Pembangunan IKN Potensi Konflik, Masyarakat Sipil Ingatkan Masalah Ketimpangan Penguasaan Tanah
Terbaru

Pembangunan IKN Potensi Konflik, Masyarakat Sipil Ingatkan Masalah Ketimpangan Penguasaan Tanah

Sebanyak 90 ribu petani di Kalimantan Timur hanya menguasai lahan kurang dari 1 hektar. Sedangkan konsesi tambang batubara di Kaltim meliputi 5,2 juta hektar lahan dan perkebunan kelapa sawit 1,2 juta hektar.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kepala Departemen Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian. Foto: ADY
Kepala Departemen Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian. Foto: ADY

Proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur berpotensi menghadapi berbagai tantangan, salah satunya proses pengadaan tanah. Kepala Departemen Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian, mengatakan salah satu masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan IKN adalah lahan yang disasar bukan tanah kosong.

Roni mencatat di lokasi tersebut sudah ada masyarakat, seperti petani hingga masyarakat hukum adat. Karena itu, tidak tepat jika pemerintah mengklaim lokasi IKN itu merupakan tanah negara atau dikuasai pemerintah. “Ada penguasaan masyarakat di lahan tersebut,” kata Roni Septian dalam konferensi pers bertema “Pemindahan Ibu Kota Negara Sarat Masalah, Tidak Menjawab Persoalan Struktural”, Selasa (14/3/2022).

Menurut Roni, yang perlu dituntaskan pemerintah tak hanya soal pengadaan tanah, tapi juga ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat. Ada masalah juga terkait ketimpangan penguasaan tanah yang perlu diselesaikan melalui reforma agraria.

Baca:

Melansir data BPS tahun 2018, Roni mengatakan lebih dari 90 ribu petani di Kalimantan Timur hanya menguasai tanah kurang dari 1 hektar. Sementara perusahaan pertambangan menguasai 5,2 juta hektar tanah dan Kelapa Sawit 1,2 juta hektar.

“Masalah pelik di Kaltim itu antara lain ketimpangan penguasaan tanah,” tegasnya.

Jika proyek IKN terus bergulir tanpa menuntaskan berbagai masalah itu, Roni memperkirakan munculnya potensi muncul konflik. Dalam 5 tahun terakhir sedikitnya ada 30 kasus konflik agraria di Kalimantan Timur.

Peneliti Elsam, Andi Mutaqqien, mengatakan hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang disusun Bappenas menyebut salah satu potensi risiko dalam pembangunan IKN yakni status penguasaan lahan oleh masyarakat. “Dibandingkan lahan milik negara, badan hukum, lahan milik masyarakat berpotensi menimbulkan permasalahan dalam rangka pengadaan tanah,” ujarnya.

Andi melihat ada potensi mobilisasi aparat yang mengancam masyarakat hukum adat dan lokal. Dia membandingkan hal itu dengan sejumlah kasus pengerahan aparat dalam pelaksanaan proyek strategis nasional, seperti dalam kasus Wadas.

Menurut Andi, proses pembahasan RUU IKN terkesan dipaksakan untuk segera terbit. Dia menghitung prosesnya hanya butuh sekitar 40 hari sampai disahkan menjadi UU IKN. Pembangunan IKN yang diperkirakan membutuhkan dana Rp500 triliun dikhawatirkan semakin menambah utang negara yang jumlahnya mencapai Rp6 ribu triliun.

Tags:

Berita Terkait