Pembaruan Pajak Indonesia-Singapura, Ini Isinya
Berita

Pembaruan Pajak Indonesia-Singapura, Ini Isinya

Ada beberapa hal disepakati dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang baru. Perjanjian ini dinilai menguntungkan Indonesia dan mencegah celah pajak yang melemahkan Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Pemerintah Indonesia dan Singapura telah mencapai kesepakatan dalam negosiasi untuk memperbarui perjanjian pajak (tax treaty) antara kedua negara. Kesepakatan yang telah dicapai ini merupakan hasil dari lima putaran negosiasi yang dimulai pada tahun 2015. Kesepakatan ini selanjutnya akan melalui proses ratifikasi untuk kemudian ditetapkan sebagai perubahan atas perjanjian pajak antara Indonesia dan Singapura.

 

Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menyebutkan, pembaruan perjanjian ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi lanskap perpajakan internasional dan perkembangan hubungan ekonomi terkini mengingat perjanjian yang saat ini berlaku ditandatangani di Singapura hampir 30 tahun silam.

 

Pembaruan perjanjian ini juga menunjukkan komitmen kedua negara untuk menjaga dan meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi yang saling menguntungkan dengan menjaga kesetaraan. Hestu menyebut jika DJP berharap kesepakatan ini dapat segera diratifikasi untuk memperkuat upaya pencegahan penghindaran pajak, melindungi dan meningkatkan basis pemajakan Indonesia, serta mendorong peningkatan investasi dari Singapura.

 

Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo menilai, pembaruan pajak bersama Singapura ini merupakan langkah positif yang diambil oleh pemerintah. Perjanjian terbaru ini disebut bakal menguntungkan Indonesia. Selama ini, Indonesia cukup dirugikan dari pembebasan pajak atas pembelian obligasi (SUN). Adapun Singapura banyak dipakai oleh pemerintah minimal untuk pembelian SUN atau obligasi, dengan insentif pembebasan pajak.

 

“Dulu alasannya untuk mendorong banyak pembeli, tapi sebenarnya itu dibeli lewat Singapura. Jadi sudah bagus itu ketentuan, menguntungkan Indonesia,” katanya Rabu (5/2).

 

Baca:

 

Terkait dengan tarif pajak dividen, Yustinus menyebut hal itu dapat merangsang investasi menjadi lebih fair. Namun ia berharap perjanjian seperti ini dapat dilakukan dengan negara lainnya, termasuk Eropa. “Saya kira sudah cukup, dengan negara lain juga harusnya sama karena rezim perpajakan ini sudah berubah, lalu dinamika pajak juga sudah berubah,” imbuhnya.

 

Indonesia dan Singapura menandatangani pengkinian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat, Selasa (4/2). P3B ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Keuangan II Singapura Indranee Rajah. Indonesia dan Singapura menyepakati peninjauan ulang P3B yang terdahulu ditandatangani pada 8 Mei 1990 dan berlaku efektif 1 Januari 1992.

 

Dikutip dari press rilis di laman resmi Kemenkeu, Selasa (4/2), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal-hal yang disepakati di dalam P3B yang baru adalah pajak royalti dari tarif tunggal 15% menjadi 10% untuk hak cipta karya sastra, seni, dan film serta 8% untuk penggunaan peralatan industri, perniagaan, atau ilmiah. Kemudian yang kedua, tarif branch profit tax (kewajiban yang tidak membedakan apakah minyak untuk ekspor atau dalam negeri) diturunkan dari 15% menjadi 10%.

 

Hukumonline.com

 

Kedua penurunan pajak ini, baik royalti dan branch profit tax, konsisten dengan banyak P3B yang sudah ditandatangani oleh Republik Indonesia dengan negara-negara mitra. Singapura ingin diperlakukan sama dengan negara lain. Pemerintah Indonesia berharap dengan penurunan ini, investasi dari Singapura makin tinggi.

 

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa Indonesia mendapatkan positifnya adalah penghapusan clausula Most Favored Nation/MFN (perlakuan yang sama untuk semua anggota) dalam pengaturan perpajakan kontrak bagi hasil (production sharing contracts) dan kontrak karya (contract of work) terkait sektor minyak, gas, dan pertambangan; dan juga pengaturan yang lebih eksplisit mengenai penghindaran pajak (tax avoidance), anti penghindaran dan pengelakan pajak, dan pengambilan keuntungan (capital gains) atas penjualan aset, serta pertukaran informasi (exchange of information) sesuai dengan standar internasional.

 

“Indonesia akan mendapatkan lebih banyak measure yang bisa dilakukan untuk terjadinya atau untuk memerangi terjadinya tax avoidance biasanya oleh perusahaan-perusahaan kita yang kemudian menggunakan Singapura sebagai base-nya,” katanya.

 

Sri Mulyani mengatakan bahwa Menkeu mengatakan semua ini bertujuan untuk menghilangkan banyak celah pajak (tax loopholes) yang melemahkan posisi Indonesia untuk mendapatkan hak pajaknya. Jadi, menurut Menkeu, P3B ini diharapkan akan memberikan keuntungan kepada Indonesia dalam bentuk investasi yang makin besar dari Singapura ke Indonesia dan menutup celah dari penghindaran pajak yang selama ini terjadi.

 

P3B yang baru ini akan menggantikan P3B lama dan akan berlaku efektif setelah melalui proses ratifikasi oleh kedua negara terlebih dahulu.

Tags:

Berita Terkait