Pembahasan RUU KDRT Harus Berpacu dengan Waktu
Utama

Pembahasan RUU KDRT Harus Berpacu dengan Waktu

Kelompok perempuan meminta sekaligus mendukung Komisi VII DPR untuk segera membahas RUU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Padahal waktu sidang efektif yang tersisa tinggal 16 hari lagi. Mungkinkah?

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Untuk mewujudkan harapan tersebut, kalangan  aktivis dan DPR harus berpacu dengan waktu. Mulai Senin (19/7) depan, Dewan akan memulai masa reses hingga pertengahan Agustus 2004. Anggota Komisi VII Tjarda Mochtar menjelaskan bahwa waktu sidang efektif yang tersedia bagi anggota DPR sekarang tinggal 16 hari lagi. Mungkinkah dalam waktu sesingkat itu sebuah RUU dibahas dan disahkan?

 

Komisi VII sendiri tampaknya optimistis. Kami memang tidak boleh berjanji. Tapi kami sudah sepakat untuk mengerjakannya semaksimal mungkin. Kami tidak ingin meninggalkan pekerjaan rumah, kata Iping Somantri, Ketua Komisi yang berasal dari Fraksi TNI/Polri. Pernyataan senada dilontarkan Sukardi Harun. Mudah-mudahan tanpa statement, pembahasan RUU itu bisa dilaksanakan secara maksimal. Apalagi kami sudah sepakat, ujar anggota Dewan dari Fraksi PPP itu.

 

Dalam satu kali masa sidang tersisa, Komisi VII memang harus menyelesaikan pembahasan empat rancangan undang-undang. Selain KDRT, tiga RUU lain adalah mengenai Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, Kependudukan, dan Sistem Jaminan Sosial.

 

Dua versi

 

Untuk menyiasati waktu yang singkat dan empat RUU, Tjarda Mochtar mengusulkan agar anggota Komisi VII dibagi-bagi ke dalam kelompok sesuai keempat RUU tadi. Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar itu juga berharap agar Kelompok Perempuan terus memantau alias memonitor pembahasan agar sesuai dengan harapan. Cuma, ia mengingatkan jangan sampai ada kesan pembahasan RUU KDRT terburu-buru dan sekedar mengejar target fungsi legislasi.

 

Masalah lain yang diperkirakan akan mengganjal adalah opsi RUU mana yang akan dibahas. Dalam RDPU, yang didukung Kelompok Perempuan untuk dibahas adalah RUU KDRT hasil inisiatif DPR. Padahal dalam Amanat bernomor R.14/PU/VI/2004, Presiden justru merujuk pada RUU tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PTK-KDRT).

 

Melihat dari judulnya, bisa jadi yang diusulkan presiden untuk dibahas adalah RUU versi Pemerintah, yakni sebuah RUU yang selama ini dibahas oleh tim di Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Ini juga diperkuat oleh Amanat Presiden tersebut yang menunjuk Menteri negara Pemberdayaan Perempuan sebagai wakil Pemerintah atau tandem DPR membahas RUU tersebut.

Tags: