak berdiri hingga 20 Desember 2011, ada sekira 10,2 juta laporan transaksi keuangan tunai mencurigakan. Laporan tersebut diterima PPATK dari 396 penyedia jasa keuangan (PJK). Sebanyak 99,8 persen berasal dari PJK perbankan dan selebihnya dari PJK nonbank.

 

Tahun

LTKT

2007

2.360.950

2008

2.058.140

2009

782.270

2010

1.461.883

2011 (per 2011)

1.526.997

Kumulatif

10.158.420

sumber: PPATK

 

Menurut Kepala PPATK M Yusuf, pembatasan transaksi tunai dilandasi sejumlah hal. Seperti kecurigaan transaksi uang tunai dalam jumlah besar adalah cara lain mencuci hasil pidana. “Bisa juga uang tunai malah digunakan untuk tindak pidana, seperti suap,” ujarnya.

 

Yusuf mengutarakan, seharusnya keinginan ini tak harus menjadi perdebatan sengit. Menurutnya, adalah salah kalau ada yang berpendapat rencana pengaturan ini sama saja melarang transaksi dengan uang tunai. “Kanapa takut, kalau yakin dana mereka berasal dari hasil yang bersih,” sebutnya.

 

Pengaruhi Operasional BI

Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso menambahkan, sekarang ini memang kecenderungan semua transaksi dilakukan dengan nontunai. Sehingga pembatasan transaksi tunai akan membantu bank sentral karena makin mengurangi pengawasan peredaran uang kartal di masyarakat. “Bagi Bank Indonesia, pembatasan ini juga berdampak murahnya biaya operasional bagi BI,” sebut mantan pejabat di BI ini.

 

Bahkan, lanjutnya, dengan pembatasan transaksi tunai maka transaksi di PJK makin cepat. “Meminimalkan pula kejahatan,” sebutnya. Dia berpendapat, nilai transaksi tunai yang dibatasi maksimal Rp100 juta. Selebihnya, harus melalui perbankan yang memudahkan pengawasan transaksi.

 

Hal senada disampaikan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah. Semasa aktif, dia mendorong terus adanya pembatasan transaksi tunai dengan nilai maksimal yang dibolehkan sebesar Rp100 juta.

 

Keuntungan dengan pembatasan transaksi tunai, menurut Chandra ada beberapa hal. Pertama, jika semua transaksi keuangan melalui perbankan maka mudah diketahui. “Sehingga menurunkan tingkat tindak pidana korupsi,” paparnya.

 

Kemudian, pendapatan negara dari pajak dapat dimaksimalkan. Karena dengan transaksi tunai maka setidaknya diketahui kepemilikan dana seseorang. “Kalau di rekening tersimpan dana besar, cocok tidak dengan kewajiban pajaknya,” sebutnya.

 

Chandra juga berpendapat pembatasan transaksi tunai akan mempengaruhi inflasi karena peredaran uang kartal berkurang.

 

Meski demikian, Chandra berpendapat wacana ini masih memerlukan kajian mendalam dari pelbagai instansi. Karena nilai transaksi yang dibatasi juga masih ada perdebatan.

 

Diperlukan pula pembahasan bagaimana memecahkan kendala sosiologis masyarakat untuk beradaptasi dengan pembatasan transaksi tunai. “Uang tidak diambil negara tapi hanya dibatasi,” imbuhnya.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dari infrastruktur perbankan. Karena harus menambah cabang guna menjalankan hal ini jika diterapkan nanti. Dia tambahkan akan ada kendala sosiologis dari orang-orang yang sudah nyaman dengan tidak adanya pembatasan transaksi. 

Tags: