Pembahasan RKUHP Tergantung Surat Presiden
Berita

Pembahasan RKUHP Tergantung Surat Presiden

Menkumham bakal menyurati Mensesneg untuk mengingatkan presiden. Aliansi Nasional Reformasi KUHP mencatat ada 17 persoalan dalam RKUHP yang perlu diperbincangkan ulang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES

Meski kembali masuk prolegnas prioritas, kelanjutan pembahasan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) nampaknya masih belum jelas. Sebab, hingga kini belum ada surat presiden (surpres) perihal kapan pembahasan RKUHP bakal kembali dibahas antara pemerintah dan DPR.

 

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaedi Mahesa berharap pemerintah menunjukan keseriusannya untuk menyelesaikan pembahasan lanjutan RKUHP yang masuk daftar RUU carry over ini. Prinsipnya, Komisi III DPR bersifat menunggu respon dari pemerintah perihal tindak lanjut pembahasan RKUHP.

 

“Tanya menteri aja, belum jelas (kelanjutan pembahasan RKUHP, red) ya,” ujar Desmon singkat kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (26/2/2020). Baca Juga: Menkumham Diminta Susun Kembali Roadmap Kebijakan Pidana

 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan sebenarnya pemerintah ingin segera merampungkan pembahasan RKUHP yang sempat tertunda pengesahannya pada periode DPR sebelumnya. Namun, karena desakan masyarakat agar DPR dan pemerintah menunda pengesahan dan dilakukan pembahasan lagi, maka pemerintah mau tak mau memasukan RKUHP dalam daftar RUU carry over.

 

Yasonna berjanji bakal meminta pejabat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) agar mengingatkan hal ini ke presiden perihal pembahasan RKUHP. Permintaan ini secara resmi bakal dituangkan dalam surat untuk dikirimkan ke Mensesneg. Meski saat ini, pemerintah sedang fokus pada sejumlah RUU yang penyusunannya menggunakan metode omnibus law. Namun Tapi, bukan berarti pemerintah ingin mengesampingkan pembahasan RKUHP sebagai hukum pidana nasional.  

 

“Kelanjutan pembahasan RUU di periode DPR yang baru tetap mengharuskan adanya surpres meskipun dia (RKUHP, red) RUU yang telah berakhir (pembahasannya, red) pada periode yang lalu,” ujarnya.

 

Merujuk UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebuah RUU yang belum rampung di periode DPR sebelumnya menjadi berstatus nol pembahasan di periode selanjutnya. Namun, dalam UU No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang (PPP), RUU yang belum rampung di periode DPR sebelumnya dan hendak dibahas pada periode selanjutnya tidak otomatis menjadi nol pembahasan.

 

Sesuai peraturan perundang-undangan, pemerintah tetap mendorong agar RKUHP tetap masuk dalam daftar RUU carry over. Yasonna mengatakan pemerintah bakal kembali memetakan sejumlah isu yang belum rampung pembahasannya. Dalam pembahasan RKUHP periode sebelumnya, Panja pemerintah dan Komisi III DPR telah berdebat panjang membahas 14 isu yang ada pada RKUHP.

 

Baginya, pasal-pasal yang sudah rampung dan disepakati tak perlu lagi diulang pembahasannya. Panja, nantinya hanya melanjutkan pasal atau isu yang belum sempat diselesaikan pembahasannya. Seperti soal hukum yang hidup di tengah masyarakat aatu living law. “Yang sudah kita bahas, nggak mungkin mundur,” katanya.

 

Kembali membahas

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju  mendorong Menkumham Yasonna agar kembali membahas RKUHP dan menyusun peta jalan reformasi kebijakan hukum pidana di Indonesia. Termasuk reformasi kebijakan sistem peradilan pidana. Sebab, masih terdapat perumusan dalam draf RKUHP di Buku I dan II yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia (HAM).

 

Misalnya, perumusan tindak pidana tanpa korban (victimless crimes) yang eksesif. Kemudian  dirumuskannya kembali berbagai ketentuan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai tindak pidana (termasuk makar, kejahatan terhadap ideologi negara, dan penghinaan presiden). Serta, berbagai perbuatan lain yang seharusnya dilindungi oleh negara yang demokratis.

 

“Perumusan tindak pidana tersebut mengancam HAM dan kebebasan sipil warga masyarakat,” tegasnya.

 

Menurutnya, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mencatat ada 17 persoalan dalam RKUHP yang perlu diperbincangkan ulang. Dia pun mendesak pembahasan RKUHP harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai elemen publik. Seperti akademisi dan ahli dari berbagai bidang ilmu yang terkait.

 

“Seperti ahli di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat, masyarakat sipil. Kemudian mendorong agar pemerintah membentuk Komite Ahli dengan keanggotaan yang luas untuk kembali membahas RKUHP,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait